Selanjutnya sampai jaman maharaja Sri Kertawijaya 1447M-1451M, berdasarkan prasasti Waringin Pitu 1447M, kita kenal dua hakim agama Boddha dan 4 hakim Siwa.
Menunjukkan agama Siwa lebih dominan.
Karena itulah, para sejarawan memandang Majapahit berhaluan Siwa.
Meski pada faktanya, berkembang beberapa macam agama termasuk agama lokal Jawa serta agama Islam.
Lalu mengapa hakim agama Islam atau Qadi sejak awal sampai ahir sama sekali tidak termuat dalam setiap prasasti keluaran para raja Majapahit?
Ini kiranya suatu persoalan yang mesti dijabarkan para ahli sejarah terutama sekali Herman Sinung Janutama yang berpendapat Majapahit adalah suatu kesultanan Islam di Nusantara sejak awal.
Pendapat atau teori yang menyatakan Majapahit kesultana Islam antaranya berpendapat bahwa Maulana Malik Ibrahim yang makamnya sekarang di Gresik, semasih hidup berposisi atau menjabat sebagai seorang Qadi atau hakim agama Islam di Majapahit.
Pendapat saya, teori baru Ki Herman Sinung Janutama bahwa Majapahit Kesultanan Islam masih sangat perlu dikaji ulang. Dari rekaman video diskusi yang diunggah di Youtube, ternyata Herman Sinung Janutama dalam mengaji kesejarahan Majapahit menggunakan metode utama yaitu tradisi Jawa dimana dalam tradisi Jawa banyak sekali dengan lambang. Saya sepakat bahwa dalam tradisi Jawa atau Sastra Jawa penuh dengan makna pralambang sehingga ketika kita membaca jangan membaca secara leterlek karena ada banyak bacaan yang siningit alias tersembunyi yang harus kita terjemahkan atau tafsirkan.
Ini video youtube diskusi Ki Herman Sinung Janutama yang saya lihat: https://www.youtube.com/watch?v=w_yZdzWj95I
Akan tetapi, mengaji atau membaca sejarah apapun seperti sejarah Majapahit yang sangat besar ini, kita tidak akan mendapat pemandangan yang lebih lengkap jika hanya menggunakan satu sudut pandang atau jika hanya berdiri di satu sudut. Kita harus memandang Majapahit dari banyak sudut. bagaimana dengan prasasti, naskah, cerita cerita rakyat, artefak artefik, dan seterusnya.
Kalo soal keping uang berhuruf arab berkalimat tauhid yang disimpulkan Ki Herman Sinung Janutama sebagai mata uang resmi Kesultanan majapahit, itu juga perlu dibaca ulang. Munculnya mata uang logam bernuansa Islam di daerah pesisir utara Jawa, bukan berarti dikeluarkan oleh suatu kesultanan Islam di Jawa yaitu Kesultana Majapahit. Jaman Majapahit ada banyak bangsa, komunitas sosial budaya dan agama. Munculnya koin bernuansa Islam lebih untuk membuktikan bahwa pada jaman itu, Majapahit, sudah berkembang komunitas Islam di Jawa. Ini juga nanti dikuatkan dengan berita dari negeri Tiongkok bahwa pada jaman Panjalu sudah berkembang komunitas Muslim di Jawa.