Mohon tunggu...
SHERLI FRANSISKA
SHERLI FRANSISKA Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis

Aktifis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Polemik BLT DD di Tengah Pandemi Covid

22 Januari 2022   14:35 Diperbarui: 22 Januari 2022   14:42 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kebingungan yang dialami oleh pemerintah desa berkaitan dengan bantuan yang masuk ke desa adalah tentang sasaran, jenis bantuan, kuota, dan rentang waktu pemberian bantuan.

Tentang sasaran penerima bantuan, yang disyaratkan adalah warga yang terdampak Covid-19. Syarat ini masih umum dan belum spesifik. Kalau berbicara warga yang terdampak, secara subjektif terlihat bahwa semua warga adalah terdampak. Lantas, siapa yang paling berhak?

Di tengah kemanfaatan program BLT-DD yang sangat membantu masyarakat di masa pandemi, terdapat polemic dalam kebijakan ini. BLT dinilai sangat membebani dana desa, apalagi bila diperpanjang. Tidak ada lagi anggaran desa yang bisa digeser untuk melaksanakan program tersebut. Masih banyak program wajib yang perlu dilaksanakan pada tahun ini seperti pengentasan stunting, bantuan rumah layak huni bagi masyarakat miskin, pembangunan MCK, serta bantuan kesehatan dan pendidikan. Ditambah, geliat ekonomi masyarakat dianggap sudah mulai tumbuh. Apabila dilanjutkan, akan memunculkan kecemburuan sosial.

Kecemburuan sosial bisa muncul dari program bantuan ini. Sejak pertama BLT-DD diluncurkan, belum semua masyarakat miskin sudah merasakan manfaatnya. Beberapa kendala seperti anggaran desa yang terbatas, registrasi keluarga miskin yang belum lengkap, keterlambatan penyaluran bantuan, kesalahan klasifikasi penduduk golongan miskin, hingga akses perbankan desa dan keluarga miskin.

Disamping Jumlah nominal bantuan dari kementrian satu dan kementrian lainnya yang berbeda beda sehingga menimbulkan polemic dan kecemburuan social di tengah masyarakat, rentan waktu pembagian bantuan social juga bebeda beda sehingga dari pihak pemerintah desa kewalahan dalam menghadapi complain dari warga.

Selain itu, rentang waktu pemberian bantuan juga belum dijelaskan secara tegas. Apakah berlaku untuk tiga bulan, enam bulan, sembilan bulan, atau bahkan berlanjut 12 bulan. Inilah urgensi sebuah payung hukum yang jelas untuk menjawab berbagai persolan yang terjadi di lapangan.

Jika regulasi/kebijakan (payung hukum) tersebut dikeluarkan terlebih dahulu, maka setidaknya bisa meminimalisir kekisruhan dan untuk menjawab kebingungan yang sedang dialami oleh pemerintah desa.

Seringnya terjadi perubahan regulasi di tingkat pusat, menjadikan pemerintah desa mengalami kebingungan. Apalagi, perubahan beberapa regulasi tersebut tidak dibarengi dengan sosialisasi yang masif oleh kementerian terkait.

Akibatnya adalah terjadi kesimpangsiuran (multitafsir) mulai dari pemerintah daerah hingga pemerintah desa dalam memahami perubahan regulasi tersebut.

Seharusnya pemerintah tidak terburu-buru untuk mengubah regulasi tersebut. Harus ada sosialisasi regulasi awal sebelum perubahan. Selain itu, harus dipastikan bahwa sosialisasi ini benar-benar mampu dipahami oleh semua elemen sembari melihat implementasi di lapangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun