Tamu baru itu bernama Raka, seorang backpacker yang tidak percaya takhayul. Ia menertawakan peringatan resepsionis sambil menyeret ranselnya menuju kamar nomor tujuh.
Namun begitu masuk, hawa dingin langsung menyambutnya. Kamar itu tampak biasa... terlalu biasa. Terlalu diam.
Raka duduk di ranjang, memeriksa ponselnya. Tak ada sinyal. Ia mencoba membuka jendela, tapi kacanya berembun dari dalam, meski malam itu tak hujan.
Lalu, dari cermin lemari yang terpasang di pojok ruangan, muncul pantulan... bukan dirinya.
Seseorang berdiri di belakangnya. Rambut panjang, wajah pucat, mata hitam tanpa bola mata.
Raka berbalik---tak ada siapa pun.
Ketika ia menoleh kembali ke cermin, pantulan itu masih ada.
Bahkan... semakin mendekat.
Panikan, Raka mencoba keluar, tapi pintu tak bisa dibuka. Ia menendang, meneriaki kamar, tapi hanya suara gemanya sendiri yang menjawab.
Kemudian... suara berbisik datang dari bawah ranjang.
"Terima kasih..."
"Kau penggantiku sekarang."
Sebuah tangan kurus mencengkeram kakinya dari bawah ranjang dan menariknya sekuat tenaga. Ia menjerit, menggapai-gapai lantai---namun perlahan tubuhnya menghilang di bawah ranjang.
Dan hening.
[Esok harinya]
Seorang wanita tua dengan seragam pelan-pelan mengetuk kamar nomor tujuh.
Petugas Pembersih:
"Waktunya bersih-bersih, ya..."
Saat pintu dibuka, kamar tampak rapi. Terlalu rapi. Seolah tak pernah ditempati.
Tapi kalau kau mengintip ke bawah ranjang...
...dua pasang mata kosong kini menatapmu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI