HumanioraHumaniora | Bahasa Kehormatan: Sebuah Seni Merajut Harga DiriÂ
DikTokoÂ
(Soetiyastoko)
Hidup bagai sebuah simfoni yang musiknya --kita aransemeni sendiri. Ada nada-nada yang kita pilih untuk dimainkan, dan ada jeda yang kita tentukan untuk memberi ruang. Â Tentu tidak berisik bin asal bunyi. Ingat, siapapun suka keindahan dan keteraturan serta kepatutan.
Menjadi pribadi yang dihormati bukanlah tentang mengukir nama di langit, melainkan tentang membangun benteng kehormatan dari dalam diri---sebuah benteng yang kokoh tanpa perlu merobohkan istana orang lain.Â
Bayangkan diri Anda sebagai sebuah taman. Ada pagar yang jelas di sekelilingnya, bunga-bunga yang Anda rawat, dan jalan setapak yang mengundang untuk dilalui dengan santun. Inilah esensi dari menghormati diri sendiri, yang kemudian akan dipantulkan oleh semesta.Â
1. Berpakaianlah Seperti Sebuah Mahakarya yang Baru DibingkaiÂ
Apapun profesi seseorang  -> pakaian adalah sampul dari buku jiwa Anda. Ketika Anda merapikan sampulnya, Anda mengisyaratkan bahwa isinya berharga. Pantaskanlah, jangan asal dan tampil sekehendak hati.
Ini bukan soal merk atau harga, melainkan tentang kesadaran bahwa tubuh ini adalah kuil, dan kita menghiasnya dengan penuh hormat.Â
Saat Anda tampil sebagai versi terbaik diri sendiri, Anda mengajarkan kepada orang lain untuk memperlakukan Anda layaknya sebuah mahakarya.Â
Coba, apa yang kita rasakan ketika memesan taksi atau pergi ke tempat makan --sopir taksinya berpakaian lusuh, rambut, kumis dan jenggot berantakan ? Tentu kita tak merasa nyaman. Begitupun bila pelayan yang kita temui di restoran.Â