Mohon tunggu...
sitta trisniawaty
sitta trisniawaty Mohon Tunggu... Registered Islamic Financial Associate, Mahasiswa MM Unsoed

Tak perlu menjadi yang paling bersinar, cukup jadi cahaya yang tenang, bekerja dengan tulus, rendah hati, dan tetap bahagia dengan versi terbaik diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengelola Rezeki Halal: Strategi Financial Islami di Balik Gaji UMR

16 Juni 2025   19:44 Diperbarui: 16 Juni 2025   19:44 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Di gemerlapnya ibu kota Indonesia, jutaan pekerja berangkat pagi dan pulang petang demi menghidupi diri dan keluarga. Mereka adalah tulang punggung ekonomi dari sektor formal, informal, hingga ritel, dengan penghasilan setara Upah Minimum Regional (UMR). Di Jakarta, UMR pada tahun ini berkisar di angka Rp5 juta per bulan. Namun, di tengah tingginya biaya hidup, jumlah tersebut kerap kali hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar tanpa menyisakan ruang bagi tabungan, apalagi investasi. Kenyataan ini menjadi tantangan besar, terutama bagi umat Islam yang tidak hanya mengemban tanggung jawab duniawi, tetapi juga amanah spiritual dalam mengelola harta.

Islam mengajarkan bahwa rezeki adalah titipan Allah SWT yang harus dikelola dengan bijak dan penuh tanggung jawab. Dalam kondisi keterbatasan sekalipun, seorang Muslim tetap dituntut untuk menjaga prinsip hidup sesuai syariat, menjauhkan diri dari praktik yang haram, dan memastikan bahwa setiap rupiah yang diperoleh dan dibelanjakan mengandung keberkahan. Firman Allah dalam QS. At-Talaq: 2-3 memberikan penguatan spiritual:

"Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka."

Ayat ini menjadi pondasi penting bahwa nilai sejati dari harta tidak hanya diukur dari besarannya, tetapi juga dari cara memperolehnya dan bagaimana ia digunakan. Dengan demikian, penghasilan terbatas tidak menjadi alasan untuk tidak bisa mencapai masa depan finansial yang lebih baik dan tetap berada di jalan yang diridhai Allah SWT.

Harta dalam Islam bukanlah tujuan, melainkan sarana. Sarana untuk bertahan hidup, menjalankan amanah, dan berbuat baik. Harta adalah ujian, dan setiap Muslim akan diminta pertanggungjawaban atas bagaimana ia mendapatkan dan membelanjakan hartanya. Oleh karena itu, membangun pemahaman yang tepat tentang kedudukan harta menjadi langkah awal menuju pengelolaan keuangan yang lebih bijak, terlebih dalam situasi ekonomi yang serba terbatas.

Islam memandang harta sebagai lima hal utama: anugerah yang perlu disyukuri, amanah yang harus dijaga, ujian keimanan, perhiasan dunia yang bisa menipu, dan sarana ibadah. Pemahaman ini membantu membentuk kesadaran bahwa penghasilan dari gaji UMR bukanlah keterbatasan, melainkan peluang untuk mengelola dengan nilai-nilai ilahiah yang kuat.

Dari pemahaman dasar ini, muncullah prinsip 4AT yang bisa menjadi fondasi dalam setiap pengambilan keputusan keuangan bagi Muslim: Aspek Syariat, Aspek Niat, Aspek Manfaat, dan Aspek Umat. Aspek Syariat memastikan bahwa segala transaksi bebas dari riba, gharar, dan maisir. Aspek Niat mengingatkan bahwa setiap aktivitas ekonomi harus dimulai dengan niat untuk mendapat ridha Allah. Aspek Manfaat membantu kita fokus pada nilai guna, bukan gaya hidup konsumtif. Sementara Aspek Umat mengajarkan bahwa harta kita bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk memberi manfaat kepada orang lain.

Di ranah rumah tangga, Islam mengatur agar distribusi keuangan dilakukan secara adil dan bertanggung jawab. Suami memiliki kewajiban menafkahi keluarga, sedangkan istri, meskipun tidak wajib, dapat membantu dengan ridha dan sebagai bentuk sedekah. Prioritas utama haruslah kebutuhan dasar: makanan bergizi, tempat tinggal yang layak, dan akses kesehatan. Sikap hemat dan hidup sederhana menjadi ajaran utama, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang mengingatkan bahwa pemborosan adalah saudara setan.

Pengeluaran rumah tangga hendaknya tidak melebihi pendapatan. Setiap rupiah harus dicatat, dievaluasi, dan disesuaikan dengan prioritas. Islam melarang tindakan mubazir dan menyuruh umatnya untuk hidup sederhana tetapi bermartabat. 

QS. Al-Furqan: 67 menegaskan bahwa hamba-hamba Allah adalah mereka yang apabila membelanjakan harta, tidak berlebihan dan tidak pula kikir, melainkan berada di antara keduanya.

Langkah berikutnya dalam strategi ini adalah menyimpan dan mengembangkan harta dengan cara yang sesuai syariat. Setelah kebutuhan pokok terpenuhi, sisihkan sebagian kecil penghasilan untuk dana darurat dan masa depan. Tidak perlu besar; konsistensi jauh lebih penting. Dana darurat dapat dimulai dari Rp50.000--Rp100.000 per bulan. Disiplin dalam menabung meski jumlahnya kecil akan membentuk kebiasaan baik dan perlahan menciptakan rasa aman finansial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun