Mohon tunggu...
Slamet Arsa Wijaya
Slamet Arsa Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Tak neko-neko dan semangat. Sangat menyukai puisi dan karya sastra lainnya. Kegiatan lain membaca dan menulis, nonton wayang kulit, main gamelan dan menyukai tembang-tembang tradisi, khususnya tembang Jawa.

Sedang berlatih mengaplikasikan kebenaran yang benar, ingin lepas juga dari ketergantungan kamuflase dan kecantikan berlipstik yang mendominasi di lingkungan kita. Sisi lainnya, ingin jadi diri sendiri dan wajib mencintai tanah air sepenuh hati dan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Noda Hitam di Secangkir Kopi Putih

17 November 2020   22:31 Diperbarui: 17 November 2020   22:47 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nung, maksudnya benar tidak ada owok lain selain aku kan?. Ya sudah cukup deh, kasus kecil menjadi panjang ceritanya. Bosan tahu kalau didengar orang, ribut mulu. Kalau kenari yang bernyanyi banyak yang suka, kalau Salinawati banyak yang eneg tahu kecuali aku, haha."

"Ndabrul, bilang aja dikau yang enegh kalau aku nyerocos terus kan?"

"Lha itu tahu?"

"Nang yang sukanya mau tau aja! Eh maaf, ntar panjang lagi deh. Maksudnya tahu tapi Nang yang seolah nggak tahu," Nung meralat.

Mereka saling diam tak ada chatingan untuk beberapa menit. Seperti awalnya Nunung sesuai pengakuannya sedang chatingan sama ibunya. Sedangkan bagi Dewanto sengaja ingin kontrol, meski sudah tunangan kalau tidak diawasi dikiranya tidak perhatian. Kepercayaan berarti bukan lepas pengawasan.

Dalam catatan hati Dewanto, tunangannya itu sudah dua kali diduganya melakukan kebohongan. Bikin alasannya tidak rapi sehingga mengganjal di hatinya. Pertama, saat awal bulan, ia pergi sendiri ke suatu tempat hingga diperhitungan Dewanto sekitar 5 jam. Padahal biasa saat ke tempat yang sama dengan urusan yang sama cuma sekitar dua jam.

Dewanto sudah  protes katanya saat itu ada pengajian, sehingga waktunya lebih lama. Kemudian saat ditanyakan kenapa sendirian perginya, padahal biasanya sama teman kosnya. Jawabnya, motor ada gangguan di setang sehingga kalau berdua bisa bahaya. Dewanto maklum, karena alasannya masuk akal.

Tetapi yang membuat ia kaget dengan ada unsur miskebenaran, di esok harinya saat ditanya apa saja kegiatan hari itu, ia bilang habis dari supermarket beli logistik bulanan dengan motor yang sama dan boncengan. Mungkin motor sudah di servis, alhamdulillah calon istrinya selamat, Dewanto positif thinking. 

Catatan ganjil lainnya, dua minggu sebelumnya pamit beli sembako, ternyata sejak pamit dihitung juga lebih lima jam, jawabnya lebih tidak memuaskan lagi. Katanya karena bolak-balik ke bank akibat ATM-nya tertelan. Haahhh tertelan, begitu hati Dewanto heran. Pin yang sudah dihafal luar kepala tiba-tiba sampai tiga kali lupa mencet pin sehingga tertelan. Ah, mau protes dikira posesif. Tapi tak diprotes ada yang mengganjal di hatinya.

***

 Limit waktu untuk calon istrinya itu jauh darinya sebatas sampai ijab kabul saja. Bila sudah nikah, berarti habis waktunya untuk kemana-mana berlenggang sendirian. Sekarang Salina masih diijinkan melanjutkan tugasnya. Sesuai perjanjiannya, ia ingin dibiarkan bekerja hingga bisa pindah di kantor cabang yang ada di kotanya. Sebagai calon suami yang bijaksana Dewanto mempersilahkan saja, sepanjang bisa menjaga diri dan kepercayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun