Mohon tunggu...
Sintong Silaban
Sintong Silaban Mohon Tunggu... profesional -

Berkeinginan terus membaca dan menulis selama ada di dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apakah KPU Bermasalah dan Memihak?

12 Agustus 2014   20:02 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:44 1505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di Indonesia saat ini banyak muncul pengamat dadakan yang hanya bermodalkan berita-berita media (cetak dan sosial). Buktinya, banyak orang yang menulis di media sosial dan memberi komentar: "KPU Bermasalah", "KPU Curang dan Tidak Netral", dll. Dan lanjutannya, mereka-mereka yang berpendapat demikian lantas mengusulkan seperti ini: PSU di seluruh Indonesia, bubarkan KPU, Presiden mengeluarkan dekrit untuk membatalkan pemilu 2014 dan mengadakan pemilu ulang, serta masa jabatan presiden di perpanjang.


Kacau, ngawur, asbun, itulah jadinya yang kita tangkap dari pengamat dadakan yang hanya bermodalkan berita. Memang tidak asa sanksi bagi orang yang asal ngomong jelek soal KPU, Bawaslu, dan aparat penyelenggara pemilu, apalagi hanya di media sosial. Akan tetapi sia-sia banget, dan tanpa sadar si pelaku telah membangun kebiasaan untuk memberi opini yang ngawur nan amburadul.


Terhadap pertanyaan: Apakah KPU bermasalah, curang dan memihak? Kalau saya langsung menjawab: tidak...tidak....tidak, tanpa data dan penjelasan, maka saya mungkin termasuk kategori pengamat abal-abal yang asal nyeplak.


Oleh sebab itu, lebih baik saya meminjam data terlebih dahulu. Berdasarkan hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), sebagian besar pemilih di pemilu presiden 2014 menyatakan, pilpres berlangsung bebas dan jujur. Direktur Penelitian SMRC Djayadi Hanan‎ mengatakan, dari hasil survei, responden yang menyatakan Pilpres 2014 bebas dan jujur sebanyak 77,9%.


Prosentase sebanyak itu terbagi dalam 48,2% mengatakan sangat bebas dan jujur, 29,7% mengatakan bebas dan jujur tapi ada sedikit permasalahan, 10,9% mengatakan secara keseluruhan pilpres bebas dan jujur tapi banyak permasalahan, 2,3% mengatakan tidak bebas dan tidak jujur. Sementara sebanyak 8,9% menjawab tidak tahu‎.


Survei ini dilakukan dengan metode multistage random sampling kepada warga Indonesia‎ yang mempunyai hak pilih, yakni yang sudah berumur 17 tahun. Jumlah responden survei yang dilakukan pada 21-26 Juli lalu ini 1.220 orang. Margin of erorr mencapai kurang lebih 2,9%.



http://indonesia-baru.liputan6.com/read/2089042/survei-smrc-779-pemilih-nilai-pilpres-2014-bebas-dan-jujur


Tidak Bisa Dipungkiri, Memang Ada Permasalahan di Pilpres


Setelah ada data itu, saya mau menambah sedikit. Bahwa KPU dan penyelenggara pemilu dari pusat sampai ke desa-desa serta TPS memiliki kekurangan, itu tidak bisa dipungkiri. Ratusan ribu aparat penyelenggara pemilu, pasti ada diantaranya orang-orang yang tidak kredibel, rendah integritas.  Sebab kualitas aparat penyelenggara pemilu adalah juga cermin masyarakat Indonesia. Makanya Indonesia kita ini masih seperti ini, banyak masalah di bidang hukum, ekonomi, sosial adalah karena kualitas manusia Indonesia ini memang masih sedemikian rupa. Coba bayangkan, orang-orang bergelar master dan dokter korupsi, pimpinan partai politik korupsi, anggota DPR korupsi, Menteri korupsi, gubernur korupsi -- ini kan persoalan kualitas manusia kita? Apalagi aparat di desa dan kecamatan yang serba terbatas, wawasan dan keuangan, mana bisa dijamin semua kuat mentalnya menahan godaan duit?


Satu hal yang perlu kita sadari, bahwa pemilu di Indonesia dari dulu-dulu memang selalu banyak masalah dan banyak kecurangan (apalagi pemilu di zaman Orde Baru). Kecuali pemilu 1955, belum ada sejarah Indonesia melaksanakan pemilu yang bersih, jujur, dan adil.


Justru pemilu 2014 dan pilpres 2014 boleh disebut ada sedikit banyak perbaikan dari pemilu-pemilu sebelumnya. Tidak berlebihan bila dikatakan pilpres 2014 lebih berkualitas dari pilpres sebelumnya, artinya lebih transparan, dan lebih baik dalam banyak hal.


Bedanya, di pilpres lalu pihak yang kalah, walaupun membawa masalah ke MK, tetapi tidak teriak-teriak, tidak ekstrim menolak hasil pemilu. Itu sebabnya pilpres lalu seolah tidak ada masalah. Pilpres 2014 seolah lebih buruk dari pilpres sebelumnya adalah karena pihak yang kalah tidak mau menerima kekalahan dan melakukan manuver-manuver.


Tidak Mungkin KPU Memihak Jokowi-JK


Apakah aparat penyelenggara pemilu ada yang memihak, kubu Prabowo-Hatta atau kubu Jokowi-JK? Pasti ada, di TPS, PPS, bahkan mungkin sampai KPUD. Kita tahu, kan banyak kepala daerah yang memihak kedua pasang capres/cawapres (catatan: lebih banyak kepada daerah  berada di kubu Prabowo-Hatta), implikasi atau turunan dari itulah maka ada camat, lurah, dan petugas di TPS yang bertindak memihak (dan ini ada duitnya, cuma sulit terdeteksi).


Akan tetapi, KPU Pusat, hampir tidak alasan mengatakan bahwa komisionernya memihak satu pasangan. Semua komisioner KPU adalah hasil seleksi ketat dan rata-rata memiliki rekam jejak yang positif. Cara kerja mereka sudah diawasi sangat ketat oleh banyak elemen masyarakat selain oleh lembaga resmi. Kemudian, resiko yang mereka pertaruhkan kalau memihak sungguh sangat besar, dan mereka pasti tahu itu.


Apakah para komisioner pusat tidak ada kekurangan? Tidak juga, pasti ada kekurangan, minimal kurang cepat, kurang kreatif, kurang taktis. Sebab terjadinya berbagai masalah di daerah, itu juga tidak terlepas dari kurang cepat atau kurang cerdasnya mereka mencegah dan mengatasi. Tapi intinya, KPU pusat tidak mungkin memihak. Boleh jadi secara pribadi memihak (memilih atau mengkampanyekan pasangan tertentu kepada keluarganya), tetapi dalam melaksanakan tugas di KPU pasti bersaha netral. Buat apa mengambil risiko memihak Jokowi-JK? Apa untungnya?


MK-lah Puncaknya


Tetap ada hikmah dari persolan pilpres 2014, dengan gencarnya penolakan kubu Prabowo terhadap hasil pilpres. Paling tidak di masa mendatang, KPU dan seluruh aparat penyelenggara pemilu harus hati-hati kalau tidak ingin kena tudingan atau tuntutan hukum, dan tidak ingin Indonesia berada dalam kondisi ribut-ribut seperti sekarang.


Tetapi, masalah sudah di tangan MK sekarang. Oleh karenanya, sudah sepatutnya semua pihak percaya dan menerima apapun hasil keputusan MK.


Kalau masih ada pihak yang tidak menerima hasil keputusan MK tanggal 21 Agustus ini, betul-betul ini sudah keterlaluan. Berarti di pikiran mereka sudah ada niat jahat, ingin Indonesia ini kacau, minimal tidak peduli dengan kepentingan rakyat banyak yang ingin suasana damai, kondusif agar pemerintah baru dapat bekerja secara optimal memenuhi kehendak rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun