Mohon tunggu...
SISCA A SIANTURI
SISCA A SIANTURI Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adalah seorang Mahasiswa jurusan Manajemen Keuangan Negara yang tertarik dengan perkembang ilmu pengatahuan dan teknologi terutama di bidang keuangan dan bisnis di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jatuh Bangun di Portofolio Pertama

12 Oktober 2025   20:23 Diperbarui: 12 Oktober 2025   20:23 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hai, kembali lagi dengan aku bahas tentang keuangan. Gimana nih, dan sampai mana pemahamannya soal investasi? Kalau kemarin kita sudah obrolin seru-seruan soal modal kecil dan adu ganteng reksa dana vs saham, sekarang aku mau ajak kamu masuk ke sisi yang sedikit lebih... gelap. Tapi, ini adalah sisi yang bakal bikin kita jadi investor yang lebih kuat, percaya deh.

Aku ingat banget, dulu saat pertama kali nekat nyemplung ke saham. Itu setelah baca-baca sedikit, lihat teman-teman di media sosial yang pamer portofolio hijau, dan perasaan "aku bisa" itu langsung muncul. Aku masukin sedikit uang jajanku, beli saham dari perusahaan yang katanya "bagus" dan lagi naik daun.

Beberapa hari pertama? Wah, senangnya bukan main. Setiap buka aplikasi, pasti warna hijau. Naik terus. Aku sudah membayangkan, "Wah, gampang juga ya ini. Dikit-dikit bisa cuan." Rasanya seperti lagi jatuh cinta, semuanya terasa indah.

Tapi, cinta itu buta, dan pasar saham itu realistis.

Suatu pagi, aku buka aplikasi dengan senyum lebar. Yang kutemu bukan senyum balik, tapi warna merah menyala. Nilai sahamku turun. Bukan sedikit, tapi lumayan bikin aku deg-degan. Aku coba tenang, "Ini wajar, pasti naik lagi besok."

Besoknya? Merah lagi. Lusa? Malah makin merah. Jantung aku rasanya mau copot. Panik. Ragu. "Apa yang salah? Apanya yang salah? Apa aku harus jual sekarang sebelum uangnya habis?" Itu adalah patah hati pertamaku di dunia investasi. Dan apa yang aku lakukan? Aku berhenti. Aku jual saham itu dalam kondisi rugi, dan aku bersumpah pada diri sendiri untuk tidak lagi menyentuh saham. Itu terasa terlalu berisiko, terlalu menakutkan. Ya bagian ini sempat aku lewatkan waktu kemarin aku cerita tentang saham vs reksadana.

Lalu, Ada yang Namanya Reksa Dana... yang Tenang Tapi... 'Gitu Aja'?

Setelah "patah hati" itu, aku tidak berhenti menabung, aku tetap melanjutkan misi menabungku di "tempat yang lebih aman," yaitu reksa dana pasar uang dan campuran. Syukurnya, di sini aku tidak mengalami "patah hati" yang sama. Tidak ada warna merah yang mencolok.

Tapi, muncul masalah baru. Kadang, ada di beberapa momen aku cek, nilainya naik, tapi... sangat-sangat sedikit. Aku jadi bingung sendiri. Muncul perasaan, "Lho, kok ya yang nambahnya cuma sedikit banget sih? Padahal udah sebulan." Rasanya sedih, tapi bukan sedih karena rugi, lebih ke... kecewa karena ekspektasiku yang terlalu tinggi.

Dari dua pengalaman itulah aku akhirnya ngerti. Aku mengalami dua sisi dari risiko yang sama.

Jatuh Bangun Itu Biasa, Tapi Jangan Jadi Naif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun