Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rakyat Dambakan Keputusan di Waktu dan Tempat yang Tepat!

27 Mei 2020   21:23 Diperbarui: 27 Mei 2020   21:21 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Supartono JW

Selain masalah new normal yang digelindingkan oleh Presiden Jokowi dan dimentahkan Oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD yang memastikan bahwa new normal masih sekadar wacana, jelas membingungkan masyarakat. 

Selain itu Mahfud juga membikin masalah baru saat menyebut angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas dan penyakit diare lebih tinggi ketimbang angka kematian akibat Virus Corona dan meminta masyarakat tak terlalu risau dengan Covid-19, pasti akan menuai respon dari masyarakat, akhirnya terbukti. 

Dengan begitu, Mahfud semakin melengkapi menteri-menteri Jokowi yang gemar membikin blunder. Meski berdasarkan fakta dan data, angka kematian Virus Corona di Indonesia, sejak 1 Januari hingga akhir April 2020, rata-rata 17 kasus dalam sehari, Mahfud menyebut: "Sementara angka kecelakaan lalu lintas itu 9 kali lebih banyak dari Corona," kata Mahfud dalam sambutannya di acara Halal bi Halal IKA UNS yang disiarkan di kanal Youtube Universitas Sebelas Maret, Selasa (26/5). 

Karuan saja, wacana Jokowi dan pernyataan Mahfud itu langsung direspon oleh Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Irwan yang mengatakan rencana New Normal yang digulirkan Presiden Jokowi dan jajaran pasca pernyataan berdamai dengan Covid-19, merupakan bentuk kekalahan rezim pada corona. Irwan pun mengungkapkan bahwa: "New Normal bentuk kekalahan perang pemerintah lawan Covid-19," dilansir  dari CNN Indonesia,Selasa (26/5/2020). 

Hal tersebut sebagai respons atas aksi Presiden ketujuh RI tersebut yang meninjau kesiapan protokol New Normal di stasiun MRT di Jakarta, dan sebuah mal di Bekasi, Jawa Barat. 

Yang menarik, Irwan menyebutkan, filosofi 'New Normal' itu harus dipahami oleh pemerintah. Sebelum adanya pandemi Covid-19, itu yang dikatakan situasi normal. Termasuk di Indonesia itu situasi normalnya saat sebelum ditemukannya kasus positif Corona. 


Oleh karenanya, bila pemerintah mau menetapkan situasi New Normal, seharusnya rezim ini tegas dan fokus menurunkan angka penularan Covid-19 di Indonesia yang bertambah secara eksponensial setiap harinya, sampai kemudian melewati puncak dan kurvanya terus turun melandai mendekati situasi normal sebelum pandemi. 

Itulah filosofi New Normal. Jika situasinya masih seperti sekarang, maka Irwan menyebut, New Normal adalah bendera putih atau "menyerahnya" pemerintah. Menyerahnya pemerintah dengan menggelontorkan dan memasifkan sosialisasi wacana New Normal itu, pun ditandai dengan narasi Mahfud, yang membandingkan banyaknya korban penyakit lain atau musibah kecelakaan ketimbang korban Covid-19. 

Kok bisa sih, Mahfud sampai membandingkan seperti itu? Perbandingan Mahfud sungguh tak tepat dan terkesan meremehkan virus corona seperti para pembikin blunder sebelumnya. 

Bahkan atas pernyataan yang terkesan meremehkan corona itu, Irwan menyebut bahwa hal itu adalah pembodohan kepada masyarakat secara terang-terangan. Mengapa? 

Sebanyak-banyak korban kecelakaan belum pernah membuat Presiden mengeluarkan Perppu akibat jumlah korban kecelakaan yang lebih banyak dari corona. 

Lebih dari itu, hampir semua kebijakan pemerintah di saat pandemi corona itu tak tepat waktu. Terlebih menyoal kenaikan iuran BPJS, harga BBM  yang tak segera turun, relaksasi PSBB, dan New Normal. Sejatinya, mengusung new normal, bukanlah kebijakan yang salah, namun bila dilakukan dalam waktu dekat, jelas situasi, kondisi, dan waktunya tidak tepat. 

Terlepas masih banyaknya kontroversi menyoal corona yang hanya sekadar konspirasi, faktanya, di negara lain juga sudah ada yang melakukan fase new nornal, namun dengan catatan bahwa negara yang sudah menerapkan kebijakan new normal pandemi coronanya memiliki kecenderungan semua kurva covid-19 turun melandai. 

Sementara di Indonesia corona masih terus mendera. Seharusnya, penanganan corona oleh pemerintah yang sudah salah sejak awal dan melepas golden time waktu pencegahan yang cerdas dan cermat, kini pemerintah justru wajib bersabar dan wajib terus memperketat PSBB sampai kurva menurun dan kemudian memberlakukan New Normal. Ini bikin peraturan berbeda sendiri dengan negara lain, karena lebih mengutamakan new normal yang tak terukur. Bila nanti new normal diberlakukan, korban corona malah meningkat, bagaimana pertanggungjawabkan Jokowi dan pemerintah?

Sayang, segala bentuk kebijakan dan peraturan, yang diputuskan presiden dan pemerintah sejak awal periode kedua hingga pandemi corona ini, banyak yang tidak tepat dan salah tempat dan waktu. Bisa jadi, presiden dan pemerintah, berkolaborasi dengan parlemen, menganggap segala bentuk kebijakan dan keputusannya adalah tepat. 

Tetapi itu versi "mereka", bukan versi rakyat. Terbukti, gaung diksi presiden dan pemerintah tak tegas, kontraproduktif, kontradiksi, longgar, lebih membela ekonomi daripada nyawa, mencla-mencle, tak henti menggema di seantero nusantara. Ayo lah bersikap, membuat kebijakan, dan peraturan yang tepat, cermat, cerdas, di waktu dan tempat yang tepat! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun