Mohon tunggu...
Wira Sumantri
Wira Sumantri Mohon Tunggu... -

Pemerhati yang tak pakai hati. Peneliti yang tak teliti.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Olah Karakter dalam Seni Teater

26 Desember 2017   05:46 Diperbarui: 26 Desember 2017   08:03 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suarasasindo.wordpress.com

Seniman itu kritis. Kalau mereka melihat ada yang janggal terkait lingkungan sekitar, itu akan menjadi titik sasaran kritik mereka. Para seniman tersebut tidak hanya sekadar mengomentari secara lisan, tapi juga ditampilkan dalam bentuk pementasan.

Tidak banyak anak muda sebaya saya yang ikut di dalam teater. Tetapi juga tidak bisa dibilang sedikit. Kata orang, ikut teater itu enggakeren, enggakekinian, generasi sekarang mana doyan ikut teater. 

Beda dengan kegiatan lain yang lebih modern seperti misalnya fotografi, traveling, dan lain-lain. Tetapi saya tidak mengindahkan cibiran tersebut. Itu salah besar!

Di teater, saya banyak belajar bagaimana menjadi diri sendiri. Saya belajar bagaimana melihat secara kritis lingkungan di sekitar dan menyampaikan pikiran. 

Tapi juga tetap memberi solusi baik langsung maupun tidak langsung. Dalam sebuah pementasan, kritik adalah hal wajib yang ingin disampaikan. Dikemas sedemikian rupa terkait masalah sosial, politik, budaya, dan lain-lain

Selain kuliah dan organisasi, ikut teater merupakan salah satu aktivitas yang saya gemari. Seiring berjalannya waktu, dan saya sudah mulai terbiasa dengan berbagai kegiatan. Saya kadang lupa diri, kalau kesehatan saya juga terkuras. 

Seharian berkerja keras membuat badan saya lemas. Saya kerap tidak peduli dengan tubuh sendiri. Cuaca yang tidak menentu juga membuat kondisi saya menjadi kurang prima. Kegiatan teater yang biasanya diadakan sore hari, kadang membuat saya selalu pulang malam. 

Masuk angin merupakan teman akrab saya sehabis seharian di jalan. Malamnya saya meninta ibu untuk mengurut saya dengan minyak tradisional.

Semenjak itu, saya membekali diri dengan minyak angin yang saya beli di toko. Saya pakai minyak tersebut, tapi hangatnya hanya bertahan sesaat. 

Lain lagi saat bertemu dengan seseorang, saya kurang percaya diri karena aromanya yang begitu menyengat. Sampai-sampai ditertawai oleh teman-teman saya. 

Memang, saya kurang jeli memilih produk, dan sekadar comot tanpa melihat kelebihan merk tersebut. Teman saya pun menawarkan minyak Kayu Putih Aroma, CapLang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun