Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Debar Menggapai Dunia Lain

12 September 2019   20:16 Diperbarui: 12 September 2019   20:24 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: genpi.co

:"Pokoknya jangan kaget, biasa2 saja, santai,  nanti mereka yang  malah ketakutan" kemudian, perlahan pakde dan eyang bersamaan mengusap mukaku

Dan ketika mata kubuka,  waduh, didepanku ada kepala dengan rambut berantakan yang meringis padaku, gelinding sana-sini, tanganku langsung  di pegang pakde dan eyang,  karena aku hampir meloncat saking kagetnya.

Kemudian kita berjalan kehalaman belakang, ada sesuatu yang sedang menyapu dan membakar sampah dengan kobaran api yang besar, pakde mendatangi dan mereka bincang, eyang tetap memegang tanganku

Tiba2 ada empat anak kecil pendek, telanjang, kepala gundul yang lari2 mengitari aku,  dan eyang. Kuperhatikan ternyata mulutnya menghadap keatas, hidungnya kecil dan matanya besar, suaranya seperti tikus yang mencicit, mereka seperti menari dan kemudian berlarian menjauh.

Lewat dikolam, pakde menghentikan langkah, eyang juga mengeratkan pelukannya padaku. Ada sosok wanita yg duduk ditepi kolam, rambut terurai panjang. Pakde menghampiri dan kelihatan merek berbincang, aku perhatikan, ternyata wajahnya sudah amat keriput, menggelambir menakutkan, beberapa giginya mencuat keluar, jauh lebih tua dari eyang, menyeramkan, aku bergidik.

Kita terus kebelakang, ke pohon beringin, ada mahluk yang turun, wajah dan tubuh seperti kera tapi putih - tubuhnya lentur, seperti ular.

Dia merayap,  bergantung nelosor kebawah, kepalanya terbalik,  menyapa pakde dan eyang, serta menyeringai padaku.

Aku mundur, agak menjauh, tapi tetap dirangkul eyang, kulihat pakde seperti bincang dengan mahluk itu.

Pakde mendatangi aku dan eyang  lagi dan kita kemudian berjalan kearah pohon kedondong yang tadi sempat diperhatikan oleh eyang.

Ada sesuatu di atas pohon, pakde seolah memberi salam dan tiba2 dia melompat turun persis didepanku.

Tubuhnya tinggi besar, sosoknya bule, bajunya sobek sana sini, ada bercak darah, kepalanya lepas dan di tenteng  dengan tangan kirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun