Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waspada Adu Domba di Media Sosial

29 Oktober 2018   00:11 Diperbarui: 29 Oktober 2018   01:09 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Medsos - www.youthmanual.com


Entah sampai kapan, media sosial terus dimanfaatkan oleh oknum masyarakat, untuk menebar provokasi dan informasi bohong. Media sosial semestinya menjadi media penyeimbang dan kontrol bagi media mainstream. Namun, media sosial telah berkembang menjadi media yang menyeramkan. Pertengkaran individu, kelompok, hingga konflik di tengah masyarakat, bisa terjadi karena provokasi media sosial. 

Sekarang ini, hampir setiap hari selalu saja ada berita bohong yang sengaja disebarkan di media sosial. Tidak hanya individu, media mainstream pun kadang juga pernah tertipu dan turut menyebarkan berita bohong. Inilah realita yang dihadapi di era milenial. Sebuah era ketika teknologi informasi berkembang begitu pesat.

Memasuki tahun politik, banyak pihak memperkirakan provokasi di media sosial akan mengalami peningkatan. Informasi bohong juga diperkirakan semakin masif beredar di dunia maya. Dan prediksi itu, nyatanya benar adanya. Setiap perhelatan politik, entah itu pemilihan bupati, walikota, gubernur, hingga pemilihan presiden dan wakil presiden, selalu dihiasi dengan provokasi kebencian. 

Seseorang diprovokasi untuk saling membenci hanya karena berbeda pilihan politik. Lebih mengerikan lagi, jika pasangan calon yang maju dalam kontestasi politik tersebut berasal dari kalangan non muslim, maka para calon pemilih akan mendapatkan gelar kafir, tidak Islami, atau mungkin gelar yang lain. Ironis.

Di awal kampanye, Ratna Sarumpaet tiba-tiba muncul dengan wajah bengkaknya. Beberapa politisi mendatangi Ratna di rumah sakit, dan kemudian berfoto bersama. Tak lama kemudian beredar informasi, bahwa wajah bengkak Ratna akibat dipukuli oleh seseorang setelah mengikuti sebuah pertemuan internasional di Bandung. Seketika, informasi yang beredar di jagad maya langsung berbelok menyerang pemerintah. 

Kok bisa? Karena Ratna merupakan pendukung pihak oposisi. Sejumlah tokoh langsung mempercayai peristiawa itu sebagai kebenaran. Akhirnya, semua orang berbondong-bondong menggunakan pengakuan Ratna, untuk memprovokasi masyarakat. Namun, kondisi langsung berubah ketika polisi menyangkal seluruh pengakuan Ratna. Dan belakangan, Ratna pun mengakui telah melakukan kebohongan. Kini, Ratna harus mendekam di penjara, dan sejumlah pihak sempat diminta keterangan.

Pekan kemarin, provokasi kembali terjadi bertepatan dengan hari santri nasional. Bendera bertuliskan kalimat Tauhid, muncul dalam peringatan hari santri nasional di Garut. Banser yang mengetahui hal tersebut langsung melakukan aksi pembakaran bendera. Aksi pembakaran bendera tersebut menjadi ramai di dunia maya. Yang satu merasa membakar atribut HTI, sementara pihak yang berseberangan menilai itu bendera bertuliskan kalimata Tauhid. 

Berbagai versi kemudian muncul. Dan pada titik inilah, provokasi di dunia maya kembali muncul. Kali ini sentimen agama kembali muncul. Buntut dari pembakaran bendera ini, memunculkan aksi bela Tauhid di berbagai daerah. Aksi ini juga sempat dilakukan di Jakarta pekan kemarin.

Pemerintah meminta agar masyarakat tetap bersikap tenang dan tidak mudah terprovokasi. Bagaimana dengan Anda? Memilih terprovokasi atau melihat persoalan ini secara utuh? Indonesia tidak perlu generasi yang saling menghujat, saling membenci dan saling persekusi. Indonesia juga tidak butuh generasi yang mudah marah.

Indonesia butuh generasi yang ramah, bertanggung jawab, inovatif dan kreatif, tapi tetap mengedepankan toleransi antar umat beragama. Dan yang tak kalah penting, di era milenial ini, memperkuat literasi agar tak mudah terprovokasi mutlak dilakukan. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun