Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Awal Berbeda, Berakhir Sama, Sesuai Ijtima

11 April 2024   07:02 Diperbarui: 11 April 2024   07:07 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Setiap niat dan langkah yang benar dan baik sesuai aturan dan ketentuan, untuk berbagai tujuan hidup di dunia dan akhirat, pasti hasilnya akan benar dan baik, tidak mencipta dosa, masalah, dan konflik.

(Supartono JW.11042024)

Fitrah manusia, di antaranya adalah menghargai berbeda dalam perbedaan. Oleh karena itu, menghormati perbedaan adalah juga kembali ke fitrah kita. Perbedaan adalah kenicayaan. Perbedaan adalah hukum Allah. Perbedaan itu untuk kelestarian hidup manusia. Perbedaan itu juga ditujukan agar manusia berlomba-lomba dalam mencapai kebaikan.

Karenanya, mengawali 1 Syawal, Idulfitri 1445 Hijriah, saya potret kisah "Awal Berbeda, Berakhir Sama, Sesuai Ijtima". 

Pasalnya, meski dalam memulai puasa berbeda tanggal dan hari, karena metode perhitungan yang berbeda, Umat Islam dari kalangan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), ternyata serempak menyambut Hari Raya Idulfitri, 1 Syawal 1445 Hijriah pada Rabu, 10 April 2024. Yah, berbeda mengawali, tetapi bersama mengakhiri.

Kalender Qomariyah


Ibadah Ramadan khususnya tahun ini, tercatat dalam sejarah, sebagian Umat Islam Indonesia memulai puasa pada 11 Maret 2024 dan sebagian lagi, memulai puasa pada 12 Maret 2024.

Kendati memulai puasa berbeda, Kementerian Agama dalam Sidang Isbat pada Selasa (9/4/2024), ternyata menentukan 1 Syawal lebaran Idulfitri 1445 Hijriah, sama dengan yang sudah ditentukan oleh Muhammadiyah. Setelah syarat minimal hilal di kriteria Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) terpenuhi.

Kriteria MABIMS menyebut Idulfitri sudah datang bila tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi atau jarak sudut Bulan-Matahari minimal 6,4 derajat.

Sejatinya, Umat Islam menggunakan kalender Qomariyah dalam menentukan datangnya hari baru. Kalender tersebut dihitung berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi yaitu selama 29 hari 8 jam dan 43 menit. 

Namun, meski sama-sama menggunakan kalender Qomariyah, terdapat perbedaan metode hitung untuk beberapa kelompok, terutama organisasi masyarakat (ormas) Islam terbesar di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah.

Hisab dan rukyat

Muhammadiyah menggunakan metode hisab dalam penentuan 1 Syawal. Sementara, Umat NU menggunakan metode rukyat.

Mengutip situs resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI), rukyat artinya 'melihat'. Sementara dalam konteks penentuan awal bulan Hijriah, rukyat artinya melihat hilal atau bulan baru di ufuk, baik menggunakan mata kepala secara langsung atau menggunakan alat bantu seperti teropong.

Sesuai metode rukyat, hilal atau bulan baru harus benar-benar terlihat secara pasti. Hal ini untuk menentukan dan memastikan apakah kita sudah memasuki awal bulan Ramadan atau belum. 

Sementara hisab maknanya 'menghitung'. Dalam metode hisab, penentuan awal bulan Hijriah mengandalkan hitungan ilmu falak atau ilmu astronomi guna memastikan apakah hilal sudah wujud atau belum.

Oleh sebab itu, metode hisab, tidak perlu benar-benar melihat hilal secara langsung. Tetapi cukup dihitung saja dengan perhitungan matematis, astronomis. Bahkan, dengan metode hisab ini, penentuan awal bulan di tahun-tahun berikutnya sudah dapat ditentukan sejak sekarang.

Mengutip situs resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI), secara bahasa, rukyat artinya 'melihat'. Sementara dalam konteks penentuan awal bulan Hijriah, rukyat artinya melihat hilal atau bulan baru di ufuk baik menggunakan mata kepala secara langsung atau menggunakan alat bantu seperti teropong.

Jadi, dalam metode rukyat, hilal atau bulan baru harus benar-benar terlihat secara pasti. Hal ini untuk menentukan dan memastikan apakah kita sudah memasuki awal bulan Ramadhan atau belum. Biasanya rukyat hilal digelar melalui sidang isbat.

Sedangkan secara bahasa, metode hisab artinya 'menghitung'. Dalam metode hisab, penentuan awal bulan Hijriah mengandalkan hitungan ilmu falak atau ilmu astronomi guna memastikan apakah hilal sudah wujud atau belum.

Jadi, dalam metode hisab, tidak perlu benar-benar melihat hilal secara langsung. Metode hisab cukup dihitung saja dengan perhitungan matematis, astronomis. Bahkan, dengan metode hisab ini, penentuan awal bulan di tahun-tahun berikutnya sudah dapat ditentukan sejak sekarang.

Atas perbedaan tersebut, MUI
menyebut bahwa kedua metode tersebut sama-sama berasal dari ijtihad ulama. Keduanya tidak ada  yang salah, sebab sebagai bagian dari ijtihad.

Sesuai sabda Nabi Muhammad SAW, ketika seorang mujtahid benar, maka dia mendapat dua pahala, akan tetapi jika keliru, dia tetap mendapatkan satu pahala.

Karena perbedaan metode hisab dan rukyat, MUI pun mengeluarkan Fatwa Nomor 2 tahun 2004 tentang penetapan awal Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah, yang menyatakan: Penetapan awal bulan berdasarkan metode hisab dan rukyat oleh Pemerintah RI melalui Menteri Agama dan berlaku secara nasional.

Seluruh Umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah. Fatwa  juga mengatur, dalam menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan MUI, ormas-ormas Islam dan instansi terkait.

Pijakan 

Metode hisab dan rukyat memang berbeda. Faktanya, mengakibatkan awal Ramadan di Indonesia berbeda hari. Tetapi, hisab dan rukyat yang berbeda pun, menghasilkan hal yang sama, yaitu 1 Syawal 1445 Hijriah.

Lalu, apa pelajaran yang dapat dipetik? Meski setiap manusia memiliki cara dan langkah yang berbeda dalam menempuh perikehidupan di dunia mau pun untuk akhirat, namun saat niat dan tujuannya benar dan baik, maka akan sampai pada titik yang dituju dengan benar dan baik pula, dan selamat.

Apakah untuk menuju suatu titik itu dilakukan dengan start, memulai langkah yang sama atau berbeda. Lalu, sampai pada titik tujuan pun, tiba di waktu yang sama atau waktu yang berbeda. Intinya, melangkah di jalan yang sama-sama benar dan baik, maka sampai tujuan pun akan tiba dengan cara yang benar dan baik pula. 

Awal yang berbeda dan akhir yang sama karena dasar perhitungan yang berbeda, pada akhirnya tetap dapat diterima oleh seluruh Umat Muslim Indonesia. 

Dari pelajaran ini, dalam kasus politik, khususnya Pilpres 2024, sebab langkah yang berbeda. Ada taktik dan intrik yang keluar dari etika dan moral. Ada yang dengan cara yang benar sesuai peraturan, ada yang dengan cara salah. Ada yang dengan cara baik sesuai etika dan moral. Ada yang langkahnya buruk, licik, maka hasil akhirnya berujung konflik.

Dalam berbagai lini kehidupan manusia, baik untuk tujuan di dunia atau akhirat, maka bila niat dan langkahnya sesuai dengan aturan Allah, maka, pasti akan mendapat rida, rahmat, berkah, hingga ampunan dosa. Aturan yang dibuat oleh manusia di semua hal terkait kehidupan dunia yang benar dan baik, tentu mengikuti ajaran agama dan ketentuan Allah, maka manusia yang niat dan langkahnya menyimpang dari aturan manusia, pasti menyimpang dari hukum Allah.

Semoga, setelah Idulfitri tiba, saya dan kita semua, terus belajar menjadi manusia yang taat kepada aturan Allah, aturan manusia. Setiap niat dan langkah yang benar dan baik sesuai aturan dan ketentuan untuk berbagai tujuan hidup di dunia dan akhirat, pasti hasilnya akan benar dan baik, tidak mencipta dosa, masalah dan konflik. Jadikan refleksi, awal berbeda, berakhir sama, meski dengan metode yang berbeda. Tetapi metode yang sama-sama disepakati, diketahui, sesuai ijtima. 

Ijtima berasal dari kata "ijma" yang berarti konsensus. Dan "Ijtima" artinya berkumpul. Secara etimologis, kata Ijtima dalam bahasa Arab adalah ijtima'a atau yajtami'u atau ijtimaa'an yang artinya berkumpul, bertemu, bersidang, bersatu atau bergabung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun