Di tengah hiruk pikuk persiapan belajar, ada satu momen sunyi namun penuh makna yang rutin mewarnai pagi di SMPN 2 Delanggu. Setelah Apel Pagi selesai dilaksanakan, alunan melodi indah nama-nama Allah SWT, atau yang kita kenal sebagai Asmaul Husna, menggema dari halaman hingga ke setiap sudut sekolah. Pembiasaan ini, yang telah menjadi denyut nadi kegiatan harian, bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan sebuah strategi jitu untuk menanamkan karakter luhur pada generasi muda.
Fondasi Spiritual Sebelum Menjelajahi Ilmu
Rutinitas membaca Asmaul Husna (99 Nama Allah yang Agung) secara bersama-sama ini ditempatkan secara strategis sebelum lonceng pembelajaran berdering. Langkah ini memiliki filosofi yang mendalam: mempersiapkan jiwa sebelum mengisi akal.
Dalam hiruk pikuk kehidupan serba cepat, seringkali fokus utama hanya tertuju pada pencapaian kognitif. Namun, SMPN 2 Delanggu menyadari bahwa pendidikan sejati haruslah seimbang antara kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Dengan membaca Asmaul Husna, para siswa diajak untuk sejenak menenangkan hati, merenungkan kebesaran Sang Pencipta, dan menyerap energi positif dari setiap makna nama-Nya.
Bayangkan, ratusan siswa dan guru duduk bersama, melafalkan makna seperti Ar-Rahman (Maha Pengasih), Al-Malik (Maha Merajai), atau Al-Quddus (Maha Suci). Ini bukan sekadar hafalan, melainkan sebuah indoktrinasi positif tentang sifat-sifat mulia yang seyogianya mereka teladani dalam interaksi sehari-hari.
Bagaimana Pembiasaan Ini Membentuk Karakter?
Pembiasaan ini berdampak signifikan pada pembentukan karakter siswa, menyentuh berbagai aspek:
1. Penanaman Nilai Etika dan Moral
Setiap nama dalam Asmaul Husna adalah representasi dari nilai-nilai universal yang baik.