Mohon tunggu...
siti fathya
siti fathya Mohon Tunggu... mahasiswa

Artikel ini disusun oleh Siti fathya Fajrianisah sebagai tugas mata kuliah Hukum Laut Internasional, di bawah bimbingan dosen: Akbar Kurnia Putra S.H.,MH.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE): Implementasi Unclos 1982 dan Tantangan Penegekanan Hukum di Indonesia

11 Oktober 2025   16:33 Diperbarui: 11 Oktober 2025   16:32 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Masalah terbesar dalam ZEE Indonesia bukan hanya soal batas wilayah, tetapi penegakan hukum dan perlindungan sumber daya alam laut. Aktivitas seperti pencurian ikan (illegal fishing), penyelundupan, hingga eksplorasi sumber daya tanpa izin sering terjadi di wilayah ini.

Sudirman (2022) mencatat bahwa Indonesia kehilangan triliunan rupiah setiap tahun akibat praktik illegal fishing. Aktivitas ini tidak hanya merugikan ekonomi, tetapi juga mengancam kelestarian ekosistem laut.

Selain itu, terdapat tumpang tindih yurisdiksi antar lembaga penegak hukum. Sebelum pembentukan Bakamla, terdapat lebih dari tujuh instansi berbeda yang memiliki kewenangan di laut mulai dari TNI AL, KKP, Polair, hingga Bea Cukai (Rahman, 2018). Kondisi ini menimbulkan lemahnya koordinasi dalam penegakan hukum maritim.

Tantangan geopolitik seperti sengketa di Laut Natuna Utara juga menjadi ujian bagi kedaulatan Indonesia di ZEE. Sutopo (2023) menekankan bahwa tumpang tindih klaim antara ZEE Indonesia dan nine-dash line milik Tiongkok menunjukkan bahwa implementasi UNCLOS 1982 masih menghadapi hambatan politik dan diplomasi internasional.

Opini Ilmiah dan Analisis Kritis

Implementasi UNCLOS 1982 di Indonesia telah memberikan landasan hukum yang kuat, tetapi belum sepenuhnya efektif menjamin kedaulatan dan keberlanjutan sumber daya laut. Lemahnya infrastruktur, sumber daya manusia, serta koordinasi antar lembaga membuat banyak ketentuan hukum bersifat normatif.

Djalal (2019) menegaskan:

“Kedaulatan maritim bukan hanya soal garis batas, tetapi kemampuan negara untuk hadir, mengatur, dan menegakkan hukum di wilayah lautnya.”

Oleh karena itu, penguatan hukum maritim Indonesia harus diarahkan pada tiga hal utama:
1.Reformasi kelembagaan: memperjelas kewenangan antar lembaga agar tidak terjadi tumpang tindih.
2.Modernisasi armada dan teknologi pengawasan: agar penegakan hukum di ZEE lebih efektif dan terukur.
3.Diplomasi maritim yang kuat, untuk memperjuangkan kepentingan nasional di forum internasional, terutama menghadapi klaim sepihak dari negara lain.

Huda (2022) menekankan bahwa diplomasi maritim menjadi strategi penting karena sengketa laut modern lebih sering diselesaikan melalui jalur diplomasi daripada kekuatan militer.

Penutup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun