Â
Kupanggil dia Ika,  wanita muda beranak satu yang masih tetanggaku.  Dia hidup di kampungku dengan satu alasan. Mengikuti suami. Ika berasal dari Kalimantan, menikah dengan Huda, tetanggaku yang merantau di Kalimantan, mereka menikah di sana pula. Hingga satu peristiwa  membuat Huda harus mengajak ika pulang ke kampung halaman, Blitar. Tersebab ayah Huda meninggal dunia. Sehingga ibu Huda, yang notabene ibu mertua Ika jadi tinggal sendirian.
Kasihan ibu Huda, Â telah senja usia, Â butuh seseorang yang menemani dan merawatnya. Maka diputuskan mereka tinggal bersama ibu Huda. Â Tak lama kondisi ini dialami.Â
Penghasilan yang kurang membuat Huda berpikir untuk kembali ke Kalimantan. Â Meski di sanapun dia tidak mendapat gaji besar namun setidaknya lebih baik dari pada di Blitar, kota yang pernah ditinggali bersama ayah ibunya.
Ditinggal suami, maka Ikalah yang menjadi pengurus rumah itu. Hanya tinggal bertiga dengan Adel anaknya yang masih berumur 4 tahun dan Romelah ibu mertuanya, yang telah senja.
Pada hari-hari biasa hampir tak ada permasalahan yang berarti, meskipun keadaan ekonomi sangat jauh dari kata cukup. Sementara ini yang Ika butuhkan adalah bisa memenuhi kebutuhan makan untuk Adel, Ibu mertuanya dan ia sendiri.
Dengan hanya mengandalkan kiriman uang dari suaminya yang tak seberapa. Sempat saya tanya berapa nominal kiriman dari suaminya, sangat trenyuh saya mendengarnya. Keadaannya serba pas-pasan, cenderung kekurangan malahan.Â
Kebutuhan hidup tidak hanya makan saja, banyak yang harus  dipenuhi. Seperti biaya pendidikan dan masa depan anaknya, biaya kesehatan, biaya listrik dan air dan biaya-biaya lainnya. Meski demikian Ika masih bisa bertahan dengan keadaan tersebut.
Namun siapa sangka musibah itu datang. Ika menderita penyakit Demam Berdarah dan typus setelah dicekkan oleh salah satu tetanggaku ke Rumah Sakit terdekat.Â
Sebenarnya himbauan dari pihak Rumah Sakit, Ika harus rawat inap, mengingat penyakit yang diidapnya termasuk penyakit yang perlu perawatan dan perhatian penuh serta butuh istirahat total.
Tapi apalah daya, Ika menolak untuk rawat inap karena beberapa pertimbangan. Anaknya yang masih sekolah Paud sangat membutuhkan perhatian dan kehadirannya. Ibu mertua yang sudah tua dan mempunyai keterbelakangan mental juga tak bisa dibiarkan begitu saja. Belum lagi urusan biaya Rumah Sakit yang tidak murah karena Ika tidak memilik kartu BPJS.