Mohon tunggu...
Siva Nurfariza
Siva Nurfariza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Seorang introvert dengan hobi membaca juga menulis. Mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun ini

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mysha dan Mirae

18 Oktober 2022   17:48 Diperbarui: 18 Oktober 2022   17:49 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di luar cuacanya cerah. Seorang gadis yang masih berada di atas kasur itu mengintip ke luar jendela dari balik gorden yang hampir tidak pernah terbuka sejak papanya tiada. Tiba-tiba suara dering telepon memekik nyaring membuatnya kaget. Gadis itu bergegas mencari di mana posisi ponselnya dengan mencari sumber suara. 'ketemu.'

"Kabar Mysha baik, ma." Jawab Mysha saat suara di seberang telepon menanyakan keadaannya.

"Uang untuk bulan ini sudah mama transfer ke rekening kamu, ya." 

"Hm." Mysha hanya bergumam menanggapinya. Bukan itu yang mau ia bicarakan. 'Mama kapan pulang?' Mysha ingin menanyakan itu namun tidak jadi saat mamanya tiba-tiba berkata, "bulan ini mama belum bisa pulang, ya. Mungkin bulan depan?" 

Lihatlah, bahkan mamanya sendiri ragu akan jawabannya. Jadi untuk apa mengharapkan mamanya akan segera kembali pulang? Kembali bersamanya menjalani hari seperti ibu dan anak pada umumnya. Iya benar, Mysha seorang gadis broken home, papanya meninggal tepat saat ia masuk kelas 1 SMP sehingga sudah berjalan selama 6 tahun sampai ia naik kelas 3 SMA, hal itu yang menyebabkan mamanya pergi mencari kerja di luar negeri demi anak semata wayangnya itu.

Padahal sungguh, Mysha lebih memilih hidup sederhana daripada berjauhan dengan mamanya, satu-satunya support system baginya. Tapi Mysha tak pernah mengatakannya. Ia yakin betul itu salah satu cara mamanya mengungkapkan rasa sayang beliau untuknya. 'Karena mama tidak boleh tahu'.

"Iya, ma nggak apa-apa. Mysha bisa jaga diri baik-baik." Mysha menenangkan sang mama yang nada suaranya terdengar khawatir. 

"Ya sudah, mama matiin dulu ya sambungan teleponnya. Mama masih ada kerjaan," sahut sang mama buru-buru. Mysha menghela napas. Mengiakan dengan lesu. Lantas sambungan telepon akhirnya terputus.

Sedih? Sepi? Jelas saja Mysha merasakan hal itu. Tapi dibandingkan menangis, Mysha punya cara lain untuk melampiaskannya.

Merasa sepi. Mysha turun dari kasur menuju meja belajarnya yang berantakan. Diambilnya sebuah cutter favoritnya yang masih tersisa noda darah yang warnanya sudah berubah coklat. Bergantian Mysha menatap cutter dan pergelangan tangan penuh bekas lukanya dengan tatapan kosong, kemudian menyeringai lebar. 

Sret!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun