Untuk memahami relevansi hermeneutik, kita perlu melihat masalah asli yang dihadapi teori dan praktik akuntansi masa kini — baik dalam dunia akademik maupun dunia nyata.
1. Krisis Etika dan Kepercayaan Publik
Banyak skandal keuangan besar, dari Enron, WorldCom, hingga Wirecard, memperlihatkan bahwa akuntansi sering gagal menjadi alat moral. Laporan keuangan digunakan untuk menutupi kebenaran, bukan mengungkapnya.
Masalah ini bukan semata teknis, melainkan moral dan filosofis. Hermeneutik Dilthey membantu menjawabnya dengan menekankan pemahaman terhadap makna dan nilai. Akuntansi harus kembali menjadi media kebenaran sosial, bukan sekadar alat legitimasi ekonomi.
2. Dehumanisasi di Era Digital
Otomatisasi akuntansi melalui AI, big data, dan blockchain memang meningkatkan efisiensi, tapi sekaligus menciptakan jarak antara manusia dan makna. Data menjadi pusat, sementara manusia menjadi pelengkap.
Hermeneutika mengingatkan bahwa teknologi hanyalah sarana; makna tetap harus ditentukan oleh manusia. Akuntansi yang kehilangan empati akan kehilangan moralitas. Karena itu, akuntansi digital pun perlu dilandasi pemahaman hermeneutik — agar keputusan tetap berakar pada nilai, bukan sekadar algoritma.
3. Keterasingan Profesi Akuntan
Banyak akuntan modern mengalami tekanan etis dan psikologis karena tuntutan efisiensi dan target laba. Mereka sering terjebak dalam rutinitas tanpa memahami makna sosial dari pekerjaannya.
Hermeneutik bisa menjadi jalan untuk mengembalikan kesadaran eksistensial profesi akuntan. Seorang akuntan bukan sekadar penghitung, tetapi penafsir kehidupan ekonomi — penjaga kebenaran dalam sistem keuangan masyarakat.