Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sepanjang Jalan Kenangan bersama Kereta Api Indonesia

28 September 2022   08:48 Diperbarui: 28 September 2022   09:04 1092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: https://masfikr.com/tiket-kereta-api/

Mereka berusaha merebut perhatian penumpang agar bersedia membeli dagangannya dengan ciri khas teriakan masing-masing.

Nah, semasa saya kuliah ini, ada bapak berusia setengah baya, mengenakan baju lengan panjang rapi dan bercelana panjang, lengkap dengan kopiah hitam.

Ia menaiki kereta dari stasiun Pekalongan. Saya selalu menunggu kehadirannya setiap berkereta ria. Karena bahan makananya hangat dan saya menyukai menu yang ditawarkan. Itulah sebabnya saya bela-belain nahan keinginan jajan sejak berangkat dari Stasiun Semarang.

Keranjang si Bapak lengkap berisi menu sarapan pagi, mulai dari arem-arem isi sayur dan suwiran ayam, lumpia, nasi bungkus, lontong, tahu isi atau tahu sumedang, telur puyuh, tempe mendoan dan telur asin.

Teriakannya sangat khas dan menarik, tak kalah dengan rayuan ibu-ibu penjual lainnya.

"Adol lontooong! Adol tahuuuu! Lontong-è lêmpêng-lêmpêng plosnooong!"

Teriakan kocak si Bapak mendapat sahutan tawa riang para penumpang. Nah, ini dia, penjual yang kita tunggu. Jika kita tak mendengar teriakannya, berarti sedang melayani pembeli. Kami pun bersabar menunggu kedatangannya dari gerbong ke gerbong.

Alhamdulillah, saya takpernah kehabisan, si Bapak punya stok cukup banyak di keranjangnya. Menu lontong, tahu isi dan beberapa lembar mendoan menjadi incaran saya setiap kali mudik pake kereta. Lumayan perut kenyang sejenak, buat bekal perjalanan berimutnya hingga tiba di kampung halaman.

Sayangnya, para penjual taklagi bebas menjajakan jualannya masuk ke dalam herbong kereta saat terakhir saya menggunakan moda transportasi ini di tahun 2016. Saat itu keluarga kecil kami menggunakan KA Kamandanu dan KA Kaligung dari Semarang ke Slawi-Kabupaten Tegal.

Anak saya pun memilih kursi dengan posisi jalur yang bisa memandang pantai dan laut jawa dengan bebas. Matanya taklepas menyaksikan keunikan dan keindahannya yang jarang didapat di Kota Tepian Mahakam.

Saya akan terus kangen berkereta api. Bukan karena sempat diajak berkenalan dengan seseorang yang maksa pengen main ke rumah dan 'nembak' saya, tapi karena kenyamanan, keunikan dan pemandangan panorama sepanjang jalan kenangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun