Mohon tunggu...
Ishak R. Boufakar
Ishak R. Boufakar Mohon Tunggu...

Pegiat Literasi Paradigma Institute Makassar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tuhan dalam Narasi Anak-anak

9 Januari 2017   10:52 Diperbarui: 1 April 2017   08:56 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah guru agama mengaduh pada Jusna di sebuah pengajian yang dihelat Remas Amirul Mukminin. “kau tahu Jusna!” guruya membuka cerita. Ketika pelajaran agama sedang berlangsung, tiap siswa-siswi terdiam membisu, terkecuali Ulfa. Ia pernah mengajukan sebuah pertanyaan, setelah saya selesai menjelaskan pelajaran agama.

“Tuhan telah menetapkan takdir atas hidup kita”

“Jika kalian berbuat dosa, maka tuhan akan menghukum kalian di neraka!” saya menutup kelas. Tetiba, saja Ulfa mengajukan sebuah pertanyaan, tanpa saya pinta.

“Ibu, misalkan saya seorang pencuri. Pasti, meninggal masuk neraka? Bukankan takdir saya sebagai pencuri telah ditakdirkan Tuhan? Tanya Ulfa dalam bahasa anak-anak. Namun, maknanya seperti ini. Seketika itu saya sontak dibuat kanget. Lalu, saya mendekat, menatapnya dalam-dalam, “kenapa kamu bertanya seperti itu?” ucapku setengah membentak. Tanpa, memberikan jawaban padanya. “aku khawatir saja, Ulfa tumbuh dengan pertanyaan anah-anah” tandas gurunya.

Jusna hanya menahan tawa. “Ulfa menghafal betul perdebatanku dan Ayahnya, tempo hari, hingga diriku tak diberi uang jajanan selama sepekan,” Jusna membatin.

* * *

Tatkala Jusna mendekatkan mulitnya ke telinga Ulfa, ia berbisik, “kelak usiamu sudah cukup, pastilah ibu memberitahukamu. Tetapi, yang pastinya Tuhan itu lembut, penyayang, tidak seperti yang dipikirkan ayahmu,” tanda Jusna.

“Ibu hanya bisa menjelaskan hal ini: tahukah kamu, Nak! Tanpa Tuhan mencipta semesta, awanpun tak ada. Tanpa Tuhan mencipta awan hujan pun tak ada. Hujan berasal dari awan, awan terkandung dalam perut semesta, semesta ciptaan Tuhan. Hujan tidak dapat mencipta dirinya sendiri, iya membutuhkan selain dirinya untuk eksis. Maka, dapat dikata, hujan itu dari Tuhan ” Jusna menerangkan dalam bisikannya.

Tak terasa hujan di luar rumah, sudah redah. Dengan bisikan Jusna tadi, segalah pertayaan yang aneh-aneh dari Ulfa telah usai. Jusna, percaya bahwa dengan cara kekanak-kanakan menjelaskan sesuatu. Seberapa berat perihal orang dewasa dapat terselesaikan.

* * *

Dan, hari itu. Ulfa telah memasuki usia baliq, Jusna pun memenuhi janjinya. Hujan yang masih sama, pertanyaan yang masih sama, dan jendela yang masih sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun