Mohon tunggu...
Jon Roi Tua Purba
Jon Roi Tua Purba Mohon Tunggu... Penulis/Pekerja Sosial -

Menjadikan Hidup Lebih Berarti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perang Medan Area, Siapa yang Ingat?

9 November 2012   09:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:43 5815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jon Roi Tua Purba

Siapa yang ingat dengan perang Medan Area? Perang Medan Area barangkali tidak sepopuler perang di Surabaya, namun perang Medan Area tidak kalah penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di Surabaya yang kemudian terkenal dengan “Arek-Arek Suroboyo”, di Bandung dengan “Bandung Lautan Api”, di Semarang dengan “Ambarawa”. Empat peristiwa besar  ini kemudian menjadi catatan penting bagi sejarah revolusi di Indonesia.

Perang Medan Area saya kira tidak familiar sewaktu belajar sejarah disekolah-sekolah, baik Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Pengalaman penulis belajar sejarah cakupannya adalah sejarah nasional yang cenderung catatan dan pergerakan yang ditonjolkan dari daerah-daerah yang ada di Pulau Jawa. Sebagaimana contoh dengan sejarah Hari Pahlawan yang kita ketahui saat ini misalnya, dari catatan sejarah bahwa perang 10 November 1945 di Surabaya dengan tokoh Bung Tomo. Peristiwa inilah yang kemudian dikenang atau ditetapkan sebagai peringatan “Hari Pahlawan Nasional”. Bagaimana dengan perang Medan Area? Perang Medan Area nyaris tak disentuh di dalam pelajaran sejarah.

Jika melihat dari lamanya perang dan jumlah korban materil serta nyawa, perang Medan Area tidak kalah nilai-nilai kepahlawanannya. Yang menarik lagi dari sejarah perang Medan Area adalah tokoh-tokoh yang berkecimpung langsung dalam perjuangan merupakan lintas agama, suku, dan budaya. Hal ini semakin menguatkan bahwa perang Medan Area layak untuk diingat dan menjadi sumber inspirasi bagi kaum muda akan nilai-nilai kepahlawanan.

Tepatnya pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area (batas resmi wilayah Medan) di berbagai sudut kota Medan. Hal inilah yang kemudian membuat marah para pemuda dan melakukan perlawanan pada Sekutu. Yang akhirnya berbuah perang Gerilya dan perang Frontal selama dua tahun lamanya. Perlawanan terus dilakukan oleh para pejuang kemerdekaan yang dikenal dengan nama “Resimen Laskar Rakyat Medan Area”.

Menurut catatan sejarah pada bulan april 1946, Sekutu berhasil menduduki kota Medan. Sehingga kemudian pusat perjuangan rakyat Medan dipindahkan ke Kota Pematangsiantar. Hal ini tidak menurunkan semangat para pejuang ketika itu. Berbagai upaya terus dilakukan untuk merebut kembali pusat-pusat pemerintahan Republik Indonesia dari Sekutu. Pertempuran semakin meluas, sehingga merespon para pemuda untuk ambil bagian dalam perang Medan Area. Bahkan perang melawan Sekutu sampai kedaerah lain di Pulau Sumetera, yakni Bukit Tinggi dan Aceh.

Para pejuang akhirnya mulai memahami akan arti persatuan, sehingga pada tanggal 15 Februari 1947 ada kesepakatan untuk melakukan serangan secara serentak. Perintah ini kemudian dikeluarkan dari markas pertempuran Komando Medan Area (KMA). Tujuannya untuk menumpas pusat-pusat pemerintahan Sekutu yang berada di pusat kota.

Pertempuran dibagi menjadi beberapa sektor yang kemudian ditentukan pula dengan komandan di masing-masing sektor. Di front Medan Barat dipimpin oleh Mayor Hasan Achmad dari Resimen Istimewa Medan Area (RIMA). Kemudian di front Medan Area Selatan dipimpin oleh Mayor Martinus Lubis, serta di front Koridor Medan Belawan berasal dari pasukan Yahya Hasan dan Letnan Mudan Amir Yahya dari Kompi II Batalyion III RIMA.

Perjuangan yang tidak kenal lelah yang dilakukan oleh para Laskar Rakyat Medan Area kepada Jepang, Sekutu, dan Belanda layak dijadikan sebuah perenungan tentang arti pentingnya kepahlawanan dan patriotisme. Secara khusus bagi masyarakat Sumatera untuk mengenang perjuangan yang melelahkan untuk mempertahankan wilayah dan semangat nasionalisme yang ditunjukan. Perang selama dua tahun jelas sangat melelahkan bagi para pejuang dan banyak merasakan pahit-getir dalam pertempuran. Yang menjadi pertanyaan bagi kita saat ini adalah apakah perjuangan itu hanya menjadi cerita belaka?

Perang Medan Area harusnya menjadi catatan penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Menjadi catatan bagi warga Sumatera melihat perjuangan dan tumpah darah para pejuang untuk Indonesia. Sekali lagi, sejarah perang Medan Area seharusnya pantas menjadi perenungan untuk semangat nasionalisme serta nilai-nilai kepahlawanan. Perang Medan Area sebuah catatan sejarah yang harus dikenang dan diterapkan pada masa kekinian. Mengingat perang Medan Area adalah dengan cara mengaktualisasikan semangat perjuangan dalam kehidupan berbangsa yang tanpa kompromi dengan penjajahan.

Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog Visa-Garuda Indonesia Blog Competition

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun