Mohon tunggu...
Ari Sony
Ari Sony Mohon Tunggu... Administrasi - Bung Arson, Pengamat dan Pemerhati Olahraga Khususnya Sepakbola

Olahraga adalah nadi yang harus selalu digerakkan, dan ketika menulis topik lainnya harus sesuai dengan sudut pandang sendiri dan pemikiran yang matang

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

"Tiki-Taka" dan "False 9" Mimpi Buruk bagi Italia, Saatnya Taktik Menyerang Italia Pulangkan Spanyol

5 Juli 2021   10:31 Diperbarui: 5 Juli 2021   12:14 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pemain Italia merayakan gol ke gawang Austria, di babak 16 Besar Euro 2020 (Foto: AFP/FRANK AUGSTEIN)

Italia dan Spanyol dalam tiga edisi terakhir piala Eropa sangat akrab bertemu di fase gugur. Di awali dengan Euro 2008, ketika hajatan besar sepakbola Eropa dipentaskan di Austria dan Swiss. Italia dan Spanyol bertemu di babak perempatfinal, berbekal sebagai Juara Piala Dunia 2006 Italia sangat "pede" dapat mengalahkan Spanyol berbekal skuad yang hampir sama saat menjuarai Piala Dunia.

Spanyol yang diawal turnamen tidak diunggulkan, mulai menebar ancaman sejak babak penyisihan grup, Spanyol memperoleh poin sempurna 9 di fase grup usai mengalahkan Rusia dengan skor 4-1, Swedia dengan skor 2-1, dan Yunani dengan skor 2-1.

Absennya Gennaro Gattuso dan Andrea Pirlo karena akumulasi kartu kuning, membuat lini tengah tim asuhan Roberto Donadoni kesulitan untuk mengimbangi permainan "Tiki-Taka" Spanyol. Gaya "Tiki-Taka" yang lebih menekankan permainan umpan-umpan pendek nan cepat serta mewajibkan para pemain untuk saling terkoneksi dan lebih rajin untuk terus bergerak di atas lapangan, diperankan dengan baik oleh pemain Spanyol.

Taktik Luis Aragones ini diterapkan setelah melihat skuad Spanyol terlihat tak cukup tangguh dalam beradu fisik karena postur mereka kurang mendukung.

Daniele De Rossi, Massimo Ambrosini, Simone Perrotta, dan Alberto Aquilani hanya sanggup meladeni permainan impresif Andres Iniesta, Xavi Hernandez dan Marcos Senna hingga babak perpanjangan waktu 120 menit, dengan skor imbang 0-0. Namun di babak tos-tosan adu penalti Spanyol menang dengan skor 4-2. Akhirnya Spanyol keluar sebagai juara Piala Eropa 2008, setelah di final mengalahkan Jerman dengan skor 1-0.

Berlanjut di Euro 2012 yang diselenggarakan di Polandia dan Ukraina, Spanyol dan Italia bertemu sebanyak dua kali. Pertemuan pertama di laga penyisihan grup yang berakhir dengan skor 1-1. 

Kemudian pertemuan kedua di Final Euro 2012, Italia saat itu sangat yakin dapat mengalahkan Spanyol di partai final. Karena Italia mempunyai bekal mengalahkan tim kuat Jerman di babak Semifinal, permainan apik Italia saat melawan Jerman diyakini bisa mengalahkan Spanyol, yang kali ini bermain dengan taktik "false 9".

Taktik "false 9' diterapkan Spanyol, karena ketiadaan penyerang yang mumpuni. Saat itu kondisi Fernando Torres dan David Villa sedang dalam kondisi menurun. Cesc Fabregas dijadikan striker bayangan oleh Vicente Del Bosque. 

Sistem "false 9" mengharuskan pemain lini tengah dan lini depan bergerak bebas saling mengisi, saat melakukan penyerangan. Khusus Cesc Fabregas harus terus bergerak ke depan, kanan, kiri ataupun turun ke tengah untuk membantu serangan.

Vicente Del Bosque berani menerapkan sistem "false 9", karena pemain lini tengah Spanyol kuat dalam penguasaan bola. 

Taktik ini berhasil membuat tim asuhan Cesare Prandelli kalang kabut di Partai Final, Italia kalah dengan skor telak 4-0. Gol-gol Spanyol diciptakan oleh David Silva, Juan Mata, Fernando Torres dan Juan Mata. Kemenangan ini, mengantarkan Spanyol dapat mempertahankan gelar Juara Piala Eropa yang di dapat di Euro 2008.

Italia dan Spanyol Kembali bertemu di babak 16 besar Euro 2016 di Prancis. Tampil tanpa taktik "Tiki-Taka" ataupun "false 9" karena taktik tersebut sudah luntur sejak Spanyol hancur lebur di Piala Dunia 2014. 

Membuat Italia dengan mudah menumbangkan Spanyol dengan skor 2-0, lewat gol yang diciptakan oleh Giorgio Chiellini dan Graziano Pelle. 

Kekalahan menyakitkan Italia di babak Perempatfinal Euro 2008 dan di Final Euro 2012 terbayar lunas. Namun sayangnya, langkah impresif tim asuhan Antonio Conte, harus terhenti di babak perempatfinal setelah Italia dikalahkan oleh Jerman lewat drama adu penalti.

Sering bertemunya Italia dan Spanyol di tiga edisi Piala Eropa sebelumnya, membuat laga Semifinal Euro 2020 akan berjalan dengat ketat dan menarik. Rasa dendam dan gengsi akan menghiasi laga semifinal yang akan dilangsungkan di Stadion Wembley, London.

Spanyol sebenarnya masih mengusung taktik "Tiki-Taka", namun ketiadaan master "Tiki-Taka" yang diperankan oleh Xavi dan Iniesta, membuat taktik tersebut tidak berjalan sukses. Sama halnya Mancini di Italia, saat ini Luis Enrique sedang membangun pondasi Spanyol yang sedang hancur dalam tiga kejuaraan Mayor terakhir, Piala Dunia 2014, Piala Eropa 2016 dan Piala Dunia 2018.

Pablo Sarabia, Alvaro Morata, Ferran Torres, Pedri, Sergio Busquets dan Koke merupakan elemen penting tim Spanyol saat ini, ketika mereka melakukan penyerangan. Peran merekalah yang membawa Spanyol melangkah jauh hingga babak Semifinal.

Kelengahan lini belakang dan blunder kiper saat berjumpa dengan Kroasia, serta banyaknya peluang yang terbuang sia-sia kala bertemu dengan Swiss tidak boleh diulangi lagi oleh tim asuhan Luis Enrique ini. Jika tidak ingin, kesalahan itu dibayar mahal oleh skuad Italia.

Italia sudah menghukum Belgia, ketika mereka melakukan kesalahan di lini belakang dan langsung dihukum Italia lewat gol Nicolo Barella. Italia ditangan pelatih Roberto Mancini, telah bertransformasi bukan menjadi tim yang memuja "catenaccio" atau pertahana gerendel.

Mancini berani mendobrak kemapanan Italia, dengan merubah taktik gaya bertahan yang selama ini dipertahankan, menjadi taktik menyerang ala Mancini.

Selama Euro 2020 Italia, merupakan tim yang sangat menarik untuk ditonton. Taktik menyerang yang tidak melupakan keseimbangan dalam bertahan membuat tim Italia begitu menakutkan bagi tim lawan. 

Mancini dapat memadukan pemain bek sayap, lini tengah dan lini serang untuk memainkan umpan-umpan pendek dan diakhiri lewat umpan crossing atau umpan terobosan dari kedua sayap maupun lini tengah Italia demi menghukum lawan.

Lorenzo Insigne, Ciro Immobile, Federico Chiesa, Marco Verratti, Jorginho, Nicolo Barella, Giovanni Di Lorenzo dan Leonardo Spinazzola sangat fasih memaninkan taktik menyerang dari sang pelatih. Namun sayangnya, nama pemain terakhir yaitu Leonardo Spinazzola harus absen di semifinal akibat cedera.

Mancini tak perlu panik, untuk menggantikan bek sayap kiri Italia yang sudah tampil baik selama turnamen. Emerson, yang kemungkinan akan menggantikan posisi Spinazzola diharapkan dapat tampil sama baiknya.

Italia adalah satu-satunya tim di Euro 2020 yang berani memainkan hampir semua pemainnya selama Euro 2020 berlangsung. Tidak adanya perbedaan kualitas antara pemain inti dan cadangan membuat kualitas Italia tetap sama bahkan membahayakan lawan ketika melakukan pergantian pemain.

Taktik menyerang ala Mancini, diprediksi akan mengalahkan taktik "Tiki-Taka" ala Enrique. Menarik kita tunggu, disaat kedua tim dalam keadaan buntu atau terdesak taktik apakah yang akan mereka berdua gunakan.

Jangan sampai melewatkan pertandingan semifinal pertama ini, karena akan ada momen-momen menarik yang membuat kita Nyaman dan betah berlama-lama di depan layar kaca.

Forza Italia, selamat datang Wembley.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun