Mohon tunggu...
Sri Devi
Sri Devi Mohon Tunggu... Jurnalis - Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Islamic communication and broadcasting

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penggunaan Sensor dalam Film Kartun di Indonesia

3 Juli 2023   09:23 Diperbarui: 3 Juli 2023   09:24 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumhttps://kincir.com/

Dalam industri film kartun di Indonesia, regulasi sensor memiliki peran penting dalam menjaga konten yang disajikan kepada penonton agar sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang berlaku. Lembaga Sensor Film (LSF) bertanggung jawab sebagai badan regulator yang menetapkan kriteria sensor untuk film kartun. Kriteria sensor ini mencakup berbagai aspek seperti kekerasan, seksualitas, bahasa, dan nilai-nilai moral.

Regulasi Industri Film Kartun di Indonesia

Lembaga Sensor Film (LSF) atau yang biasa disebut sebagai Lembaga Sensor Film merupakan lembaga yang bersifat tetap dan independen yang berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia (pasal 3 PP No.18 tahun 2014 tentang LSF). Salah satu tugasnya yaitu melakukan penyensoran terhadap film dan iklan film dengan bertumpu pada UU No.33 tahun 2009 tentang Perfilman, Peraturan Pemerintah No.18 tahun 2014, Peraturan Menteri No.14 tahun 2019 ataupun UU yang terkait lainnya. Dalam tayangan televisi pun, LSF juga mengadopsi aturan dari KPI (P3SPS) agar selaras. Namun ada yang membedakan antara LSF dulu dan sekarang.

Lembaga Sensor Film (LSF) memiliki peran utama sebagai badan regulator dalam industri film kartun di Indonesia. Mereka bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengatur konten film kartun yang akan disiarkan atau diputar di Indonesia. Peran LSF meliputi proses sensor konten, penetapan klasifikasi usia, penerbitan sertifikat sensor, pengawasan penyebaran konten, dan penegakan hukum terkait pelanggaran dalam industri film.

Lembaga Sensor Film (LSF) menggunakan kriteria sensor yang berlaku untuk mengevaluasi konten film kartun. Kriteria ini mencakup berbagai aspek, seperti kekerasan, seksualitas, bahasa, dan nilai-nilai moral yang ada dalam film. LSF mempertimbangkan apakah konten tersebut sesuai dengan norma-norma sosial, budaya, dan nilai-nilai moral yang berlaku di Indonesia. Kriteria sensor ini membantu memastikan bahwa film kartun yang disiarkan atau diputar di Indonesia memenuhi standar moral dan etika yang diharapkan.

Lembaga Sensor Film (LSF) memiliki tanggung jawab penting dalam menjaga prinsip-prinsip moral dalam film kartun. Mereka harus memastikan bahwa konten film kartun tidak mengandung kekerasan yang berlebihan, adegan seksual yang tidak pantas, bahasa kasar, atau elemen lain yang melanggar prinsip-prinsip moral yang diterima secara luas. LSF juga berperan dalam mendorong penyampaian nilai-nilai moral yang positif melalui konten film kartun. Tanggung jawab LSF juga melibatkan kerjasama dengan produsen film kartun dan pihak terkait dalam proses produksi, penilaian, dan pengawasan konten. Mereka berupaya untuk memastikan bahwa film kartun yang disiarkan atau diputar di Indonesia memberikan kontribusi positif bagi perkembangan budaya, moral, dan pendidikan penonton, terutama penonton anak-anak.

Dengan menjaga prinsip-prinsip moral, LSF berperan dalam melindungi penonton dari paparan konten yang tidak sesuai dan memastikan bahwa film kartun yang disiarkan di Indonesia dapat memberikan hiburan yang aman, mendidik, dan sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat.

Prinsip-prinsip Moral dalam Sensor Film Kartun

Prinsip moral dalam sensor film kartun mencakup representasi gender yang seimbang dan tidak stereotip. Hal ini berarti film kartun seharusnya tidak memperkuat stereotip gender yang negatif, seperti menggambarkan perempuan sebagai objek atau lemah, dan laki-laki sebagai dominan atau agresif. Sebaliknya, film kartun harus berupaya untuk menghadirkan karakter perempuan dan laki-laki dengan cara yang positif, kuat, dan beragam, serta menghormati kesetaraan gender.

Prinsip moral juga menyangkut penggunaan kekerasan dan konten yang tidak sesuai dalam film kartun. Film kartun harus mempertimbangkan penggunaan kekerasan dengan proporsionalitas dan tidak merugikan. Kekerasan yang berlebihan, brutal, atau sadis dapat memberikan dampak negatif pada penonton, terutama anak-anak. Selain itu, film kartun juga harus menghindari penggunaan konten yang tidak sesuai dengan usia penonton, seperti adegan seksual yang eksplisit atau bahasa kasar yang tidak pantas.

Prinsip moral dalam sensor film kartun mencakup penyampaian nilai-nilai moral dan etika kepada penonton. Film kartun dapat berfungsi sebagai sarana pendidikan moral yang positif. Melalui cerita dan karakter, film kartun dapat menyampaikan pesan-pesan tentang pentingnya kejujuran, persahabatan, kebaikan, ketulusan, dan sikap positif lainnya. Penonton, terutama anak-anak, dapat belajar dan terinspirasi oleh nilai-nilai yang disampaikan dalam film kartun. Dalam menjaga prinsip-prinsip moral ini, Lembaga Sensor Film (LSF) memiliki peran penting dalam menilai dan memastikan bahwa film kartun yang disiarkan atau diputar di Indonesia memenuhi standar moral dan etika yang diharapkan. LSF bertugas untuk memastikan bahwa representasi gender tidak stereotip, penggunaan kekerasan proporsional, dan penyampaian nilai-nilai moral yang positif dalam film kartun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun