Mohon tunggu...
Sjahrie Putra
Sjahrie Putra Mohon Tunggu... -

Salam damai...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Irasionalitas Pendukung Jokowi - Ahok

27 Juli 2012   09:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:33 1784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1343382189815033819

[caption id="attachment_203035" align="aligncenter" width="360" caption="Jokowi (Situs Republika)"][/caption] Menyimak perkembangan komentar atas tulisan saya di situs kompasiana.comyang bertajuk “‘Korupsi’ @TrioMacan2000 (1) Vs Ahok/Zhong Wan Xie (0)” (

‘Korupsi’ @TrioMacan2000 (1) Vs Ahok/Zhong Wan Xie (0)

)  menarik untuk diulas. Sebelum mengulas, saya mengucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pembaca atau komentator yang telah menyediakan waktu untuk membaca tulisan saya. Entah itu yang netral, memuji, menuding saya dibayar atau dicap sebagai pembela kubu tertentu, bahkan yang sifatnya hujatan.

Bagi saya cacian, makian, atau hinaan adalah sesuatu yang lumrah dan wajar. Mungkin saja, dilatari oleh sikap antipati yang kemudian membuahkan emosi. Sejauh yang saya tahu, emosi merupakan naluri instingtif manusia bila mendapati dirinya tengah dalam ancaman, keresahan, cinta yang terlalu berlebihan, sedih/kedukaan, kegembiraan atau amarah. Tentang definisi emosi, berbagai literatur dengan mudah bisa kita dapatkan dari berbagai studi keilmuan, terutama ilmu sosial, psikologi atau psikologi politik. Dimensi emosi dalam struktur kejiwaan seorang manusia merupakan unsur penting pembentukan karakter dan kejiwaan seseorang. Dengan kata lain, emosi bisa berdampak positif atau negatif, tergantung bagaimana mengelolanya.

Lantas bagaimana kedudukannya dengan rasio? Dimensi rasio juga memegang peran penting untuk mengamati, membaca sekaligus menilai fenomena, peristiwa, atau bisa juga sebaliknya. Yaitu mereproduksi fenomena, peristiwa yang kemudian bisa ditafsirkan/dinilai sesuai ukuran-ukuran/kaidah-kaidah keilmuan (falsifikasi/Karl Popper). Nah, di tengah-tengah dimensi emosi dan rasio itu, menurut saya ada satu unsur lagi yaitu etika yang juga hasil karya rasio/akal pikiran/akal-budi manusia. Etika inilah yang akan mengukur tindak-tanduk/perilaku/ucapan manusia itu benar-salah, baik-buruk, bertanggung-jawab atau tidak dst. Selain faktor lingkungan, kelahiran studi tentang etika juga dilatari oleh nilai-nilai transedental. Sebuah nilai yang berangkat dari kontemplasi (refleksi) seseorang terhadap peran/tugas/tanggung-jawabnya sebagai manusia di muka bumi dengan Tuhannya. Pengelolaan unsur etis ini juga dapat memengaruhi karakter sekaligus dimensi moral seseorang. Peranan perkembangan unsur etis dalam diri manusia juga dipengaruhi oleh pengelolaan emosi dan rasio seseorang agar bisa berdampak positif.

Melalui tiga perspektif (emosi, rasio, dan etika) itulah saya ingin mengulas sekaligus akan memberikan penilaian/kesimpulan di akhir tulisan. Sebelumnya, yang ingin saya ulas disini adalah komentar/tanggapan-tanggapan miring atas tulisan saya sebelumnya. Meski hal itu merupakan hak pembaca untuk membaca/menilai/memberikan komentar apapun terkait tulisan saya. Saya akan ulas satu-persatu.

Budi Santoso; “lha itu si @chiekosdad sudah menjelaskan soal berhentinya si ahok karena terkait UU pilkada waktu itu…memang harus non aktif kan??”

Tanggapan; saya agak sepakat dengan Herman Dali. Meski akun @chiekosdad dalam kultwitnya sudah menjelaskan, bagi saya belum bisa menjawab pertanyaan substansial saya. Yang ingin saya ulas adalah adakah situasi yang memaksa Ahok untuk melepaskan jabatannya di tengah jalan? Dan seberapa genting kondisinya hingga Ahok sangat terpaksa menanggalkan jabatannya?

Andika Luwi; “loh kok slogan kampanyenya “anti korupsi” sumpah baca ini jd bener2 muak saya sama AHOK..nyesel kemarin nyoblos dy. Cuihhhh.”

Tanggapan; Suka atau tidak, Ahok pernah mendapatkan penghargaan sebagai Tokoh Anti Korupsi dari unsur penyelenggara negara yang diberikan oleh Gerakan Tiga Pilar Kemitraan, yang terdiri dari Masyarakat Transparansi Indonesia, KADIN dan Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara, pada tanggal 1 Februari 2007. Soal pilihan itu adalah hak politik Anda. Apakah Anda menyesal atau tidak itu urusan Anda. Saya menyarankan, sebaiknya jangan menggunakan kata-kata yang agak kurang nyaman untuk diucapkan atau didengar telinga.

Jesica Melati; “Ahok menang juga krn dy di sandingkan dgn Pak Jokowi sj. Coba sama Alex Noerdin :p mana ada orang yg mau milih.”

Tanggapan; Saya juga tidak bisa membayangkan bila Ahok disandingkan dengan Alex Noerdin. Namun, kemenangan Jokowi-Ahok di putaran I Pilgub Jakarta adalah kenyataan politik.

Dendy; “AHOK harusnya SADAR DIRI,, sudah bagus ada rakyat yg mau milih dia,, malah AHOK sia-siakan suara rakyat… BASUKI alias AHOK tdk pantas untuk dipilih!!!”

Tanggapan; Soal sadar tidaknya Ahok itu sebaiknya langsung ditujukan kepada Ahok saja. Perihal kepantasan dipilih atau tidak, tergantung seberapa besar keyakinan pemilih (masyarakat Jakarta) terhadap Ahok.

Wawan Mulyawan; “AHOK bener-bener kayak penerusnya, mirip bgt sama Edi Tansil dan Artalyta Suryani, dari awal juga gue kagak percaya AHOK itu ANTI KORUPSI.”

Tanggapan; Soal keyakinan Anda terhadap Ahok, itu hak Anda. Akan tetapi, soal nama-nama koruptor kakap yang Anda tulis saya rasa agak sulit memautkannya dengan Ahok.

Andrew; Jawaban ahok soal tidak menyelesaikan jabatan:

1)(http://ahok.org/tentang-ahok/jawaban-atas-beberapa-pertanyaan-mengenai-ahok/),

2)Jawaban ahok soal pertambangan timah (kapal keruk vs kapal hisap) (http://ahok.org/berita/pemikiran/btp-ada-yang-takut-aku-jadi-gubernur/),

3)Jawaban soal pulau penyu atau pulau penanas (http://chirpstory.com/li/14408)

Tanggapan;

1)Mohon maaf kepada Andrew, dari link yang memuat ulasan tentang Ahok, saya tidak menemukan substansi masalah yang saya cari. Mengapa? Baiklah akan saya ulas disini; Dalam link tersebut Ahok mengungkapkan; “Tapi saya masuk ke politik karena punya niat untuk MELAWAN KESEMENA-MENAAN dan PENINDASAN! Ini artinya melawan hampir semua elit. Untuk itu, strategi yang defensif dan menunggu tidak akan beres. Jika saya tidak maju merangsek dan terus melawan ke atas, hari ini saya mungkin sudah sama seperti bupati-bupati lain karena secara tidak langsung saya sudah takut untuk kehilangan jabatan,”ulas Ahok. Berikutnya adalah seperti ini; “Saya melawan ke tingkat gubernur karena saya ada keinginan untuk membuat sistem pensiun (di Beltim saya hanya buat sistem asuransi karena sistem pensiun tidak bisa karena pasar di beltim tidak cukup luas). Tetapi cagub terkuat saat itu tidak setuju sementara si petahana yang tadinya saya dukung dan sudah setuju dengan ide saya malah dijatuhkan di tengah jalan,”ungkap Ahok. Last but not least; “Pertanyaan saya apakah ada politisi seperti saya yang siap melepas sesuatu jabatan tinggi yang sudah hampir pasti di tangan untuk sesuatu yang tidak jelas (bahkan menurut sebagian orang MUSTAHIL)? Silahkan nilai ambisi saya dan silahkan nilai apakah saya oportunis,”tegas Ahok. Gunakan nalar Anda untuk menilai pernyataan Ahok. Dari cuplikan statement Ahok tersebut, saya melihat tidak ada unsur kegentingan yang memaksa Ahok harus mengusung dirinya di pentas Pilgub Babel. Niatnya memang sangat mulia yaitu Melawan Penindasan!, mungkin juga gagasannya terkait sistem pensiun yang mau diterapkan. Akan tetapi seberapa besar mendesaknya penerapan sistem pensiun tersebut dengan kondisi/situasi di Beltim sendiri? Apakah kalau tidak ada sistem pensiun versi Ahok, Kab Beltim atau Prop. Babel akan bubar/tidak diakui? Apakah bila tidak ada sistem pensiun di Beltim, masyarakat Beltim akan jatuh miskin dan kelaparan? Apakah ada masalah, bila Ahok tetap bertahan sebagai Bupati Beltim dan mengendalikan syahwatnya untuk tidak berkompetisi di Pilgub Babel? Kalaupun Ahok terpilih sebagai Gub Babel kala itu apakah sistem pensiun yang digagas Ahok akan menjamin penduduk Babel sejahtera? Perihal diterima atau tidaknya sebuah gagasan bagi saya tergantung caranya saja, meski jangan pula menghalalkan segala cara. Catatan saya adalah ambisi itu sah, boleh dan wajar. Namun ambisius, juga tidak terlalu baik.

2)Link berikutnya saya juga tidak mendapati apa yang diulas oleh TM2000 terkait hilangnya pulau-pulau kecil akibat praktik illegal pertambangan pasir, kemudian peran Ahok sendiri sebagaimana yang dimaksud oleh TM2000 dalam kultwitnya. Mohon maaf bila saya salah dalam menafsirkan, setelah saya baca yang terdapat di link tersebut hanya penjelasan umum saja.


3)Soal link yang ketiga, saya ingin mengajukan pertanyaan kepada penulis kutlwit. Bila Ahok sudah mengetahui situasi/praktik pertambangan di Beltim adalah bandit semua, mengapa Ahok tidak fokus saja lebih dulu memberesi praktik illegal tambang? Faktanya, Ahok justru menanggalkan jabatannya di tengah jalan untuk mencalonkan diri sebagai Gub Babel. Kalaupun kewenangan menjadi Bupati dirasakan terbatas, mengapa Ahok tidak bersabar lebih dulu untuk kemudian mencalonkan diri sebagai Gub Babel? Akan lebih baik/elegan bila awalnya, Ahok memperjuangkan adiknya sendiri Basuri T Purnama sebagai Bupati Beltim. Baru kemudian Ahok akan berjuang di pentas Pilgub Babel.

Mohamad Sofiyudin ; “Perlu dibaca juga: http://t.co/izAwDPgZ dan http://t.co/rcuDzDHK.

Tanggapan; Lepas dari kontroversi atau motif TM2000 menulis kultwit, saya kira sulit mengukur relevansinya/derajat pertautan dengan topik/tulisan yang saya ulas. Saya tidak melihat ada pertautan logis antara apa dan siapa TM2000 dengan isi kultwitnya tentang Ahok.

Sudomo; “hahahaha, kerjaan timses bayaran foke hebat juga ya, sdh bisa merubah opini sebagian masyarakat, kasian deh masyarakat dki yg katanya pintar tp ternyata bodoh juga sampe bisa dikibulin sama tm2000 yg asal usulnya aja gak jelas, gimana kultwitnya bisa jelas juga. bagi yg akhirnyada pada percaya kultwitnya tm2000 coba anda cek skrg di favorite nya tm2000 msh ada gak kultwit soal keburukan foke? dah gak ada cuii, krn itu syarat kontrak dgn timses foke. sekarang mending kita liat aja prestasi siapa yg lebih banyak foke-nara atau jokowi-ahok, bagi gw mending ditipu org baru drpd ditipu 2 kali org yg sama, itu goblok namanya. kalo gak suka 2-2 nya yah mending golput aja, tp ntar kalo msh foke yg jadi gubernur dan dki gak bertambah baik jgn ngedumel ya krn anda yg golput atau memutuskan milih foke lah yg menyebabkan hal itu.”

Tanggapan; Terima kasih atas kritik Anda. Saya bukan timses Fauzi Bowo. Soal keyakinan saya, atau sebagian masyarakat yang percaya atau tidak kepada TM2000 itu hak saya dan hak saudara juga. Apakah TM2000 kontrak dengan timses Fauzi Bowo? Itu urusan TM2000. Saya menilai, komentar Anda jauh dari substansi masalah yang saya kemukakan dalam tulisan. Apakah nanti situasinya akan berbalik, dan Fauzi Bowo akan terpilih kembali, itu urusan pemilih..

Negosiator; “terus yg bener giman? Seorang Calon Wagub suruh klarifikasi gosip yg dikeluarkan oleh akun anonim? Dahlan Iskan juga digosipin ama macan. akan sangat lucu kalau seorang menteri memberikan klarifikasi atas isu abal² yg dilansir org gak jelas. ya gak level dong. yg logis² saja lah. coba simak TL @kurawa mengenai modus operandi si macan, akan semakin terbuka wawasan kita.”

Tanggapan; Ya saya mengetahui hal itu. Lucu atau tidak, yang jelas, kita bukan sedang menonton OVJ, atau ketoprak humor. Perihal klarifikasi atau tidak tentang gosip DI dari TM2000 itu hak DI untuk mengklarifikasi atau mengabaikan. Soal klarifikasi atau isu abal-abal, tiap-tiap orang berhak menafsirkan. Saya juga sudah mengikuti saran Anda yaitu membuka akun @kurawa, namun tidak (belum) juga menjawab pertanyaan (substansi) saya yang terdapat dalam tulisan saya sebelumnya. Apakah Anda bisa menjelaskan hubungan logis antara isi kultweet TM2000 tentang Ahok dengan modus operandi TM2000 yang dibuat @kurawa? Soal kebenaran atau tidak, itu hak Anda untuk menafsirkan dan memutuskan.

Andrew; “Kalo milih foke buta beneran. Tiap hari apa ngak liat keberhasilan yang diklaim foke?

Btw, kalo percaya tm2000 tentang ahok berarti percaya tm2000 soal foke donk?

http://chirpstory.com/li/7197

http://chirpstory.com/li/7161

http://chirpstory.com/li/6992

http://chirpstory.com/li/5317

http://chirpstory.com/li/13462/list?page=1

Tanggapan; Soal pilihan masyarakat yang memilih Fauzi Bowo atau tidak itu adalah hak politik tiap pemilih/warga Jakarta. Dan saya kira, masyarakat Jakarta sangat rasional dalam menentukan pilihan. Saya agak keberatan dengan pernyataan Anda, kalau ada warga Jakarta yang memilih Fauzi Bowo berlatar dari kalangan ‘buta’/tidak melek politik/tidak terdidik dst. Apakah keberhasilan Fauzi Bowo dalam pandangan Anda merupakan klaim sepihak? Itu hak Anda untuk menilai/menafsirkan.

Rou Ndeso; “Kalo emang ngga suka Ahok…. ngga usah milih!!!!!!!!!!! gitu aja repot amat sih? pake akun baru semua, di sini cuma mau misuh2 doank………………. sampah!!!!”

Tanggapan; Waduh, jangan begitulah bung. Soal like or dislike itu hak tiap orang, juga komentator yang membaca/menulis komentarnya. Begitupun soal pilihan politik. Saya kira, setiap tulisan adalah karya pikir seorang manusia. Bila Anda merasa punya talenta untuk menulis dalam rangka membalas/menanggapi tulisan saya, kenapa hanya berkomentar saja? Bukankah itu akan lebih baik? Saya hanya ingin melihat pasangan Jokowi-Ahok dari sisi yang lain saja (bukan dari mainstream bentukan timses/relawan/fans). Agar Anda juga bisa mendapat informasi alternatif tentang sosok yang Anda dukung.

Kuncoro Adi; Gila…..komentar disini dikuasai akun bodong antek-antek Foke… Jakarta Baru nggak bisa dibendung bung…

Tanggapan; Mohon maaf, saya tidak mengetahui siapa dan yang mana pendukung atau pembela Fauzi Bowo. Tetapi dari kecenderungan komentar, saya bisa menilai/mengidentifikasi pendukung setia Jokowi-Ahok. Soal gerakan/kampanye Jakarta Baru (JB) tak lagi bisa dibendung itu hak Anda untuk memberikan penilaian. Bagi saya, apa yang dituangkan dalam JB tidak ada sesuatu yang baru.

Zigo Alcapone; “Kalo saya mah yakin ntar abis pilkada dki, bakalan menghilang semua akun kloningan bayaran Foke,, lihat saja ntar,, Yang tersisa pendukung JOKOWI AHOK yang memang penghuni setia kompasiana,,,”

Tanggapan; Itu hak saudara menilai tulisan saya, juga hak komentator yang lain. Tetapi hak saya juga menjelaskan, bahwa saya bukan timses Fauzi Bowo. Apakah nantinya di situs kompasiana akan dipenuhi oleh pendukung setia Jokowi-Ahok saya tidak dapat memprediksikan. Kalau itu adalah kemauan pendukung Jokowi-Ahok untuk memenuhi tulisan yang edukatif di situs kompasiana, itu juga hak Anda. Dan saya kira semua penulis/pembaca situs ini memiliki hak yang sama.

Edsanto; kan saya dah bilang soal Ahok Takabur; (http://politik.kompasiana.com/2012/04/22/jokowi-ahok-takabur-dan-tidak-konsisten/)

Tanggapan; Perihal Ahok takabur/congkak/sombong itu adalah hak Anda untuk menafsirkan/menilai. Begitupun hak para pendukungnya untuk membela.

Dari sejumlah komentar diatas kesimpulan saya sebagai berikut;

1)Karakter pendukung Jokowi-Ahok sudah terlampau emosional dan gegabah. Tidak lagi hirau terhadap aspek etis/moral dan cenderung meremehkan orang lain

2)Tidak lagi bisa membedakan mana ulasan/analisis/informasi/konfirmasi/fitnah dan menganggap semua hal yang ingin melihat/membaca/menafsirkan/mengulas sisi lain tentang Jokowi-Ahok adalah SAMPAH!

3)Pendukung Jokowi-Ahok sepertinya agak sulit diajak berfikir secara logis/bernalar/rasional

4)Sangat mudah untuk menuding/melabeli siapapun yang memberi kritik/ulasan tentang sisi-sisi lain dari Jokowi-Ahok. Yang tercermin dari berbagai rupa bahasa yang tertulis. Bayaran, antek, akun kloningan, karena calonnya kalah, dst

Saya mohon maaf bila kesimpulan ini tidak berkenan di hati kalangan pendukung/pembela Jokowi-Ahok. Sekali lagi, yang ingin saya tegaskan, saya hanya ingin melihat sisi lain dari calon yang Anda dukung saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun