Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tidak Ada Maling yang Suka Ahok

18 November 2019   05:24 Diperbarui: 18 November 2019   05:44 5084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahok punya kualitas yang tidak dimiliki KPK, mampu bikin gentar tikus-tikus berdasi - Foto: Kompas.com

Nama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok, yang kini ingin disebut BTP saja) tidak pernah ditakuti oleh mereka yang beragama. Ia hanya ditakuti mereka yang sekadar menjual agama, yang hanya untuk membenarkan mental-mental senista mencuri uang negara bertamengkan agama.

Sejujurnya, itulah kalimat yang berkelebat di pikiran saya beberapa hari ini, ketika nama mantan gubernur Jakarta ini kembali meramaikan media. Bukan karena ia kembali banyak bicara, melainkan karena ada saja orang-orang yang merasa pantas bersuara, hanya untuk menyuarakan ketidakpantasan BTP untuk tetap mengabdi kepada negara. 

Padahal jika ditilik lebih jauh siapa saja yang bersuara dan menyuarakan penolakan itu, hampir bisa dipastikan adalah figur-figur yang gagal, yang terlalu haus perhatian. Beberapa di antaranya justru adalah figur-figur yang tidak mampu melakukan apa-apa ketika mereka mendapatkan kesempatan mengabdi kepada negara.

Silakan lihat Rizal Ramli. Sosok yang pernah menjadi menteri ini memang terkenal dengan pikiran-pikiran kritisnya, namun ketika ia diminta untuk bekerja, orang justru lebih terkenang dengan mulutnya saja alih-alih apa yang bisa dikerjakannya. 

Mungkin sebagian orang juga akan mengingat Ahok karena mulutnya yang dinilai ceplas ceplos, kasar, dan sejenisnya. Namun, mereka yang memusuhinya pun sepakat bahwa yang menjadi sasaran mulut Ahok adalah penjahat dan pencuri yang selama ini dikenal sebagai tikus-tikus berdasi.

Tentu saja, tikus-tikus berdasi itu masih menjadi cerita yang belum hilang hingga hari ini. Sebab, selayaknya tikus, kemampuannya berkembang biak jauh lebih besar daripada predator yang semestinya--dalam rantai makanan--memangsa tikus-tikus ini. 

Ya, Indonesia punya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebuah lembaga yang semakin ke sini semakin terlihat sebagai lembaga keramat, yang tidak boleh dikritik, dan tidak boleh diawasi siapa-siapa. 

Alhasil, lembaga seperti KPK lebih sering bergenit-genit di media dengan operasi tangkap tangan (OTT), namun tidak ada bukti kuat bahwa para koruptor benar-benar takut terhadap mereka, dan berpikir seribu kali untuk korupsi.

Jadilah akhirnya, ada dan tiadanya KPK semakin ke sini semakin terasa sama saja. Tidak mengubah keadaan, dan tidak mengurangi minat tikus-tikus berdasi untuk tetap menggerogoti negara ini. 

Sementara KPK tetap mendapatkan gaji dan berbagai tunjangan dari negara, dan negara harus terus-menerus menjatahkan anggaran untuk mereka, namun hasil kerja mereka dengan para koruptor pun akhirnya sama saja; cuma menguras kas negara!

Seorang Ahok memang tidak sekeramat KPK. Ia pun tidaklah mendapatkan pembelaan sederas didapatkan oleh lembaga antirasuah itu. Namun kehadiran Ahok di balai kota Jakarta, pernah bikin banyak koruptor gentar. Ini yang belum didapatkan KPK, karena bisa dipastikan tidak ada koruptor yang gentar mendengar nama lembaga ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun