Mohon tunggu...
Sultoni
Sultoni Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat Politik dan Kebijakan Publik AMATIRAN yang Suka Bola dan Traveling

Penulis lepas yang memiliki ketertarikan pada isu-isu sosial politik, kebijakan publik, bola dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Paradoks Persoalan Beras Nasional, Mengklaim Swasembada tapi Kok Malah Impor?

30 Desember 2022   06:33 Diperbarui: 30 Desember 2022   06:40 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beras impor dari luar negeri tiba di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto : CNN Indonesia.com

Persoalan pengelolaan bahan pangan oleh pemerintah, khususnya beras, saat ini sedang menjadi perhatian masyarakat dan menarik atensi publik.

Pasalnya meskipun pemerintah mengklaim bahwa Indonesia telah mampu swasembada beras dalam tiga tahun terakhir secara berturut-turut, namun faktanya baru-baru ini pemerintah melalui perum Bulog justru menyetujui kebijakan impor beras dari luar negeri sebanyak 500 ribu ton.

500 ribu ton beras impor tersebut diperkirakan akan masuk ke Indonesia mulai Desember 2022 hingga Januari 2023.

Karuan saja, kebijakan impor beras oleh pemerintah sebanyak 500 ribu ton ditengah gembar-gembor soal klaim swasembada beras nasional tersebut langsung memantik kritik pedas dari berbagai kalangan masyarakat.

Salah satu pihak yang mengkritisi kebijakan impor beras oleh pemerintah tersebut adalah Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih.

Henry mengingatkan bahwa sesuai dengan UU Pangan No.18/2012. Pemerintah tidak boleh melakukan impor pangan sepanjang produksi masih bisa disiapkan di dalam negeri.

Kritik lain soal kebijakan impor beras oleh pemerintah juga muncul dari lembaga Ombudsman Republik Indonesia.

Ombudsman menilai kebijakan impor beras oleh pemerintah tersebut belum memenuhi keseluruhan indikator pengambilan keputusan impor beras berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Kritik pedas soal impor beras juga datang dari kalangan Partai Politik. Salah satu Parpol yang ikut bersuara mengkritik pemerintah soal kebijakan impor beras adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Dikutip dari merdeka.com, juru bicara Milenial PKB, Mikhael Sinaga mengatakan bahwa kebijakan impor beras oleh pemerintah berpotensi merugikan petani dalam negeri.

Selain itu, Mikhael Sinaga juga menyebut bahwa masuknya impor beras ratusan ribu ton ke Indonesia dari luar negeri ini juga akan berpotensi besar merusak harga jual beras petani dalam negeri.

Paradoks Persoalan Kebijakan Beras Nasional.

Kebijakan pemerintah mengimpor ratusan ribu ton beras dari luar negeri ditengah pengakuan soal keberhasilan pemerintah mencapai swasembada beras utuk yang pertama kalinya pasca pemerintahan orde baru tersebut seolah menjadi paradoks tentang buruknya pengelolaan beras nasional oleh pemerintah.

Apalagi, kebijakan impor beras oleh pemerintah tersebut diambil setelah terjadi perdebatan yang sengit dan "lucu" antara Kementerian Pertanian (Kementan) vs Badan Pangan Nasional-Bulog soal perbedaan data stok beras nasional.

Kementan yang mengacu pada data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mengklaim bahwa stok beras nasional saat ini melimpah dan cukup untuk memenuhi kebutuhan beras nasional hingga masa panen perdana di tahun 2023 yang diperkirakan akan terjadi dibulan Maret hingga April 2023.

Namun sebaliknya, Badan Pangan Nasional dan Bulog sebagai badan pangan otonom nasional yang mempunyai tugas khusus mengurusi masalah pangan nasional menyatakan bahwa stok beras nasional yang ada saat ini sudah sangat menipis sehingga berpotensi tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional hingga masa panen di awal tahun 2023 mendatang.

Akibat perbedaan data beras yang dimiliki oleh dua lembaga diatas, Kementan dan Bulog bahkan sempat berdebat "panas" dihadapan puluhan anggota DPR dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu 23 November 2022 yang lalu.

Dirut Perum Bulog Budi Waseso atau yang akrab disapa Buwas mengatakan bahwa stok Cadangan Beras Pemerintah atau CBP saat ini hanya 651 ribu ton atau separuh dari target sebanyak 1,2 juta ton.

Stok CBP menipis karena penyerapan beras di tingkat produsen menurun seiring dengan pasokan yang terbatas dan harga jual yang tinggi.

Oleh karena itu, Budi Waseso menyarankan pemenuhan stok cadangan beras pemerintah (CBP) dari luar negeri atau impor. Bahkan, menurut Buwas impor harus segera dilakukan untuk mengamankan cadangan beras nasional.

Namun pernyataan Buwas tersebut dibantah oleh Kementerian Pertanian. 

Statistisik Ahli Madya Pusat Data dan Sistem Informasi (Pusdatin) Kementerian Pertanian, Anna Astrid Susanti mengatakan saat ini pasokan beras nasional masih relatif aman, bahkan surplus.

Menurutnya, jika mengacu pada data BPS, per Desember 2022 produksi beras akan mencapai 32 juta ton dengan surplus 1,8 juta ton.

Menurut data BPS, hingga Desember 2022 produksi beras nasional diperkirakan sekitar 32 juta ton, sementara konsumsi beras nasional sekitar 30,2 juta ton. Jadi berdasarkan data BPS tersebut produksi beras kita hingga Desember 2022 masih surplus sekitar 1.8 juta ton.

Hanya saja, tidak semua dari surplus beras itu berada di gudang Bulog. Ia menjelaskan, cadangan beras yang berada di Bulog hanya sekitar 11 persen. Sementara sisanya berada di rumah tangga produsen dan rumah tangga konsumen.

Perbedaan data beras antara Kementan dan Bulog diatas jelas membingungkan masyarakat.

Bagaimana mungkin dua lembaga berskala nasional sekelas Kementrian Pertanian dan Bulog bisa berbeda data soal jumlah stok beras nasional.

Sengkarut soal data beras nasional antara Kementan dan Bulog inilah yang kemudian menjadikan kebijakan impor beras oleh pemerintah menjadi dipertanyakan oleh banyak kalangan.

Lalu data manakah yang benar?

Apakah benar Indonesia dalam tiga tahun terakhir ini sudah mencapai swasembada beras nasional?

Kalau iya, swasembada itu kan berarti surplus alias berlebih?

Terus kemanakah surplus beras nasional yang selama ini diklaim oleh pemerintah?

Kalau memang selama ini beras kita surplus, mengapa kemudian Bulog menyampaikan bahwa stok beras nasional kita menipis sehingga diputuskan harus segera impor beras dari luar negeri?

Lalu apa artinya penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI) yang diberikan kepada Indonesia pada tanggal 14 Agustus 2022 yang lalu? 

Konon kabarnya, penghargaan yang diberikan IRRI kepada Indonesia tersebut karena IRRI menilai Indonesia telah berhasil menerapkan swasembada pangan dan sistem pertanian yang tangguh.

Ah, melihat fakta bahwa pemerintah saat ini sedang melakukan kebijakan impor beras sebanyak 500 ribu ton dan membaca deretan pertanyaan-pertanyaan diatas membuat saya menjadi bingung, hehe

Sekian dari Jambi untuk Kompasiana. Salam!

Pematang Gadung, 30 Desember 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun