Mohon tunggu...
Sri Handoko Sakti
Sri Handoko Sakti Mohon Tunggu... DOSEN

HOBY MUSIC, MEMBACA , HIKING

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mulutmu Harimau-mu, Ucapanmu bisa membawa kehancuranmu

30 Agustus 2025   23:38 Diperbarui: 30 Agustus 2025   23:38 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://voi.id/berita/476010/wakil-ketua-komisi-iii-dpr-ri-ahmad-syahroni-cek-penanganan-kasus-peganiayaan-art-yang-diunggahnya-di-polres-jak

Mulutmu, Harimaumu: Ucapanmu bisa membawa kehancuranmu

Pernah dengar pepatah lama, "Mulutmu, harimaumu"? Itu lho, nasihat bijak dari nenek moyang kita yang intinya: hati-hati ngomong. Salah bicara, bisa-bisa kita yang diterkam masalah. Pepatah ini sebetulnya buat ngasih tau anak kecil yang suka usil atau temen kita yang doyan gosip. Tapi rupanya, pepatah ini bukan cuma naik level RT. Ia naik kelas sampai ke gedung tertinggi di Senayan yang diawali dengan joget joget gembira atas kenaikan tunjangannya. Dan selanjutnya yang jadi "pemain utama" kali ini adalah Bapak Syahroni, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Partai Demokrat ini melontarkan kalimat yang menyakitkan atas usul dibubarkannya kelembagaan DPR karena tidak mewakili keinginan rakyat. Ucapan yang sembrono itu langsung jadi boomerang. Alih-alih meredakan situasi, yang ada malah bikin rakyat makin geram. Harimau itu bukan lagi menerkam beliau sendiri, tapi seolah menerkam citra seluruh institusi DPR yang sudah lama dianggap "jauh dari rakyat".

Lalu, Apa Hubungannya dengan Gaji dan Tunjangan Mewah DPR?

Nah, ini yang bikin makin pedas. Ucapan Pak Syahroni datang di saat yang sangat tidak tepat. Bersamaan dengan itu, masyarakat lagi resah dengan berita soal gaji dan tunjangan anggota DPR yang fantastis. Bayangkan, di saat rakyat banyak yang kesulitan memenuhi kebutuhan pokok, di saat harga beras dan minyak goreng naik, para wakil rakyat justru menikmati tunjangan yang jumlahnya bisa untuk hidup sebulan, bahkan setahun, bagi rakyat biasa. Ada tunjangan komunikasi, tunjangan lembur (yang rakyatnya aja gak pernah dibayar lembur), sampai tunjangan pensiun yang bikin ngiri.

Jadinya, ucapan "dibayar" dari seorang yang jelas-jelas "dibayar" sangat mahal oleh uang rakyat itu terasa seperti lelucon yang paling tidak lucu. Ini ibarat orang kenyang ngomong ke orang lapar, "Lapar itu cuma perasaan kok."

Rakyat pun berpikir, "Wah, kami demo beneran demi hidup, malah dibilang dibayar. Sementara yang beneran dibayar puluhan juta dari uang kami justru tidak mendengar keluh kesah kami."

Jadi, kasus Pak Syahroni ini menjadi pengingat yang sangat powerful untuk semua orang, terutama para pejabat publik: Setiap kata punya konsekuensi, setiap gerak punya tragedi. Di era media sosial seperti sekarang, harimau itu bukan hanya menerkam sekali lalu pergi. Dia menerkam, lalu videonya di-upload, di-viral-kan, dilihat semua orang dan jadi bahan meme yang akan diterkam berulang-ulang.

Demo yang terjadi sekarang bukan hanya tentang upah buruh atau tunjangan DPR. Ini tentang penghargaan. Rakyat ingin didengar, bukan dicurigai. Ingin diakui perjuangannya, bukan dianggap sebagai pesanan.

Mungkin saat ini waktunya para wakil rakyat untuk selalu sadar bahwa mereka punya satu mulut dan dua telinga, yang artinya kita harus lebih banyak mendengar daripada berbicara. Kalau tidak, bersiaplah. Harimau yang bernama public backlash itu siap menerkam kapan saja. Dan kali ini, dia sedang sangat, sangat lapar.

Salam,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun