Mohon tunggu...
Sultoni
Sultoni Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat Politik dan Kebijakan Publik AMATIRAN yang Suka Bola dan Traveling

Penulis lepas yang memiliki ketertarikan pada isu-isu sosial politik, kebijakan publik, bola dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beras dan Kerisauan akan Masa Depannya

1 Februari 2023   21:51 Diperbarui: 3 Februari 2023   01:13 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para tuan tanah dan tengkulak sepertinya mendapatkan porsi keuntungan yang berlipat-lipat kali lebih besar dari pada sang petaninya sendiri. Margin keuntungan yang mereka dapatkan tidak terpengaruh oleh turunnya harga gabah dipasaran. Yang menanggung semua beban kerugian akibat mahalnya ongkos produksi dan harga gabah yang murah tetap saja petani, bukan si tuan tanah apalagi sipemilik modal.

Belum lagi, harga gabah dipasaran hampir selalu anjlok saat musim panen tiba, padahal disisi lain biaya produksi beras hari ini terus meningkat dari tahun ke tahun. 

Menurut anda siapakah kira-kira yang salah sehingga realita ini ada? 

Siapakah yang paling layak harus bertanggung jawab terhadap fenomena tersebut, kita atau pemerintah?

Sebagai bahan renungan, cobalah sekarang anda tanyakan kepada anak-anak usia sekolah dikampung anda yang orangtuanya berprofesi sebagai petani padi, pernahkan mereka pergi kesawah untuk membantu orang tua mereka? 

Jangan lupa tanyakan juga apa cita-cita mereka. Mungkin jawaban mereka akan menggambarkan apa yang akan terjadi 30 atau 40 tahun yang akan datang.


Belum lagi persoalan lahan pertanian yang semakin hari semakin berkurang, padahal manusianya terus bertambah. Pembangunan perumahan dan pembangunan kawasan industri adalah aktor utama dibalik semakin menyempitnya lahan pertanian.

Lalu dimanakah pemerintah?
Apakah mereka sadar akan hal ini?

Secara pribadi penulis sangat mendukung program maritim pemerintah yang sedang di nomor satukan saat ini, tapi pemerintah juga harus sadar bahwa para nelayan juga makan nasi.

Budaya dan tradisi bangsa ini sudah mengajarkan bahwa nasi lah yang menjadi makanan pokok kita, bukan ikan, seberapa luaspun lautan kita. Jadi meskipun lautan kita diekplorasi habis-habisan oleh pemerintah, mereka juga tidak boleh lupa akan daratan (pertanian).

Perlu kita pertanyakan juga, apakah kontribusi lembaga-lembaga pendidikan yang bergerak dibidang pertanian sudah sesuai dengan apa yang diharapkan secara riil dilapangan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun