Mohon tunggu...
Sofia Grace
Sofia Grace Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Seorang ibu rumah tangga yang hidup bahagia dengan suami dan dua putrinya. Menggeluti dunia kepenulisan sejak bulan Oktober 2020. Suka menulis untuk mencurahkan isi hati dan pikiran. Berharap semoga tulisan-tulisan yang dihasilkan dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Elena Sandi (5 - Selesai)

25 Juli 2022   14:13 Diperbarui: 25 Juli 2022   14:13 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tanpa mereka sadari, percakapan itu terdengar oleh sang ibu dari balik pintu kamarnya. Ia tadi meminta Mbak Wati untuk mendorong kursi rodanya keluar dari kamar tidurnya. Tak disangka, ia mendengar ketiga putrinya sedang bercakap-cakap. Lalu ia memberi kode dengan tangan kirinya agar Mbak Wati berhenti mendorong kursi rodanya.

Anakku Elena, dirimu selalu mengutamakan kepentingan orang lain, pikirnya sedih. Sepertinya akulah yang selama ini sudah keterlaluan mendorongmu untuk maju demi memenuhi ambisiku sendiri. Aku melihat potensi besar pada dirimu dibandingkan anak-anaku yang lain, untuk menjadi seorang wanita karir yang sukses. Kupikir daripada kamu menikah dan berisiko mengalami kegagalan berumah tangga seperti ibumu ini, lebih baik fokus berkarir saja. Rupanya hidup bergelimang harta dan reputasi tinggi masih belum dapat membuatmu merasa bahagia. Pada akhirnya kamu lebih memilih...cinta. Sesuatu yang kamu temukan dalam diri Thomas dan kedua anaknya....

Levi dan Lita dulu kubiarkan menikah karena mereka berdua memang tidak secemerlang Elena dalam hal karir. Harapanku keduanya bisa hidup bahagia dengan suami-suami pilihan mereka yang mapan secara ekonomi. Selanjutnya gejolak-gejolak yang terjadi dalam rumah tangga mereka membuatku semakin tidak percaya akan indahnya mahligai perkawinan. Aku akhirnya mengambil kesimpulan bahwa lebih baik hidup melajang dan bergelimang harta daripada hidup berumah tangga tapi berisiko besar mengalami gejolak finansial.

Ya, Tuhan. Apakah yang telah terjadi pada diriku? Penderitaanku di masa lalu telah membuatku lupa diri. Tanpa sadar aku menjadikan anakku sendiri sebagai mesin pencetak uang! Aku sungguh menyesal sekali. Penderitaan yang dialami Elena bertubi-tubi itu semua akibat keserakahanku. Putusnya hubungan Elena dengan Thomas sepuluh tahun yang lalu, affair-nya dengan Pak Boy, lalu tindakan aborsi dan operasi kistanya....

Oh, Tuhan. Kasihan sekali anakku yang sangat berbakti itu menanggung beban penderitaannya seorang diri. Ampuni Mama, Lena..., ujar Soraya dalam hatinya yang penuh penyesalan sambil bercucuran air mata.

Aku akan berusaha keras untuk sembuh, tekad wanita yang kelihatan bertambah tua banyak hanya dalam hitungan hari itu. Demi menebus dosa-dosaku pada anakku. Tolong beri aku kesempatan sekali lagi ya, Tuhan.

***

Sejak saat itu Soraya menjadi sangat bersemangat menjalani segala prosedur pengobatan dan terapi demi kesembuhannya. Rasa sakit yang menderanya ketika berlatih menggerak-gerakkan jari-jari kaki dan tangannya, menekuk kaki dan tangannya, berjalan perlahan-lahan dengan dibantu fisioterapis, dan lain-lain berusaha diabaikannya begitu rupa. Ia ingin segera sembuh demi membahagiakan hati Elena. Putri sulungnya itu setiap hari dengan telaten memandikannya, menyuapinya, membacakan majalah favoritnya, dan lain sebagainya yang menunjukkan baktinya sebagai seorang anak.

Enam bulan berikutnya kondisi Soraya menampakkan kemajuan yang signifikan. Mukanya sudah tidak miring lagi dan bicaranya semakin jelas. Tangan kanannya sudah kuat menyangga tongkat untuk membantunya berjalan kaki. Dia juga sudah mampu mengurus dirinya sendiri untuk melakukan aktivitas makan, mandi, dan berpakaian.

Elena dan Thomas senang sekali melihat perkembangan yang dicapai Soraya. Mereka kini sudah bisa berbincang-bincang santaidan suasana biasanya menjadi semakin meriah dengan kehadiran Ella dan Elly.

Ketika mereka berlima sedang menikmati makan siang bersama di hari Minggu yang cerah, Soraya tiba-tiba mengajukan pertanyaan yang tak terduga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun