Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Apapun Rasanya, Karya yang Tercipta adalah Anugerah

28 Mei 2021   11:08 Diperbarui: 28 Mei 2021   11:17 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: https://www.tamanrahasiacha.com

Setiap kita pasti punya rasa. Kadang terpendam, kadang terluapkan. Ada yang puas setelah mengungkapkan, ada timbul penyesalan jika ternyata taksejalan dengan harapan.

Ya, mengolahnya memang takmudah. Namanya juga manusia, emosi bisa naik turun pada situasi dan kondisi. Amarah, bahagia, sedih, ceria, pilu, haru, syahdu, berkelindan dalam diri yang bisa meluruhkan jiwa. Pun bisa menyemangati sukma.

Saya sangat suka membaca. Dilakukan dengan menyediakan waktu khusus dalam aktivitas harian, minimal 3 jam dalam sehari. Bisa jadi lebih, di sela menunggu murid datang, atau pada sebuah antrian. Saya mengisinya dengan membaca. Apa saja. Terjemahan Quran, Tilawah, novel, artikel dan lain-lain. Saya mengolah rasa jenuh menunggu dengan membaca. 

Berkesempatan membaca karya orang lain adalah anugerah bagi saya. Bisa jadi, tak setiap orang mau melakukannya, atau menyisihkan waktu khusus untuk kegiatan ini, meski ada waktu luang sekalipun. Anugerah, karena mata yang masih sehat meski pandangan sudah minus sedemikian, bersyukur masih bisa membaca dengan normal.

Terbayang apabila teman-teman kita yang tunanetra membutuhkan kawan berbisik untuk menikmati karya orang lain berupa sebuah film atau buku bacaan. Maka saya bersyukur, dengan membaca, segala ilmu, informasi dan hiburan saya dapatkan sekaligus.

Saya suka menulis. Menuliskan apa saja yang saya lihat, dengar dan rasa. Ide yang terlintas pada benak, pikiran dan hati, saya goreskan menjadi sebuah catatan atau tulisan. Bersyukur atas tersedianya waktu untuk menuangkannya dalam sebuah paragraf. Lahirlah puisi, cerpen, artikel, resep masak, curhatan singkat, rangkuman tausiyah, berbagi motivasi. Takhanya teronggok dalam sebuah buku tulis atau diary, namun suka cita berbagi hal yang bermanfaat kepada orang lain.

Menulis taksekedar menggoreskan pena atau menarikan jemari di papan aksara, karena disana juga mengandung rasa dari penulisnya. Pesan yang sekiranya ingin disampaikan pada khalayak, terwakili dari pilihan diksi. Bahkan menghantarkan resep masakan sekalipun, perlu mengalirkan rasa lezat dan cita rasa sajian kepada pembaca. Padahal karya yang sesungguhnya bisa benar-benar bisa dikecap melalui lidah yang tak bertulang. Bergoyang diantara liur dan indera perasa lainnya.

Saya kini suka memasak. Mengolah rasa dari hasil membaca dan mendengar. Jua menyimak dan mencari info pelengkap agar mendapatkan cita rasa yang pas. Tentu saja dilakukan dengan suka cita, gembira hati, karena 'masakan' turut merasakan kebahagiaan dari kokinya. Jangan anggap segala bumbu dan rupa-rupa bahan itu bisu dan tuli. Mereka bersuara melalui aroma yang menguar dari perpaduan racikan si pembuatnya.

Bagi saya, apapun rasanya, karya terlahir adalah sebuah anugerah. Bisa jadi karena kesedihan, lalu timbul semangat menuangkannya dalam bait-bait puisi atau lirik lagu. Atau bersenandung pujian kepada Tuhan agar pilu berlalu.

Bisa jadi karena kebahagiaan, berbagi rasa melalui tulisan yang baik dan bermutu. Menaja artikel motivasi bagi orang lain agar merasakan kebahagiaan yang sama. Atau menyajikan hidangan bagi kaum dhuafa, berbagi keceriaan untuk mereka.

Karya yang kita sajikan takharus berupa benda, bisa jadi tak kasat mata, karena sesungguhnya karya itu juga bisa di rasa. Apapun manis getirnya kehidupan, kita bisa terus berkarya. Tak perlu risau dan galau lalu mati gaya untuk meluapkannya.

Saya yakin, Pembaca Kompasiana yang Lembut Hatinya pun mengolah rasa yang berbeda pada artikel ini. Ada timbul sesungging senyuman? Ada yang sekedar manggut-manggut? Atau langsung meluapkan komentar? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun