Mohon tunggu...
siroj wijaksono
siroj wijaksono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Membaca Mendengarkan dan Menulis

Menulis adalah hal yang menyenangkan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mas Kawin Pot Bunga

28 Juli 2021   22:07 Diperbarui: 28 Juli 2021   22:26 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah waktu madin usai, Ustad Farhan datang menghampiriku  katanya tertarik dengan ajakanku untuk menjengguk bocah yang kuselamatkan tadi. Ustad farhan memang pribadi yang tidak mudah percaya begitu saja dengan omongan orang lain, namun di sisi lain ia menjadi tauladan bagi kami karena kedisiplinan dan kecerdasaannya, hampir setiap hari ketika mengajar beliau selalu hadir terlebih dahulu ketimbang santri (murid) nya ditambah lagi penjelasan yang disampaikan mudah diterima akal.

Sesampainya di rumah sakit, betapa terkejutnya beliau, ternyata yang terbaring di ruang itu tidak lain adalah keponakanya sendiri. Susana menjadi hening dan kulihat tetesan air mata keluar dari mata beliau, menambah suasana menjadi hening dan haru tanpa mengucap sepatah kata ustad langsung meninggalkan ruangan. Di luar ruangan beliau nampak sibuk mengusap air matanya, hal itu membuatku iba atas musibah yang baru menimpanya. Karena jam telah menunjukkan pukul 20.00 aku memberanikan diri meminta izin pulang, walaupun di sisi lain berat sekali untuk membiarkan beliau sendiri.

Kupercepat langkahku karena hari sudah gelap, ditambah belum mengasih kabar pada bapak dan ibu, takutnya mereka khawatir, namun ketika turun ke lantai dua dari belakang aku menjumpai sosok mirip banget dengan bapak yang berperawakan tinggi, besar, dan pakaianya apalagi sangat mencolok seperti pakaian bapakku sehari-hari. Rasa dag dig dug der menyelimuti hati ini seketika, ingin banget kuhampiri walaupun hanya untuk memastikan kalau itu memang bapakku atau orang lain. Tetapi rasa takut ke khawatiran yang dirasakan orang tuaku membayang tak kalah dahsyat.

Setelah setengah jam lebih akhirnya ku sampai rumah, belum juga turun dari sepeda motor  Pak Din datang menghampiri dengan muka menelas beliau memberikan kabar bahwa ibuku mengalami kecelakaan dan kini tengah dirawat di rumah sakit H. Agus Salim. 

Mendengar jawaban Pak Din, membuatku kaget, pasalnya rumah sakit yang disebut Pak Din sama dengan rumah sakit tempat bocah cilik tadi dirawat ditambah di lantai dua aku bertemu dengan seorang yang mirip dengan bapak. Dan misteri itupun terjawab ketika sampai di depan rumah sakit, kami berpapasan, bapak langsung membawaku menuju tempat di mana ibu dirawat. Di balik kaca pintu rumah sakit itu ku lihat ibu tertidur pulas, tangannya memakai infus sementara kepalanya di balut perban, kata bapak ibu adalah korban tabrak lari.

Aku sebagai anaknya merasakan duka yang sangat mendalam, bagaimana dengan bapak selaku suaminya.  Tapi bapak beda denganku tidak cengeng dan memiliki kesabaran yang ekstra. Semenjak aku kecil belum pernah rasanya dimarahi, ketika berbuat salah bapak hanya menegur itupun dengan nada halus. Karena ibu belum juga bangun, bapak mengajakku keluar sebentar untuk mencari makan malam. 

Kebetulan di depan rumah sakit, agak kebarat sedikit itu  terdapat warteg Bu Salamah dengan menu favoritnya Nasi Belut Sambal Terasi. Aku makan dengan lahap karena memang baru makan satu kali hari ini disisi lain aku juga ingin segera kembali melihat ibu siapa tahu sudah sadar. 

etapi di sela-sela makan bapak memberikan pesan, Ardan setelah ini kamu pulang saja ibumu biar bapak yang jaga, kamu perlu istirahat karena besok kamu sekolah, tetapi jangan lupa ya sebelum berangkat sekolah sirami dahulu tanaman-tanaman bapak di belakang rumah. Pak, kenapa dalam situasi seperti ini kok masih saja memikirkan tanaman itu. Padahal bapak juga punya sapi yang harus dikasih makan, tanyaku penasaran

Ooo iya bapak lupa, sekalian ya sapinya kamu kasih makan juga. Bagi bapak tanaman-tanaman itu jauh lebih penting daripada sapi-sapiku itu, memang kalau di jual harganya berbanding jauh. Tetapi ini bukan soal harga. Tanaman tanaman itu adalah sebagian ruh dari ibumu. Maksudnya bagaimana pak, telisik ku lebih mendalam lagi tanpa basa-basi dengan suara pelan dan penuh penghayatan bapak langsung memulainya.

Dulu ketika masih muda ibumu adalah wanita pilihan, setiap pemuda yang ingin mendekatinya pasti kirim surat terlebih dahulu dan ketika disetujui baru dia bisa bertemu. Memang ibumu itu cantiknya luar dalam, wajahnya bersih, bibirnya tipis, dan lekuk tubuhnya yang pas ditambah kalau tersenyum perpaduan antara lesung pipi, bibir tipis dan wajah yang bersih pasti akan membuat mata lelaki manapun yang memandangnya melongo dan ingin terus memandangnya.

Cantik dalamnya ibumu adalah salah satu santri Kyai Nawir yang mampu meghafalkan Alfiyah tiga bulan saja plus ma'nanya. Beda dengan kebanyakan pemuda lainya bapak mu ini langsung datang kerumah ibumu dengan bekal niat dan satu pot bunga mawar berukuran kecil. Kedatang bapak mu ini  disambut seperti layaknya tamu yang lainya menanyakan ada keperluan apa, asal, pekerjaan, pendidikan. Langsung saja waktu itu dengan agak grogi bapakmu menyampaikan maksud ingin melamar ibumu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun