Pertanyaan yang jadi judul di atas itu layak membuka wacana mengenai BUMN otoritas pangan itu. Karena di tahun 2019 ini, Badan Urusan Logistik (Bulog) diberi kewenangan baru.
Per 1 Januari 2019 ini, akan berlaku Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun 2018 tentang pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk stabilisasi harga.
(Sumber berita: Katadata.co.id )Â
Dalam pasal 4 aturan itu, Menteri Keuangan akan mengalokasikan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar penggantian dana CBP kepada Bulog atas penggunaan persediaan beras sesuai arah penggunaan CBP. Pembayaran selisih tercantum dalam kompensasi penugasan mengacu tingkat kewajaran.
Kewajaran itu sendiri berdasarkan hasil pemeriksaan (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai pembanding. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur teknis pembiayaan juga bakal disusulkan sebelum akhir tahun ini.Â
Kajian mekanisme baru pengadaan CBP telah melalui pembahasan sejak Maret lalu. Sebab, dana sebesar Rp 2,5 triliun hanya mampu memenuhi pengadaan CBP sebanyak 260 ribu ton, padahal target serap Bulog harus mencapai 1,5 juta ton.
Dengan skema baru itu, maka anggaran serta kualitas beras Bulog bakal terjaga karena stok beras yang ada di gudang terus berputar. Bulog pun hanya boleh memiliki stok CBP di gudang paling lama dalam jangka waktu 4 bulan.
Pengelolaan CBP melalui mekanisme baru ini bisa membuat Bulog melakukan penyerapan beras dalam negeri lebih baik. Sebab, Bulog harus memiliki CBP yang tersimpan dalam gudang sebanyak 1,5 juta ton.Â
Kebijakan terbaru dinilai bisa memastikan Bulog bisa melepaskan pasokan di gudang sambil dalam jumlah yang aman sehingga stok CBP tetap terjaga kualitas dan kuantitasnya. Arus kas keuangan Bulog juga diharapkan bisa semakin terjaga dengan perputaran bisnis yang cepat.Â
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution yang menerbitkan aturan itu menyatakan kepada wartawan bahwa inti kebijakan itu adalah menyetujui permintaan Perum Bulog untuk membeli beras di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Dengan demikian, Bulog dapat leluasa dalam menjalankan pengadaan beras cadangan. Prinsipnya agar Bulog bisa membeli beras dengan harga mahal manakala harga sedang tinggi. Atau sebaliknya, ketika beras sedang murah juga bisa dibeli dengan harga rendah.Â