Menurut Senior Executive Vice President Bisnis dan Pelayanan Pelanggan PLN Yuddy Setyo, pihaknya melakukan penghitungan tagihan rekening bulan April dan Mei dengan menggunakan rata-rata penggunaan selama tiga bulan terakhir.Â
Dengan demikian, tagihan rekening April atau penggunaan Maret, dihitung dengan rata-rata penggunaan Desember 2019 hingga Februari 2020. Pada tiga bulan tersebut konsumsi listrik seharusnya masih belum mengalami kenaikan, sebab aturan mengenai kerja dari rumah atau work from home (WFH) belum berlaku.
Sementara pada bulan Maret, seiring dengan diterapkannya WFH, Yuddy mengatakan konsumsi listrik masyarakat mulai meningkat. Karena itu mengakibatkan adanya perbedaan antara tagihan rata-rata dengan tagihan sebenarnya pada penggunaan Maret atau rekening April.Â
Misal saja, pada bulan Desember 2019-Februari 2020 rata-rata tagihan listrik pelanggan sebesar Rp 1 juta, dengan demikian tagihan listrik rekening April akan dipatok menjadi Rp 1 juta.
Namun, dengan adanya peningkatan konsumsi listrik, tagihan yang seharusnya dibayarkan dan tercatat di kWh meter pelanggan adalah sebesar Rp 1,4 juta. Maka, kekurangan bayar sebesar Rp 400.000 tersebut dimasukan ke dalam tagihan rekening Juni.Â
"Pada bulan Juni mulai dicatat sesungguhnya, maka di bulan Juni sudah naik. Lalu WFH terjadi kenaikan, ditambah lagi ada kwh yang belum dicatat, belum dibayar pada bulan April dan Mei ditumpukan ke bulan Juni. Ini yang menyebabkan lonjakan tagihan listrik," tutur Yuddy dalam sebuah diskusi virtual, Senin (8/6/2020).
Atas penjelasan ini, faktanya ada pelanggan yang tagihan kantornya membengkak signifikan, padahal kantornya tutup selama dua atau tiga bulan sejak hadirnya corona. Mengapa tagihan listriknya justru malah naik lebih dari 100 persen?
Kendati Yuddy mengatakan, bagi pelanggan yang tidak percaya konsumsi listriknya mengalami peningkatan, pihaknya siap memberikan data pencatatan konsumsi yang telah dilakukan.
Bagi pelanggan yang ingin mengetahui data konsumsi listrik bulanannya, dapat menghubungi contact center yakni 123 dan posko pengaduan PLN. Selain itu, data konsumsi listrik juga dapat diakses melalui website pln.co.id dan aplikasi resmi PLN. Tetap saja, ini bukan jawaban yang bijak.
Seharusnya, PLN tidak membuat blunder dengan meminta pelanggan mengadu atas pelayanan dan tagihan seperti ini. PLN sewajibnya sudah dapat memprediksi, bila tagihan Juni bengkak, pasti akan ada kisruh di masyarakat.Â
Apakah tidak ada orang-orang di PLN yang memikirkan hal ini sebelumnya? Meski pada akhirnya, data pelanggan sesuai kWh benar, dan tagihan memang seperti yang ditagih pada bulan Juni, cara yang dilakukan PLN ini tetap saja tidak elegan.