Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Selayang Pandang Satu Tahun Pandemi

3 Maret 2021   17:42 Diperbarui: 3 Maret 2021   17:44 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: news.truied.net via laman tempo.co

Pandemi virus corona di Indonesia akhirnya telah berumur setahun. Walau masih berumur jagung, nyawa yang ia telan tidak tanggung-tanggung.  Ratapan dan tangisan terserak dimana-mana akibat serangan berbahaya virus yang pertama kali terjadi di Wuhan, China.

Pertama kali diumumkan pada 2 Maret 2020 oleh dr. Terawan selaku menkes pada saat itu, kemarin akhirnya bertemu kembali dengan tanggal yang sama. Diusia setahun ini, coba ceritakan penglaman pribadimu dengan pandemi ini? Tulis dikolom komentar yah.

Kita tentu tidak lupa, kala itu, ketika para ilmuwan Indonesia mendesak Menkes Terawan untuk berhati-hati dengan adanya virus ini, pemerintah malah cengar-cengir. Dengan segala anekdot, adagium hingga slogan agar kelihatan gagah, semua itu dianggap angin lalu saja. Hingga pada akhirnya, kasus pertama pun diumumkan telah terjadi pada tiga orang warga Indonesia.

Sejak kasus pertama diumumkan, terjadilah kegemparan dimana-mana. Panic buying melanda kota-kota besar khususnya Jakarta. Mulai dari bahan makanan hingga masker, semua orang pada rebutan membeli demi menyelamatkan diri sendiri dan keluarganya.

Kelangkaan masker disertai dengan harga yang meroket membuat pemerintah diteror oleh rakyatnya sendiri. Siapa sangka harga satu kotak masker bisa ditebus dengan nominal 1 juta rupiah? Market place pun dibanjiri orderan yang banyak. Para pedagang masker langsung tajir melintir dengan kondisi rakyat yang masih buta dengan pandemi.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo juga dianggap sangat lalai dan lambat dalam merespon kejadian yang tak diharapkan ini. Padahal sesungguhnya, Indonesia tidak kekurangan orang cerdas untuk memetakan solusi penaganan pandemi. Katanya pemerintah melalui Kemenkes dan jajarannya telah mengantongi strategi pandemi.

Bumi berputar dan waktu berlalu, nampaknya pemerintah pusat masih belum memiliki strategi penaganan yang apik. Kebingungan pun melanda pemerintah daerah. Karena tak mau membuat masyrakatnya resah, mereka malah menentukan cara mereka sendiri-sendiri untuk menghindarkan wilayahnya dari bahaya virus corona.

Beberapa kabupaten, ada yang menerapkan lockdown sehingga arus pergerakan orang dibatasi. Orang yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya malah dilarang masuk ke daerah tertentu. Kondisi ini diperparah dengan beberapa kabupaten yang lain diluar Jawa malah juga ikut-ikutan melakukan lockdown.

Permintaan lockdown kepada pemerintah pusat pun mencuat kepermukaan. Para jajaran menteri dipaksa untuk berpikir keras apakah akan mengeksekusi opsi tersebut atau tidak. Segala macam batu pertimbangan digunakan. Alhasil setelah berembuk panjang, Presiden Joko Widodo malah menolak lockdown dan lebih memilih untuk memberlakukan PSBB.

Setelah opsi PSBB digulirkan, bukannya mengurangi jumlah kasus masalah malah semakin bertambah. Kali ini pekerja disektro informal seperti ojol dan buruh mendapatkan PHK. Buruh banyak yang dirumahkan sedangkan ojol pun menepi digang-gang karena sepi orderan.

Rumah makan, kafe hingga bisnis esek-esek juga ikut terpukul. Mereka harus betah untuk melihat kursi-kursi tamu mereka kosong dan yah kerugian besar sedang menunggu didepan mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun