Mohon tunggu...
Budi Wahyono
Budi Wahyono Mohon Tunggu... Budi Wahyono

Hai! Selamat datang di Jendela Ilmu—tempat di mana kamu bisa melihat serunya kegiatan dan cerita inspiratif seputar dunia Pendidikan dan kehidupan sehari-hari. Di sini kami berbagi info terkini, dokumentasi acara, prestasi keren dunia pendidikan, sampai momen-momen unik di balik layar Pendidikan dan keseharian. Ditulis langsung oleh tim kreatif kami yang semangatnya selalu ON! Jika ingin tidak ketinggalan informasi, ikuti kami yukz.... Buka jendelanya, dan nikmati cerita seru dari dunia sekolah kami! 📌 Follow terus ya, biar nggak ketinggalan kabar terbaru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

SENGOJO NYENGGOL: Membangun Kembali Jati Diri Jawa di Era Digital

26 Juli 2025   21:43 Diperbarui: 26 Juli 2025   21:43 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelaksanaan Inovasi SENGOJO NYENGGOL (foto: doc/SMPN 2 Delanggu)

Di tengah hiruk pikuk globalisasi yang kian mengikis identitas lokal, bahasa dan budaya Jawa menghadapi tantangan serius. Penggunaan bahasa Jawa di kalangan generasi muda terus menurun, tergeser oleh dominasi bahasa Indonesia dan bahasa asing. Ini bukan sekadar masalah komunikasi, tapi ancaman nyata bagi keberlangsungan identitas bangsa. Lalu, bagaimana kita bisa mengembalikan gairah dan kebanggaan pada warisan luhur ini? Jawabannya mungkin ada pada inovasi sederhana namun berdampak besar: program SENGOJO NYENGGOL, atau "Sedino Nganggo Boso Jowo, Nyeluk, Nglaras, Golek, Lelaku Budoyo Jowo".

Ketika Bahasa Ibu Terpinggirkan: Peran SENGOJO NYENGGOL

Kita tidak bisa memungkiri bahwa di Surakarta dan sekitarnya, banyak anak muda yang lebih nyaman berbahasa Indonesia, lebih akrab dengan bahasa gaul, istilah-istilah dari media sosial, atau bahkan bahasa asing yang mereka pelajari di sekolah. Anggapan bahwa bahasa Jawa itu kuno atau membosankan kian populer. Padahal, bahasa Jawa adalah kunci untuk memahami kekayaan budaya, filosofi, dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.

Di sinilah SENGOJO NYENGGOL hadir sebagai solusi. Program ini tidak sekadar mendorong penggunaan bahasa Jawa, tapi juga bertujuan mengembalikan bahasa Jawa sebagai bagian integral dari komunikasi sehari-hari siswa. Dengan menetapkan satu hari khusus di sekolah untuk berkomunikasi penuh dalam bahasa Jawa, program ini secara langsung mengatasi masalah ketergantungan pada bahasa Indonesia dan bahasa asing yang menggeser bahasa daerah. Ini adalah upaya konkret untuk menjaga agar bahasa daerah tetap digunakan dan tidak hilang seiring berjalannya waktu. 

Inovasi SENGOJO NYENGGOL pada saat Apel Pagi  (foto: doc/SMPN 2 Delanggu)
Inovasi SENGOJO NYENGGOL pada saat Apel Pagi  (foto: doc/SMPN 2 Delanggu)

Memutus Rantai Kebosanan: Inovasi Pembelajaran yang Menarik

Salah satu keluhan utama tentang pembelajaran bahasa dan budaya Jawa adalah sifatnya yang monoton dan tidak menarik. Buku teks yang kering atau metode pengajaran yang kaku sering membuat siswa enggan mendalaminya. SENGOJO NYENGGOL mencoba memutus rantai kebosanan ini dengan pendekatan yang kreatif dan menyenangkan.

Bayangkan, di hari SENGOJO NYENGGOL, siswa tidak hanya diajak berbahasa Jawa di kelas, tapi juga di kantin, di halaman sekolah, bahkan saat berinteraksi dengan guru dan staf sekolah. Ini adalah bentuk penyederhanaan pembelajaran budaya lokal yang membosankan menjadi pengalaman yang relevan dan menyentuh emosi siswa. Pembelajaran tidak lagi terbatas di ruang kelas, tetapi meresap ke dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari di sekolah, menjadikan bahasa Jawa bagian dari interaksi sosial yang dinamis dan alami.

Membangun Karakter dengan Pondasi Nilai Jawa 

Selain revitalisasi bahasa, program ini juga berfokus pada penguatan karakter siswa melalui nilai-nilai budaya Jawa. Budaya Jawa kaya akan ajaran moral seperti gotong royong, hormat kepada sesama, andhap asor (rendah hati), dan kebijaksanaan. Di tengah tantangan moralitas yang disebabkan oleh perkembangan teknologi dan budaya asing, nilai-nilai ini sangat penting untuk ditanamkan.

Melalui SENGOJO NYENGGOL, siswa tidak hanya belajar kosakata atau tata bahasa, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai tersebut secara praktis. Ketika mereka harus menggunakan bahasa Jawa dengan tingkat kesopanan yang berbeda (ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, krama alus) sesuai dengan lawan bicara, mereka secara tidak langsung belajar tata krama dan sikap hormat. Ini adalah cara efektif untuk membentuk karakter siswa dengan menanamkan nilai-nilai budaya Jawa dalam kegiatan sehari-hari mereka.

Mengajak Semua Berperan: Dari Siswa Hingga Guru 

Salah satu tantangan terbesar dalam pelestarian budaya adalah kurangnya keterlibatan aktif siswa. Mereka sering menjadi objek, bukan subjek pelestarian. SENGOJO NYENGGOL dirancang untuk mengubah paradigma ini. Dengan program ini, siswa menjadi subjek aktif yang "dipaksa" dan diajak untuk menggunakan bahasa Jawa, bahkan jika awalnya terasa canggung. Ini menciptakan ruang yang lebih inklusif, di mana siswa dapat berperan langsung dalam melestarikan budaya mereka melalui pengalaman praktis.

Namun, keberhasilan program ini juga sangat bergantung pada partisipasi guru. Banyak guru mungkin belum terbiasa atau belum dilatih untuk mengajarkan bahasa dan budaya Jawa dengan cara yang efektif dan menarik. Oleh karena itu, pelatihan dan dukungan bagi guru menjadi krusial. Guru harus menjadi teladan dan fasilitator yang antusias dalam program SENGOJO NYENGGOL, menunjukkan bahwa bahasa Jawa itu hidup, relevan, dan menyenangkan.

SENGOJO NYENGGOL bukan sekadar program sekolah biasa; ini adalah gerakan untuk membangun kembali jati diri Jawa di tengah arus globalisasi. Dengan secara sengaja "menyinggung" (nyenggol) siswa untuk menggunakan bahasa Jawa dalam keseharian, program ini diharapkan dapat menumbuhkan kecintaan, kebanggaan, dan kesadaran akan pentingnya melestarikan warisan budaya yang tak ternilai ini. (Tim Kreatif Esperode)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun