Mohon tunggu...
Kelvin
Kelvin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Write About Fintech Update

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kerja di Startup, Rasanya Gimana?

27 September 2021   15:24 Diperbarui: 27 September 2021   15:33 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua dekade silam, ketika kita mendengar istilah kerja kantoran, yang muncul di pikiran kita pertama kali mungkin orang-orang berkemeja, berpakaian rapi, kadang berdasi, duduk di depan komputer sepanjang hari.

Ya, sekaku itu.

Tapi semua berubah ketika, sekitar tahun 2015, istilah perusahaan startup mencuat ke publik.

Beberapa pelopornya ialah perusahaan yang namanya kita kenal hingga hari ini. Gojek, Tiket.com, Ruang Guru, dsb.

Dan sekarang ini, sudah banyak berbagai startup yang menjamur di Indonesia, di berbagai industri.

Di agrikultur, misalnya, ada SayurBox. Di keuangan, ada SPE Solution. Dan banyak lagi.

Sejak saat itu, pandangan kerja kantoran yang kaku berubah menjadi lebih seru, menjadi kerja casual ala-ala berkarir di Google.

Walaupun, tak menampik juga, ada sebagian orang yang masih berpandangan bahwa kerja di startup ya sama saja dengan kerja di korporat.

Apa iya demikian?

Saya mempunyai beberapa teman yang pernah bekerja di korporat dan startup, dan saya sendiri pun juga sama. Berpindah dari korporat ke startup.

Sepengalaman saya, kultur kerja di startup dan korporat memang beda. Nah, apa saja bedanya?

Pertumbuhan, baik skala perusahaan hingga skill karyawan

Startup, sebagai perusahaan perintis, dikenal sebagai perusahaan yang pertumbuhannya sangat pesat dan masif. Baik di dunia nyata maupun digital.

Dalam kurang dari 1 dekade, kita bisa melihat betapa seringnya muncul pemberitaan terkait aktivitas baru sebuah startup.

Dan, dalam waktu yang sama juga, perusahaan-perusahaan ini tanpa terasa sudah jadi lekat dengan kehidupan kita sehari-hari.

Namun, pertumbuhan startup ternyata tidak hanya sebatas pada skala perusahaannya saja. Hal ini berdampak pada karyawannya juga.

Saya tidak bicara soal angka karyawan yang dipekerjakan. Saya bicara soal skill.

Ya, skill atau kemampuan.

Dikarenakan laju perusahaan yang sangat cepat, para karyawan juga, diwajibkan maupun tidak, bertumbuh secara pesat, bahkan dalam waktu yang singkat.

Dari skill, misalnya. Seorang fresh graduate yang baru saja lulus kuliah dan memasuki lingkungan startup, akan secara cepat mempelajari berbagai skill kerja, walaupun sebelumnya hampir memiliki 0 pengetahuan di bidang itu.

Hal ini sedikit berbeda dengan korporat yang, umumnya, lebih berfokus pada sesuatu yang konsisten dan statis, ketimbang dinamis dan disruptif.

Jika ditanya mana yang lebih baik, tentu semuanya kembali ke diri Anda masing-masing.

Tapi, bagi Anda yang sangat menyukai tantangan baru setiap saat, startup sepertinya tepat bagi Anda.

Karyawan yang terus berganti

Banyak industri, mulai dari pemerintahan, militer, hingga korporat, sering menekankan pada loyalitas ke lembaganya.

Loyalitas yang dimaksud dalam konteks ini ialah pengabdian pada institusi tertentu, bertahun-tahun lamanya.

Namun, hal semacam ini seakan tidak berlaku di startup.

Hampir setiap bulannya, bahkan minggu, orang keluar dan masuk, mengisi kursi dan jabatan-jabatan yang ada.

Bukan karena mereka tidak setia pada perusahaan, namun kultur kerja di startup membuat orang-orang ini seakan haus akan hal-hal baru.

Hal baru tersebut dapat berupa tantangan, dapat pula berupa ilmu.

Di ekosistem startup, jika seseorang merasa bahwa mereka mulai stuck di satu titik tertentu, tak jarang mereka akan berpindah ke startup lainnya.

Budaya "kutu loncat" semacam ini sempat menjadi polemik.

Pasalnya, hal seperti ini terbilang masih baru, atau malah tabu, bagi beberapa orang yang sudah terbiasa dengan kultur korporat.

Interior, fasilitas, aktivitas

Jangan salah, perbedaan startup dan korporat bahkan seringkali terlihat jelas dari bangunan yang mewadahinya.

Jika korporat kerap diasosiasikan dengan kantor bertembok putih, memiliki meja kubikel, dan hal-hal yang bersifat formal, startup seringkali menunjukkan sebaliknya.

Dinding startup seringkali berwarna-warni, dihiasi dengan mural maupun tipografi, dan memiliki meja tanpa kubikel.

Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesan dinamis dan menujukkan semangat para karyawan yang berkarir di sana.

Selain itu, startup juga seringkali dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang terdengar tak lazim berada di korporat.

Seperti, misalnya, Playstation, meja ping pong, meja biliar, hingga ruang rekreasional khusus.

Di samping fasilitas, aktivitas kantor yang ada pun cukup mencolok.

Tren aktivitas rekreasional korporat, umumnya, membahas hal-hal yang bersifat pengembangan skill.

Sedangkan, startup memiliki variasi tambahan. Misalnya, pembahasan tentang psikologi, kesehatan mental, lifestyle, dst.

Pembagian kerja

Di korporat, seringkali satu karyawan hanya diberikan tugas yang berkaitan dengan jabatannya. Atau, mudahnya, yang sesuai dengan kontrak kerja.

Sedangkan, di startup, satu karyawan bisa saja memiliki beberapa pekerjaan pokok dan beberapa pekerjaan tambahan. Tambahan ini bisa jadi berhubungan, bisa juga tidak.

Jika mau menelaah lebih lanjut mengapa hal ini bisa terjadi, sebenarnya ada banyak faktor dari A sampai Z.

Namun, umumnya, hal ini disebabkan oleh 3 faktor utama, yakni:

1. Kurangnya tenaga kerja di beberapa bidang tertentu

2. Minimnya beban kerja tambahan untuk diubah menjadi kerja pokok yang diemban oleh satu orang khusus

3. Kultur kerja startup yang sangat mendukung perkembangan, di segi apapun.

Alhasil, muncul praktik ini yang sebenarnya masih bisa juga ditemukan di korporat, walau tidak sebanyak di startup.

Fashion

Anda tidak salah baca. Saya secara benar dan sadar menulis f-a-s-h-i-o-n.

Ya, fashion.

Di korporat, seringkali karyawan dituntut untuk mengenakan kemeja berwarna cerah, kadang berdasi, dan tidak boleh gondrong.

Sering pula, karyawati diharuskan mengenakan blazer dan rok span.

Dan, larangan keras lainnya ialah, sandal tidak diperkenankan untuk dikenakan di kantor.

Sekali lagi, startup memilih jalur berbeda dengan korporat. Kali ini, sangat berbeda.

Banyak startup yang memperbolehkan kaos, rambut gondrong untuk karyawannya, sandal (walau bukan sandal jepit), dan bahkan tato.

Hal ini bukan karena kerja di startup tidak perlu rapi. Tetapi, di samping kerapian, startup juga mengutamakan kenyamanan kerja setiap individunya. Apa yang nyaman, ya lakukan. Tentunya selama tidak melanggar aturan-aturan perusahaan.

Jadi, mana yang lebih baik?

Kembali lagi, jika ditanya mana yang lebih baik, semua kembali pada diri Anda masing-masing.

Ada orang yang lebih pas dengan startup. Ada juga yang lebih cocok dengan korporat.

Namun, yang perlu digarisbawahi, hadirnya startup menyuguhkan alternatif kerja kantoran baru yang sebelumnya bisa dibilang hanya begitu-begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun