aborsi masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Menurut KBBI sendiri aborsi didefinisikan sebagai pengguguran kandungan.Â
Saat ini isu mengenaiDi dunia sendiri, terjadi 47 juta kegiatan aborsi tiap tahunnya dengan hampir setengah dari total kegiatan tersebut dilakukan secara ilegal (Durwald, 1971).
Menurut data Guttmacher sendiri diperkirakan telah terjadi dua juta aborsi yang telah dilakukan di Indonesia. Terdapat beberapa alasan seseorang melakukan aborsi pada kandungannya.Â
Lebih dari 25 negara diteliti pada akhir 1990-an dan didapati bahwa kegiatan tersebut didasari dengan kemauan penundaan memiliki keturunan, fokus pada karir atau melanjutkan studi, masalah finansial pasangan, perceraian, dan kelainan kongenital pada janin.
Selain itu, aborsi juga dipertimbangkan pasangan dengan alasan unwanted pregnancy ataupun ketika terdeteksi keabnormalan pada janin (Perry & Potter, 2012). Aborsi sendiri terbagi menjadi 2 menurut Musa Perdanakusuma (1984). Pertama Abortus spontanea yang terjadi secara alami karena berbagai faktor seperti keabnormalan genetik, imunitas, dll. Kedua, Abortus provocatus yang terjadi karena faktor kesengajaan dengan berbagai alasan seperti medical reasons ataupun alasan lain yang ilegal di mata hukum.
Kemudian abortus provocatus ini dibagi lagi menjadi 2 yakni abortus provocatus medisinalis yakni aborsi yang disengaja tetapi didasari oleh kehamilan yang berpotensi bahaya bagi ibu dan/atau janin.
Kedua adalah abortus provocatus criminalis yakni aborsi yang disengaja tetapi didasari oleh alasan yang belum legal di mata hukum seperti ketidaksiapan atau ketidakmauan memiliki keturunan akibat finansial, hubungan sexual di luar nikah, hasil pemerkosaan, dll.
Dari deskripsi di atas, pada tulisan ini akan dibahas lebih lanjut bagaimana abortus provocatus ditinjau dari perspektif etik, moral, dan hukum profesi keperwatan.
Terdapat dilema etik dalam melihat abortus provocantus. Hal tersebut karena di dalam praktik aborsi provocantus sendiri terdapat hak janin dan hak ibu serta adanya perbedaan pemahaman terkait tahap awal janin disebut sebagai mahluk hidup. Golongan "pro pilihan" menganggap wanita memiliki hak atas apa yang ada di tubuhnya termasuk kehamilan itu sendiri. Mereka juga menganggap fetus belum bisa dianggap sebagai "manusia" yang memiliki hak. Sedangkan golongan "pro kehidupan" menganggap embrio sudah termasuk "manusia" dan berhak untuk hidup, serta menurut mereka abortion pada janin tersebut sudah dapat digolongkan sebagai membunuh "manusia".
Dari sudut pandang profesi perawat, perawat profesional dalam kerjasama interprofesi kesehatan harus mengutamakan patient safety. Hal tersebut tentunya menimbulkan ethical dilemmas di mana pada kasus abortus provocantus medisinialis ibu tersebut berada pada kondisi yang mengancam nyawa.Â
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang berperan dalam proses aborsi tersebut akan mengalami dilema etik di mana mereka harus menyelamatkan nyawa sang ibu dengan menghilangkan nyawa dari janinnya.Â