Saat desa masih menjadi mutiara di dadaku
Nuansa kenduri adalah hawa yang menyenangkan
Berterang bulan riam-riam di rumpun bambu
Binar bintang kadang jatuh di ruang tamu
Terdengar merdu nyanian katak bermelodi jangkrik
Menanti bunga mekar di muka pintu
yakni sepincuk nasi berlauk rupa-rupa dari kenduri
Itulah bungkusan kebahagiaan yang dibagikan Tuhan
Lewat kemurahan tetangga berbagi di kemaraunya kesulitan
Tradisi selamatan yang ihklas demi doa terkabulkan dari tujuan
Di kasat mataku adalah sodakoh hadirkan senyum yang punah
Dari lapar berlipat, makan malam disantap saat jingga belum tiba
Malam begitu panjang, bersyukur perut bocah kelaparan
Terganjal nasi brekat, meski sepincuk dikeroyok begitu nikmat
Berkuah air mata orang tua yang melakoni masa-masa papa
Sawah sering cepat kehilangan mata air hujan, dan berganti
mengalir air mata, lihat buah hati kurang pakan dililit paceklik  Â
Â
Setelah kota di dada dan desa di punggung
Menguaplah tradisi-tradisi nan arif itu
Dan terlihat di depan mata rona-rona modernisasi
Namun kejenuhan melusuhkan jiwa
Saat mutiara itu tak lagi berbinar
Tapi terlanjur nuansa desa menjadi kenangan
Kenduri pun nyanyian kerinduan
****
Cilacap, 19/10/2020
#esawe.