Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sang Pahlawan Kesiangan Itu Bernama BPOM

12 Januari 2021   11:14 Diperbarui: 12 Januari 2021   11:59 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Liputan6.com/Helmi Afandi 

"Mutu dan Keamanan vaksin covid-19 ini tidak perlu diragukan lagi karena sudah melalui fase uji klinik 1 dan 2. Saat nanti BPOM mengeluarkan izin penggunaan darurat berdasrkan evaluasi dari analisa interim uji klinik 3 di Brazil, Turki dan Indonesia maka terjamin 3 aspek penting: Aman, Bermutu dan Berkhasiat. Selanjutnya aspek kehalalannya sudah dijamin MUI. Jadi jangan ragu untuk divaksinasi."

Kalimat diatas sungguh manis untuk didengar dan indah untuk dibaca, yang saya kutip dari Prof. Dr. dr. Cissy Kartasasmita, Sp. A(K)., M. Sc. Beliau merupakan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran sekaligus menjabat sebagai Ketua Satgas Imunisasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). Beliau hari ini didampingi oleh Kepala BPOM, Penny Kusumastuti Lukito menjelaskan tentang aspek kualitas mutu dari vaksin sinovac yang sebentar lagi akan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat secara bertahap.

Menyaksikan statement dua pembesar diatas, saya terharu sekaligus bangga, bangsa kita bisa melakukan vaksinasi juga pada akhirnya. Yes, setelah menunggu berbulan-bulan, negara kita berhasil mensukseskan vaksinasi buatan anak luar negeri. Cintailah pr(L)oduk-pr(L)oduk luar negeri.

Dengan mengusung tema vaksin yang aman, bermutu dan berkhasiat, BPOM menjadi palang pintu terakhir yang turut andil dalam menjamin efikasinya. Walau bagi saya, BPOM sebenarnya sedang dalam posisi tersandera dalam palungan kepentingan politik presiden, yang selalu mengisyaratakan dan meminta Kapan Vaksinasi Dimulai?

Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan lembaga yang bertanggung jawab untuk menjamin keamanan, mutu dan khasiat dari semua produk farmasi dan makanan. Lembaga ini juga langsung di bawah arahan presiden. Jadi bosnya sudah jelas siapa.

Namun saya tidak ingin masuk ke dalam itu. Ada point krusial yang seyogyanya harus dikritisi kepada BPOM sang pahlawan kesiangan ini.

BPOM terlihat lalai dan abai dalam menjalankan fungsi pengawasannya. Hal ini tercermin dari tidak adanya tindak tegas dari BPOM terhadap vaksin yang telah diedarkan walau belum memiliki izin keamanan.

Dalam Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB), ada beberapa alur dan mekanisme yang harus dipatuhi oleh produsen farmasi sebelum mengedarkan obat atau produk biologinya seperti vaksin. Izin Edar dalam bahasa yang mudah dicerna merupakan legal standing dari lembaga penjamin bahwa produk tersebut telah melalui serangkaian proses pemeriksaan sehingga dinyatakan layak untuk diedarkan.

Namun sayangnya, peran BPOM di sini kurang bertaji dan bernyali. Cuma di Indonesia yang bilamana, Vaksin yang notabene belum memiliki izin keamanan, sudah bisa diedarkan dan didisitribusikan ke seluruh wilayah Indonesia. Tentu ini menyalahi dan menabrak dinding aturan yang sudah dibuat.

Jadi, mau tidak mau, suka atau tidak suka, BPOM benar-benar telah disandera. Andai kata vaksin tersebut belum dinyatakan aman, atau sebutlah tidak aman dan masih menunggu waktu untuk verifikasi pemeriksaan, otomatis vaksin yang telah diedarkan akan mengendap pada kulkas pendingin di seluruh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.

Yang paling fatalnya mungkin, vaksin yang diedarkan akan ditarik oleh pemerintah. Tetapi hal tersebut tak mungkin terjadi. Sebab vaksin telah beredar ke mana-mana. Secara otomatis, dengan berbela sungkawa, BPOM akan menjadi pahlawan kesiangan. Mereka berguna tapi kelihatan tidak berguna.

Semestinya, BPOM bisa lebih adil dan fair, untuk menunda semua pengadaan dan peredaran vaksin sebelum keamanan benar-benar bisa dipastikan. Semestinya BPOM yang juga merupakan ibu dari peraturan harus berani tunduk terhadap kepada anak kandungnya sendiri.

Mereka (BPOM) sesuai dengan alur distribusi obat dan makanan, harus mengeluarkan izin keamanan terlebih dahulu sebelum vaksin diedarkan. Dan pahitnya, semua itu tidak terjadi.

Vaksin merupakan produk biologi yang akan disuntikkan kepada manusia sebagai subjek penerima. Produk ini akan sangat mempengaruhi banyak orang bila tidak diedarkan dalam keadaan yang aman, bermutu dan berkhasiat. Untuk menjawab semua harapan itu, BPOM dibentuk dan didirikan.

Walau semua itu terlihat lambat dan banyak hal yang dikecualikan, mungkin sudah beginilah nasib pengelolaan di negara kita. Harapan kita ke depan, pemerintah melalui lembaga-lembaganya harus lebih mampu mengelola manajemen yang solid dan utuh, tidak sepotong-potong.

Dalam Juknis pelaksanaan vaksinasi Covid-19 berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01/07/Kemenkes/12758/2020 yang diteken Terawan Putranto, Vaksin Sinovac disuntikkan sebanyak dua kali dengan rentan jarak penyuntikan 14 hari. Sebesar 0,3 - 0,5 ml per dosis. Selain itu, penerima vaksin dihimbau agar jangan langsung pulang, melainkan menunggu terlebih dahulu sembari memantau hasil interaksi tubuh terhadap vaksin (farmakodinamik dan farmakokinetik).

Pada sesi penyuntikkan perdana nanti, BPOM jangan sampai kecolongan untuk yang ke dua kali. BPOM harus bangun lebih pagi, demi menjaga keselamatan seluruh masyarakat, khususnya nakes selaku kelompok yang menerima vaksin pertama kali. Jangan sungkan untuk menarik produk vaksin bila diketahui memberikan efek samping serius bagi penerimanya apalagi sampai berujung pada kematian. BPOM harus menjadi tuan untuk semua masyarakat dan bukan hanya menyenangkan hati presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun