Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pak Jokowi Masa Lalu, Sedangkan Pak Prabowo Masa Depan Anies Baswedan

17 Oktober 2017   12:58 Diperbarui: 17 Oktober 2017   13:29 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A dari berita Kompas Fabian Januarius Kuwado Kompas.com - 16/10/2017, 16:16 WIB

Masih ingat ucapan Pak Anies Baswedan, ketika di Pilpres tahun 2014, Anies memilih menyokong Pak Jokowi, bukan Pak Prabowo. Seingat saya waktu itu (kurang lebih yah) komentar Pak Anies, "Pak Probowo masa lalu, sedangkan Pak Jokowi masa depan?" 

Rupanya, setelah Anies dilantik menjadi Mendikbud pada Kabinet Kerja pemerintahan  Jokowi-Jusuf Kalla, 27 Oktober 2014. Pada tanggal, 27 Juli 2016, Pak Anies dicopot dari jabatan Mendikbud.

 Tak lama setelah pencopotan dirinya, pemilihan Gubernur DKI Jakarta pun tiba. Anies Baswedan dan Sandiaga Uno mendapati restu dari partai Gerindra buatan Pak Prabowo dan dukungan dari PKS. Pada 15 Februari 2017 dan 19 April 2017, Anies-Sandiaga Uno memperoleh kemenangan dari pasangan lain. Kini, Pak Anies-Pak Sandiaga Uno, resmi menjabat Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Senin (16/10/2017), periode 2017-2022.

Dengan kemenangan Pilkada DKI Jakarta itu dan pelantikan Pak Anies-Sandi dari Pak Presiden Jokowi, bolehlah mungkin, Pak Anies ngomong, "Pak Jokowi masa lalu, sedangkan Pak Prabowo masa depan?"

Namun, Pak Anies jelas tidak bicara demikian dalam pelantikannya. Cuma, sekedar mengingat kita semua, masa lalu, masa kini, dan masa depan menjadi satu kesatuan, meskipun dialami dalam waktu berbeda.

Inilah pidato lengkap pelantikan Anies, sebagaimana diberitakan news.detik.com. (https://news.detik.com/berita/3686897/ini-pidato-lengkap-anies-usai-dilantik-jadi-gubernur-dki), 

Sebagai berikut:

Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillahi rabbil alamin.
Washolatu wassalamu 'ala asrofil ambiya iwal mursalin wa'ala alihi wasohbihi aj ma'in.
Amma ba'du.

Saudara-saudara semua warga Jakarta.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Salam sejahtera. Om swastiastu. Namo buddhaya.
Saudara-saudara semua,

Lembar  baru bagi Jakarta malam hari ini telah dibuka. Saudara semua, hari ini  lembar baru kembali dibuka untuk perjalanan panjang kota Jakarta, ketika  niat lurus telah dituntaskan ketika ikhtiar gotong royong dalam makna  yang sesungguhnya dan didukung dengan doa yang tanpa henti dipanjatkan  maka pertolongan Allah SWT telah datang. Tak ada yang bisa menghalangi  apa yang telah ditetapkan oleh-Nya. Tak ada pula yang bisa mewujudkan  apa yang telah ditolak-Nya.

Warga Jakarta telah bersuara  dan telah terpaut dalam sebuah rasa yang sama yaitu keadilan bagi  semua. Maka dengan mengucap syukur dan doa kepada Allah SWT yang Maha  Penolong, Yang Maha Melindungi. Alhamdulillah sebuah fase perjuagan  telah dilewati.

Hari ini sebuah amanat besar diletakkan  di pundak kami berdua. Sebuah amanat yang harus dipertanggungjawabkan  dunia akhirat, hari ini adalah penanda awal perjuangan dalam  menghadirkan kebaikan dan keadilan yang diharapkan oleh seluruh warga  Jakarta yaitu maju kotanya bahagia warganya.

Hari ini  saya dan Bang Sandi dilantik jadi gubernur dan wagub, bukan bagi para  pemilih kami saja tetapi bagi seluruh warga Jakarta. Kini saatnya saling  bergandengan sebagai sesama saudara, sesama rumah untuk memajukan kota  Jakarta.

Holong manjalak holong, holong manjalak domu.  Begitu pepatah Batak mengatakan kasih sayang mencari kasih sayang, kasih  sayang menciptakan persatuan. Ikatan yang kemarin sempat tercerai mari  ikat kembali. Mari kita rajut kembali, mari kita kumpulkan energi yang  terserang menjadi energi untuk membangun kota ini sama sama.

Jakarta  adalah tempat yang dipenuhi oleh sejarah, setiap sudut di kota ini  menyimpan lapisan kisah sejarah yang dilalui ratusan bahkan ribuan  tahun. Jakarta tidak dibangun baru kemarin sejak era Sunda Kelapa,  Jayakarta, Batavia hingga kini Jakarta adalah sejarah pergerakan  peradaban manusia.

Jakarta adalah melting pot. Jakarta  adalah pusat berkumpulnya berbagai manusia dari seluruh Nusantara. Bukan  hanya Nusantara bahkan penjuru dunia. Di kota ini interaksi adalah  bagian dari sejarahnya. Di kota ini pula masyarakat Betawi telah menjadi  sebaik-baiknya tuan rumah bagi Jakarta.

Di kota ini,  semua sejarah penting republik ditorehkan. Dua km letaknya dari tempat  kita berkumpul, para pemuda berkumpul di Kramat Raya mengumandangkan  satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Satu km dari tempat kita  berkumpul, di situ para perintis kemerdekaan berkumpul menyusun visi  republik ini, sekarang kita sebut sebagai Pancasila. Di situ mereka  merumuskan garis depan, garis depan. Janji kemerdekaan dituliskan di  tempat itu.

Tiga km dari kita berkumpul, di Pegangsaan  Timur, dikumandangkan proklamasi kemerdekaan kita. Saudara sekalian di  tanah ini semua cita cita bangsa diungkapkan karena itu kita tidak boleh  di tanah ini janji kemerdekaan tak terlunaskan oleh warganya.

Republik  ini menjanjikan kesejahteraan maka di ibukota harus hadir  kesejahteraan. Republik ini menjanjikan pelindungan maka di ibukota  harus ada perlindungan. Republik ini menjanjikan mencerdaskan kehidupan  bangsa maka di ibukota harus hadir ikhtiar mencerdaskan kehidupan  bangsa.

Dan ketika republik ini tegas tegas mengatakan  bahwa visinya adalah menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat  Indonesia, maka insyaallah kita sama-sama kita tunaikan ikhtiar itu.

Jakarta  ini satu dari sedikit kota di Indonesia yang merasakan kolonialisme  dari dekat, penjajahan di depan mata, selama ratusan tahun. Di tempat  lain mungkin penjajahan terasa jauh tapi di Jakarta bagi orang Jakarta  yang namanya kolonialisme itu di depan mata. Dirasakan sehari hari.  Karena itu bila kita merdeka maka janji janji itu harus terlunaskan bagi  warga Jakarta.

Dulu kita semua pribumi ditindas dan  dikalahkan. Kini telah merdeka, kini saatnya menjadi tuan rumah di  negeri sendiri. Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituliskan  pepatah Madura. Itik telor, ayam singerimi. Itik yang bertelor, ayam  yang mengerami.

Kita yang bekerja keras untuk merebut  kemerdekaan. Kita yang bekerja keras untuk mengusir kolonialisme. Kita  semua harus merasakan manfaat kemerdekaan di ibu kota ini. Dan kita  menginginkan Jakarta bisa menjadi layaknya sebuah arena aplikasi  Pancasila.

Jakarta bukan hanya sekedar kota, dia adalah  ibukota maka di kota ini Pancasila harus mengejawantah, Pancasila harus  menjadi kenyataan. Setiap silanya harus terasa dalam keseharian.  Dimulai dari hadirnya suasana ketuhanan di setiap sendi kehidupan  ibukota. Indonesia bukanlah negara berdasarkan satu agama. Namun  Indonesia juga bukan sebuah negara yang alergi agama apalagi anti agama.  Ketuhanan selayaknya menjadi landasan kehidupan warga dan kehidupan  bernegara sebagaimana sila pertama Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa.

Yang  kedua ,prinsip ketuhanan ini diwujudkan dalam hadirnya rasa  kemanusiaan, hadirnya rasa keadilan bagi seluruh rakyat tanpa ada yang  terpinggirkan, terugikan, apalagi yang tidak dimanusiakan dalam  kehidupannya. Karena itu mari kita hadirkan Jakarta yang manusiawi.  Jakarta yang berada sebagaimana prinsip Pancasila kita sila kedua,  kemanusiaan yang adil dan beradab. Perjuangan selanjutnya menghadirkan  persatuan dalam kehidupan kota.

Tidak hanya merayakan  keragaman tapi mari kita merayakan persatuan. Seringkali kita melewatkan  persoalan persatuan. Ada pepatah Aceh mengatakan 'Cilaka rumah tanpa  atap, cilaka kampung tanpa guyub'. Persatuan dan keguyuban ini yang  harus kita perjuangkan.

Dimulai dari meruntuhkan sekat  sekat yang menjadi penghalang antar komponen masyarakat. Terutama  pemisah antar mereka yang mempunyai kemampuan ekonomi dan tidak. Mari  kita hadirkan Jakarta yang bersatu bagi semua karena ruang interaksi  terbuka bagi semuanya.

Dalam mewujudkan prinsip itu,  mari kita kembalikan musyawarah menjadi tradisi kita. Bagaimana sila  keempat di dalam Pancasila kita yang bunyinya kerakyatan yang dipimpin  oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Karena itu,  majelis-majelis warga akan dihidupkan kembali.

Semua  majelis majelis warga dihidupkan, kota ini tidak boleh hanya sekedar  perintah gubernur sampai ke bawah. Dengarkan kata rakyat maka kita  hidupkan seluruh majelis-majelis yang ada di kota ini.

Ada  banyak majelis. Kita hidupkan semuanya. Musyawarah kota terutama untuk  menghasilkan kesepakatan dan kesepahaman. Kalau kata orang Minang,  istilahnya dalam kesepakatan itu terkandung tuah tentang kebermanfaatan.  

Yang kelima, di ujungnya dan ini yang paling mendasar.  Ini paling penting, yang kita perjuangkan sama sama sepanjang kampanye  kemarin. Adalah pelaksanaan sila kelima yang bunyinya keadilan sosial  bagi seluruh rakyat Indonesia. Itu yang akan kita jadikan fondasi di  Jakarta.

Kita jadi ingat pada saat dulu republik ini  dibuat, pesannya jelas. Kita tidak hendak membangun satu negara untuk  sekelompok orang. Dan Bung Karno mengatakan demikian. Kita hendak  membangun satu negara untuk semua bukan untuk satu orang, satu golongan,  bukan untuk satu golongan bangsawan maupun golongan orang kaya tapi  untuk semua karena iru pengambilan kebijakan di kota ini harus lah bisa  didasarkan pada kepentingan publik.

Pengelolaan tanah,  pengelolaan air, pengelolaan teluk, dan pengelolaan pulau tidak boleh  diletakkan atas dasar kepentingan itu, pengelolaan itu semua tidak boleh  untuk kepentingan satu golongan, tidak boleh untuk satu perhimpunan,  tidak boleh untuk kepentingan korporasi tetapi itu untuk kepentingan  untuk warga Jakarta semua. Semua untuk semua. Jakarta untuk semua.  Inilah semangat pembangunan yang kita letakkan sama sama untuk Jakarta.

Gubernur  dan wakil gubernur tentu menjadi pemimpin bagi semua dan harus  menghadirkan keadilan bagi semua. Namun jelas kami tegaskan bahwa tekad  kita adalah mengutamakan pembelaan yang nyata kepada mereka yang selama  ini tak mampu membela dirinya sendiri, mengangkat mereka yang selama ini  terhambat dalam perjuangan mengangkat dirinya sendiri.

Bang  Sandi tadi sudah mengungkapkan komitmen dan paradigma ke depan tentang  rencana pembangunan kota ini, Bang Sandi sudah jabarkan bagaimana kita  bersama sam membangun dan mengelola kampung, mengelola jalan, sekolah,  puskesmas, pasar, angkot dan berbagai aspek kehidupan lainnya.

Seperti kata Bang Sandi, ini adalah satu langkah bersama ke depan memastikan Jakarta yang lebih ramah untuk semua.

Untuk  itu, izinkan kami mengajak seluruh warga menjadikan usaha, memajukan  kota sebagai sebuah gotong royong, sebagai sebuah gerakan, pembangunan  kota ke depan gubernur bukan sekadar administrator bagi penduduk kota.  Gubernur bukan sekadar penyedia jasa bagi warga yang jadi konsumen namun  kami bertekad untuk bisa melakukan lebih dari itu. Kami ingin bisa  bekerja bersama dengan warga Jakarta, berkolaborasi dengan warga Jakarta  sebagai perancang dan pelaku pembangunan.

Dalam pepatah  Banjar dikatakan 'Salapik sakaguringan, sabantal sakalang gulu' satu  tikar tempat tidur, satu bantal penyangga leher. Kiasan ini bermakna  hubungan yang erat antar elemen masyarakat. Saling setia dan saling  mendukung satu sama lain. Inilah Jakarta yang akan kita bangun  bersama-sama 5 tahun ke depan.

Selain itu, kami juga  mengajak seluruh elemen kepemimpinan di kota Jakarta mulai dari jajaran  pemerintah daerah, para wakil rakyat, pemimpin lembaga pertahanan,  keamanan dan penegakan hukum mari kita memiliki tekad yang sama yaitu  mari kita sama hibahkan hidup kita kepada warga Jakarta bukan sebaliknya  jangan berbalik menjadi menyedot dari kota dan warganya untuk dibawa  pulang ke rumahnya. Tapi hadirlah untuk menghibahkan waktu, tenaga,  pikiran, keringat untuk kemajuan kota Jakarta.

Sebuah  kearifan lokal dari Minahasa mengingatkan kita 'Si tou timou tumou tou'.  Manusia hidup untuk menghidupi orang lain. Menjadi pembawa berkah bagi  semua, sebuah pengingat bagi semua manusia namun terutama bagi para  pemimpin.

Saudara-saudara, izinkan dalam kesempatan ini,  kami ingin memastikan dan saya akan ucapkan pula nanti saat sidang  paripurna di DPR kata kata yang diucapkan seorang tokoh Betawi.  Kata-kata ini terpatri dalam patungnya yang terpasang di Lapangan Monas.  Setiap pemerintah harus mendekati kemauan rakyat. Inilah sepatutnya  harus menjadi dasar untuk memerintah.

Pemerintah yang  tidak mempedulikan atau menghargakan kemauan rakyat sudah tentu tidak  bisa mengambil aturan yang sesuai dengan perasaan rakyat.' Setuju dengan  pernyataan itu, saudara-saudara? Itu adalah kalimat yang diungkapkan  salah satu putra terbaik betawi, MH Thamrin. MH Thamrin mengatakan itu  dan kalimat itu terpatri di Monas sana. Saya membayangkan orang yang  kerja di kota ini baca kalimat ini. renungkan, resapi dan laksanakan.  Bagi semua yang mengatasnamakan rakyat Jakarta, jalankan kalimat itu.

Saudara-saudara  semua, perjuangan kita ke depan adalah perjuangan untuk mewujudkan  gagasan, kata dan karya yang selama ini telah kita tekadkan. Kita ingin  lakukan tiga-tiganya. Membawa gagasan, membawa kata-kata, dan membawa  kerja. Jadikan sebagai satu rangkaian. Gagasan, kata, kerja. Dengan  begitu, kita ingin Jakarta maju, Jakarta jadi bagian kota modern yang  diperhitungkan dunia tapi jadi akar yang kuat di tradisi.

Dengan  memohon pertolongan kepada Yang Maha Memberi Pertolongan, mari kita  bersama berikhtiar mewujudkan Jakarta yang maju setiap jengkalnya, dan  bahagia setiap insan di dalamnya. Semoga Allah SWT membantu ikhtiar  kita.

Dan dalam kaitan itu, izinkan saya sebelum menutup sambutan ini, membacakan sebuah pantun untuk warga Jakarta.

Bekerja giat di Kali Anyar
Mencuci mata di Kampung Rawa
Luruskan niat teguhkan ikhtiar
Bangun Jakarta bahagiakan warganya

Cuaca hangat di Ciracas
Tidur pulas di Pondok Indah
Mari berkeringat bekerja keras
Tulus ikhlas tunaikan amanah

Semoga  Allah SWT membantu ikhtiar kita, membukakan jalan-jalan yang sekarang  sempit, memudahkan mencari solusi baru, menjauhkan dari segala macam  fitnah, menjadikan semua wilayah kota ini baldatun thayyibatun wa rabbun  ghafur, serta menurunkan keberkahan
bagi setiap warganya,  memberikan kebahagiaan kepada seluruh insan di kota ini. Laa hawla wa  laa quwwata illa billah. Tiada usaha, kekuatan, dan daya upaya selain  dengan kehendak Allah. Semoga ikhtiar ini selalu dimudahkan, semoga  ikhtiar ini dapat selalu dituntaskan, dan insyaallah keberkahan  diberikan kepada kita.

Wallahu muwafiq ila aqwamith thoriq, billahi taufiq wal hidayah.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Catatan saya:

Jika Pak Anies pernah ceplos menyebut Pak Prabowo masa lalu, sedangkan Pak Jokowi masa depan. Kini rasanya sesaat pelantikan Pak Anies, ia dapat berkata sebaliknya, Pak Jokowi masa lalu, sedangkan Pak Prabowo masa depan. Kelak, Pak Anies pun akan menjadi masa lalu. Bolehlah, ia berguman masa kini, pemerintahan DKI Jakarta ada padanya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun