Tahukah kalian bahwa pada kuartal I tahun 2017, realisasi penerimaan pajak indonesia belum mencapai targetnya? Sampai dengan 30 Maret 2017 realisasi penerimaan pajak baru mencapai  209 triliun rupiah atau tumbuh 11,2dibandingkan realisasi periode yang sama pada tahun sebelumnya.  Meskipun demikian, tingkat pertumbuhannya masih dibawah tingkat yang dibutuhkan untuk mencapai target penerimaan pajak 2017 (Rp 1.498 triliun). Pasca Tax Amnesty, berbagai usaha pun telah dirancang pemerintah untuk mencapai target pajak tersebut, salah satunya adalah mengejar pajak dari aktivitas endorsement yang belakangan ini kerap menjadi sorotan publik.
Apakah yang dimaksud dengan aktivitas endorsement di sosial media?
Pada era yang sudah serba digital ini, banyak cara yang dilakukan oleh produsen untuk mempromosikan produknya, salah satunya adalah dengan memakai jasa endorsement. Â Endorsement yang dimaksud adalah promosi yang dilakukan seseorang atau kelompok melalui media sosial, seperti Instagram, yang dilakukan dengan memberikan testimoni terhadap suatu produk barang ataupun jasa. Dalam beberapa tahun terakhir, jasa endorsement marak digunakan. Jasa endorsement biasanya diberikan oleh selebriti dan juga pengguna akun media sosial Instagram yang terkenal, yang biasa disebut selebgram. Melihat potensi penerimaan pajak yang cukup besar, pada Oktober 2016 lalu, Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) mengaku tengah mengkaji sistem pengenaan pajak dari sektor ini mengingat pengenaan pajak dari imbal jasa endorsement saat ini hanya berdasarkan pada penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Lalu seberapa besar potensi penerimaan pajak yang diharapkan?
Survey membuktikan, 85% selebriti yang memiliki jumlah followers lebih dari 10 ribu melakukan endorsement di media sosial sebanyak dua kali setiap harinya. Hal ini membuktikan tingginya permintaan akan kegiatan endorsement ini di media sosial. Sebagai gambaran, berikut kami sajikan data mengenai top 5 youtuber dan top 5 selebgram di Indonesia:
Melihat perputaran uang yang terjadi pada aktivitas ini cukup besar, Ditjen Pajak memperkirakan potensi penerimaan pajak yang bisa masuk ke kas negara dari bisnis ini mencapai US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 15,000,000,000,- Sementara iturif pajak yang dikenakan atas aktivitas ini adalah sesuai dengan ketentuan mengenai pajak penghasilan. Menurut  Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi, aturan ini dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
Apa sajakah tantangan dari penerapan pajak ini?
cana penerapan pajak pada aktivitas endorsement mengalami kendala dalam penerapannya. Pertama, Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak DJP, Yon Arsal, berpendapat bahwa pengawasan pajak pada aktivitas endorsement ini menggunakan model yang berbeda dengan aktivitas promosi konvensional sehingga tantangan pertama yang dihadapi pemerintah adalah sulitnya memperoleh dan mengumpulkan data pembanding yang akan digunakan untuk menguji data yang dilaporkan dalam SPT wajib pajak. Kegiatan endorsement yang belum sepenuhnya dapat diawasi dan diatur oleh pemerintah menyebabkan banyak endorser tidak melaporkan pendapatannya yang material dari kegiatan endorsement, meskipun endorsee-nya belum melakukan pemotongan pajak. Kedua, regulasi pemerintah cenderung kurang cepat dalam merespon dinamika model bisnis di masyarakat. Yunus Prastowo, pengamat perpajakan mengatakan, "Sudah sejak dua tahun lalu kita punya rencana, mau membuat pemungutan pajak secara digital, lalu ada pengadaan alat seperti electronic data capture yang akan dipakai, namun ini pengadaannya juga tidak mudah". Â Apabila pengaadaan EDC dapat terlaksana dengan baik, maka pemerintah akan mudah untuk melakukan pemetaan terhadap apa-apa saja yang dapat dijadikan objek pajak.
Bagaimana upaya-upaya yang dapat dilakukan mengatasi permasalahan tersebut?
Menanggapi permasalahan ini, Yunus Prastowo memberikan saran agar pemerintah membuat terobosan atau inovasi dengan menggunakan public private partnership, misalkan melakukan kerjasama antara pemerintah dengan pihak perbankan dan penyedia kartu kredit. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu melakukan pengadaan alat. Yang penting public private partnership ini dapat dikontrol dan dimonitor, sehingga pemerintah dapat membut regulasi dan memungut pajak dengan mudah serta disisi lain selebgram (endorser) yang memenuhi kriteria WP dapat secara transparan melaksanakan kewajiban perpajakannya. Selain itualam pemungutan pajak hendaknya tetap memerhatikan penerapan asas convenience atau istilahnya yaitu "pay as you earn" (kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak). Dari segi sanksi, karena ini masih tahap awal, masih banyak pihak yang belum memahami  kewajiban perpajakannya, sehingga sebaiknya yang diprioritaskan adalah upaya-upaya persuasi dan sosialisasi sehingga pihak-pihak ini memiliki literasi yang memadai, namun mereka yang memiliki penghasilan besar namun tetap bandel untuk bayar pajak bisa dilakukan pemeriksaan untuk menimbulkan efek jera.