Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Soetiyastoko | Menulis Ulang Takdir: Jefry dan Dinding Tak Terlihat

3 September 2025   04:47 Diperbarui: 3 September 2025   04:47 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trauma masa lalu, jadi penghambat langkah hari ini. Hapuslah, temukan potensi diri sepenuhnya. Copied from FB

Rugi kalau tak baca, ... Artikel inspiratif, pendobrak mental block yang menghalangi suksesmu


Humaniora  |  "Menulis Ulang Takdir: Jefry dan Dinding Tak Terlihat"

DikToko
(Soetiyastoko)



Langit sore berwarna oranye keemasan, seakan ingin memberi salam perpisahan pada hari yang sedang di ambang azal. Di kamar kecil yang menghadap ke kebun pisang, Jefry duduk bersandar pada kursi kayu. Kalender di dinding menandai bulan September 2025---tahun sudah hampir habis.

Di hadapannya, selembar kertas lusuh terbentang. Itu adalah daftar target yang ia tulis di awal tahun dengan semangat membara. Namun, dari sepuluh target yang ia catat, belum satu pun yang berhasil dicentang.

Ia menghela napas panjang.
"Apa yang salah denganku? Kenapa rasanya aku selalu tertahan di titik yang sama?"

Pintu kamarnya diketuk pelan.
"Jef, makan malam sudah siap. Kamu dari tadi di kamar terus," suara Ibu terdengar lembut.

Jefry menoleh ke arah pintu, lalu menjawab lirih, "Iya, Bu. Sebentar lagi Jefry keluar."

Namun ia tetap duduk. Ada rasa sesak yang sulit dijelaskan.

"Aku sudah berusaha, sudah bekerja keras... tapi kenapa selalu terasa seperti ada tembok besar yang menahan?"

Dalam keheningan itu, kenangan masa kecilnya menyeruak. Ia teringat ketika guru SD pernah menegurnya di depan kelas, "Jefry, kamu ini nakal sekali. Nggak bisa diam ya?" Semua teman tertawa. Sejak saat itu, ia merasa dirinya anak nakal yang tak bisa dipercaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun