Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Lecturer

I am entomologist, I believe my fingers. Cerpen pertama Kartini Dari Negeri Kegelapan menjadi Juara III Lomba Menulis Cerpen (Defamedia, Mei 2023); Predikat Top 15 Stories (USK Press, Agustus 2023); Juara II Sayembara Cerpen Pulpen VI (September 2023); Juara II Lomba Menulis Cerpen Bullying (Vlinder Story, Juni 2024); Predikat 10 Top Cerpen Terbaik (Medium Kata, Agustus 2024); Juara III Lomba Menulis Cerpen The Party's Not Over (Vlinder Story, Agustus 2024); Predikat 10 Top Cerpen Terbaik (Medium Kata, Oktober 2024). Novel yang telah dihasilkan: Baine (Hydra Publisher, Mei 2024) dan Yomesan (Vlinder Story, Oktober 2024). Instagram: @srifirnas; personal website https://www.aminahsrilink.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Segelas Sirop Warna Merah

23 Maret 2025   15:51 Diperbarui: 23 Maret 2025   15:51 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat itu sang surya bersinar sangat terik. Bulan Ramadan adalah waktu menahan lapar dan dahaga di siang hari sampai menjelang waktu salat Magrib. Berpuasa di bulan Ramadan sebagai wujud melaksanakan ibadah di bulan suci penuh berkah. Jalanan kompleks terlihat sangat sepi karena orang memilih beristirahat dalam rumah nan sejuk. Beberapa ekor kucing liar yang sering dijumpai nongkrong di dekat tong sampah juga tidak menampakkan batang hidungnya. Tampaknya kucing dan hewan liar lainnya yang sering berkeliaran juga ikut berpuasa selama berjalannya bulan penuh rahmat ini.

Siang itu Raga bersama Babul- adiknya, pulang ke rumah berjalan kaki setelah mengaji dan salat Zuhur di masjid. Raga- nama anak lelaki berambut keriting itu refleks menutup mata saat lewat di depan gerobak penjual sirop warna-warni yang mangkal di bawah sebatang pohon flamboyan. Hijauan nan adem di sekitar lapangan bola dekat masjid memang menjadi tempat mangkal bentor dan aneka gerobak penjaja dagangan. Segera dia menggandeng tangan adiknya supaya berjalan lebih cepat untuk tiba di rumah. Nafas Raga tersengal-sengal karena merasakan dadanya sesak menahan haus luar biasa. Cucuran keringat telah membasahi kemeja yang dikenakannya. Raga mengeluh dalam hati, inilah godaan terberat untuknya melewat di depan penjual es sirop saat siang hari.

"Ayo... ayo... jajan sirop enak di sini Dik," ajak Abang penjual es. Bibirnya menyeringai lebar mengajak Raga dan adiknya singgah ke gerobak dagangannya. Mata komersil Abang penjual es sirop melihat sinyal lembaran rupiah pada kedua bocah ini. Raga dan Babul adalah sumber potensil menjadi pelaris dagangannya di tempat itu.

"Aku tidak mau membatalkan puasaku," Raga berkata tegas pada si penjual sirop. Anak lelaki itu mempercepat langkahnya, mencoba menjauh dari hadapan Abang penjual es yang cengengesan.

"Ayolah... Abang kasih kamu setengah gelas sirop gratis, setelah itu kamu bayar untuk gelas berikutnya. Apakah kamu tidak kasihan pada adikmu yang dahaga? Lihatlah wajahnya memerah karena menahan terik matahari," Abang penjual sirop terus berkicau sambil mengikuti langkah cepat Raga. Suaranya terdengar sangat menyakitkan gendang telinga orang yang sedang berpuasa. Raga menoleh melihat adik lelaki yang berada di sisinya. Dia melihat Babul melap dengan lengan baju, keringat bercucuran membasahi dahinya yang mungil. Kopiah yang dikenakannya sudah miring ke sana kemari.

"Hei... apakah kamu mau mencoba sirop enak buatanku Adik ganteng?" rayu Abang penjual sirop pada Babul, adiknya Raga yang berjalan terseok-seok kehausan di sisi sang Kakak. Mata Babul berbinar ceria melihat gerobak berisi botol berisi sirop warna-warni. Dia segera mencolek lengan sang Kakak.

"Ayo kita coba sirop itu Kak, mumpung gratis dan tidak dilihat oleh Ibu," terdengar perlahan suara Babul di bawa angin lewat. Raga membelalak marah pada adiknya.

"Tuh kan, adiknya mau coba. Sini Abang kasih gratis setengah gelas. Mau sirop warna apa Adik ganteng?"

Si Abang penjual tersenyum sumringah. Jarinya yang berkuku panjang kotor menunjuk ke berbagai botol berisi sirop warna-warni meriah berjejer rapi di gerobaknya. Dia menggoyang-goyangkan gelas berisi potongan es batu di depan wajah Babul yang matanya membulat menahan dahaga. Ekspresi anak kecil itu tidak dapat berbohong. Dia sungguh kehausan diterpa sinar matahari yang begitu menyengat selepas salat Zuhur. Matahari musim kemarau saat bulan Ramadan memang dahsyat. Sinar teriknya mampu menggugurkan daun pohon jati  di sekitar lapangan bola yang mereka lalui. Jejeran pohon gundul itu diam terpaku. Mereka menjadi saksi Raga dan Babul melawan rayuan maut penjual sirop warna-warni.

"Apa-apaan ini? Allah melaknat orang yang tidak melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan. Ayo pulang!" Raga menarik paksa adiknya yang ingin memilih sirop gratis. Babul sudah  terbujuk rayuan maut si Abang penjual sirop. Mata sang adik terus melihat ke arah gerobak itu. Raga berusaha keras menyelamatkan puasa adiknya dari godaan iblis laknat berwujud penjual sirop warna-warni yang tertawa terkekeh penuh godaan di hadapannya.

"Aku mau sirop merah itu Kak. Leherku terasa sangat kering saat ini. Pasti sirop merah menghilangkan semua rasa hausku. Ayo ke sana Kak, buruan...mumpung tersedia sirop gratis," Babul menarik tangan Raga menuju ke gerobak penjual sirop. Si Abang sudah siap menuangkan sebotol sirop merah ke dalam gelas berisi es batu. Penampakan warna dan aroma sirop itu sungguh menggoda leher Babul yang sedang kehausan. Raga tiba-tiba merasakan dadanya berontak hebat, ingin pula dirinya merasakan nikmatnya minum sirop dengan campuran es batu nan dingin. Apalagi tidak ada Ibu di sekitar tempat itu, pasti mereka tidak ketahuan jika puasanya bolong.

"Tidak, kamu kularang meminum sirop itu, nanti perutmu sakit karenanya. Tidakkah kamu melihat kuku panjang si Abang yang berwarna hitam? Disitu pasti banyak sekali kuman penyakit yang dapat membuat perutmu sakit. Ayo kita pulang sekarang, Ibu sudah menunggu kedatangan kita di rumah. Kakak janji membelikanmu dua botol sirop warna-warni jika sudah tiba saat berbuka puasa," bujuk Raga pada sang adik.

"Tidak mau. Aku mau minum sirop merah itu sekarang," Babul memekik keras dan berusaha berlari menuju ke gerobak penjual sirop. Melihat kejadian itu, si Abang penjual sirop tampak memancing suasana semakin panas. Dia memukul-mukul sendok ke gelas yang dipegangnya. Ting ting ting.... Suara merdu denting gelas kaca berpadu dengan jeritan Babul meminta sirop warna merah. Raga meneguhkan hati, sebenarnya dia tidak tega melihat adik kesayangannya memekik menginginkan minum sirop warna merah itu. Namun ini adalah bulan puasa, waktunya godaan datang menghampiri manusia. Raga mengucapkan Basmalah dan berniat menarik adiknya pulang ke rumah.

"Ayo ke sini Adik ganteng. Lihatlah, ada anak lain yang menginginkan sirop merahmu. Abang berikan ke dia yaaa," si penjual sirop kembali ke gerobaknya. Penuh rasa gembira dia melayani beberapa anak lain yang berjejer ingin membeli segelas sirop bercampur es batu. Diacungkannya segelas sirop merah berisi es batu dan lembaran rupiah yang dipegangnya ke arah Raga dan Babul.

"Lain kali jangan lewat di sini kalau kamu tidak punya uang untuk membeli sirop jualanku," teriak penjual itu kepada Raga yang terus berjalan dan menarik paksa adiknya pulang ke rumah. Penuh rasa kesal, Raga mengerling marah mendengar teriakan mencemooh dari Abang penjual sirop yang meleletkan lidahnya. Raga menguatkan hati, mencoba bersabar dengan ujian hari ini di bulan Ramadan. Babul menangis jejeritan sepanjang jalan dan menarik perhatian semua orang yang kebetulan melihat mereka. Namun Raga tidak peduli, dia terus berjalan penuh tekad pulang ke rumah sambil terus membujuk adiknya. Dia harus memberikan contoh terbaik untuk Babul yang baru belajar berpuasa di bulan Ramadan tahun ini. Selamat menunaikan ibadah puasa, semoga sehat selalu (srn).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun