Mohon tunggu...
Sofyan
Sofyan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Jambi

Saya memiliki spesifikasi keilmuan sebagai desain pembelajaran dan desain pengembangan media pembelajaran. Hobi fotografi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengapa Organisasi Harus Belajar?

22 Oktober 2022   08:38 Diperbarui: 22 Oktober 2022   08:40 1594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Marquardt (1996) mengelompokkan subsistem organisasi kedalam empat bagian yaitu: visi, budaya, struktur, dan strategi organisasi. Sedangkan subsistem orang dibagi dalam enam bagian yakni: manager/pemimpin, karyawan, pelanggan, rekan usaha, dan masyarakat. Unsur pengetahuan meliputi akuisisi (data dan informasi yang diperoleh dari dalam dan luar organisasi), kreasi (pengetahuan baru yang diciptakan), simpanan (pengetahuan yang mudah diperoleh anggota organisasi), transfer dan penggunaan (pengalihan informasi dan pengetahuan antar individu serta penggunaannya dalam organisasi). Terakhir adalah subsistem teknologi terdiri dari unsur-unsur teknologi informasi, belajar berbasis teknologi dan sistem pendukung kinerja elektronik.

Marquardt tidak menekankan kepada salah satu sistem dan subsistem tersebut sebagai suatu hal yang penting tetapi ia melihat bahwa semua unsur tersebut penting dan merupakan satu kesatuan yang sistemik. Artinya, jika terdapat satu subsistem yang tidak berjalan, maka akan menghambat pergerakan dari subsistem lainnya.

Hambatan dalam proses belajar, bisa datang dari individu maupun organisasi. Dalam konteks individu hambatan belajar terjadi karena beberapa hal, di antaranya adalah: 1) pengetahuan individu tersebut tersimpan sendiri, 2) individu yang memiliki pengetahuan tersebut tidak ingin berbagi dengan anggota organisasi lainnya, 3) individu-individu dalam organisasi tidak menyadari manfaat dari belajar itu sendiri, dan 4) individu-individu dalam organisasi tersebut tidak memiliki waktu yang cukup untuk belajar.

Sedangkan dalam konteks organisasi, hambatan belajar dapat terjadi karena hal-hal berikut: 1) kurangnya dukungan dari manajemen organisasi; para pengambil kebijakan tertinggi di level organisasi kurang memberikan dukungan untuk berubah 2) budaya atau kultur institusi/organisasi yang tidak bersahabat; biasanya terjadi tidak saling percaya, disiplin rendah, 3) menganggap bahwa belajar tidak menjadi bagian dari cara kerja organisasi atau dianggap hanya tanggung jawab bidang human relation.

Oleh karena itu komitmen masing-masing orang dan kemampuan untuk belajar adalah penting dalam membangun budaya belajar dalam organisasi. Individu maupun organisasi harus mengubah paradigma lama di mana proses belajar bersifat formal dan tanggung jawab departemen tertentu menjadi paradigma baru di mana proses belajar menjadi tanggung jawab semua orang dan dapat dilakukan di mana saja.

Organisasi harus dapat mendukung terjadinya sebuah proses belajar secara sinergis melalui adanya: 1) kontributor, orang yang bersedia membagi ilmu. 2) audiens, orang yang menjadi pendengar, 3) media, cara, tempat, ataupun mekanisme yang dipakai dalam proses belajar.

Peran Pemimpin/Manajer dalam Membangun Organisasi Belajar

Tidak sedikit gaya belajar yang dikembangkan di masa lalu tidak diterima dan sulit dikembangkan untuk masa yang akan datang. Leader membutuhkan suatu perubahan gaya kepemimpinan dan gaya mengontrol kearah pemberdayaan dari memberi komando ke model melayani, dari berfungsi sebagai manajer transisi ke arah pemimpin yang transformatif.

Sejalan dengan hal itu Senge, seperti yang dikutip oleh Sitepu (2010), berpendapat organisasi belajar memerlukan pandangan baru tentang kepemimpinan. Ia berpendapat bahwa kepemimpinan tradisional didasari anggapan bahwa manusia adalah lemah dan tidak bertenaga, kurang memiliki visi pribadi dan tidak menguasai kekuatan perubahan, serta kekeurangan-kekurangan mereka hanya dapat diatasi oleh pemimpin yang besar. Sedangkan organisasi belajar menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan bersama untuk memaksimalkan sumber daya yang dimiliki dan mengembangkan kemampuan kepemimpinan pada diri setiap orang. Pemimpin bertanggung jawab membangun orgnisasi yang memungkinkan setiap orang mengembangkan kemampuannya memahami kompleksitas dan visi serta memperbaiki model mental. Singkatnya, pemimpin bertanggung jawab atas terjadinya proses belajar dalam organisasi.  Dengan demikian, pemimpin berfungsi lebih sebagai perancang, guru, dan pelayan. Kesan bahwa pemimpin adalah pakar, penunjuk arah, dan pengendali berubah menjadi katalist, penyalur/pembagi informasi, dan koordinator. Kepemimpinan dalam organisasi dilandaskan pada pendekatan kolegial yang kooperatif dan

Senge (1990), mengatakan peran pemimpin dalam LO ada tiga, yaitu:

  • Sebagai guru. Tanggung jawab pemimpin adalah menjadi nara sumber, instruktur sekaligus sebagai penasehat bagi anggota-anggota organisasinya. Ia berkewajiban melatih, memberikan informasi, pengetahuan-pengetahuan baru, keterampilan yang diperlukan sesuai dengan perkembangan yang terjadi.
  • Sebagai desainer. Dengan teknologi, struktur, lingkungan baru dan sumber-sumber organisasi, seorang pemimpin harus menjadi arsitek yang dapat menyesuaikan elemen-elemen organisasi kedalam sistem untuk kemajuan. Seorang pemimpin harus mampu mendefenisikan kembali organisasi, membentuk kembali jaringan dan tim dan menemukan kembali metode baru untuk memilih, melatih dan member hadiah, sehingga setiap orang dapat berpartisipasi dalam lingkungan global.
  • Sebagai pelayan. Seorang pemimpin tidak hanya dilayani, tetapi juga harus dapat melayani bawahannya, memfasilitasi mereka agar dapat berkembang kearah kemajuan organisasi. Pada sisi lain, pemimpin dalam LO perlu memberikan kepercayaan kepada bawahannya untuk bertanggung jawab sesuai dengan kewenangan yang diberikan. Pemimpin harus memberi kesempatan kepada individu untuk mengembangkan kreatifitasnya, belajar memimpin dirinya sendiri sebagai bagian dari kaderisasi kepemimpinan organisasi. Kepemimpinan seperti ini, di samping membangun rasa memiliki terhadap organisasi, tanggung jawab terhadap organisasi, juga setiap saat dapat memungkinkan terjadinya alih kepemimpinan. Perubahan kepemimpinan tersebut justru tidak mejadi masalah seperti perubahan-perubahan kepemimpinan yang kita saksikan saat ini.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun