Sementara terkait isu nuklir, Australia akan dipertanyakan kepatuhan terhadap The Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT) dan konsistensi dengan perjanjian bebas nulkir atau SEANWFZ Treaty (The Treaty on the Southeast Asia Nuclear-Weapon Free Zone.
Intinya kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik akan terseret dalam arena rivalitas dan konflik China versus AS dan sekutunya. Sesuatu yang tidak diinginkan Indonesia dengan politik luar negeri bebas aktifnya.
Oleh Indonesia dan ASEAN, Australia jelas dilihat dalam beragam wajah. Wajah kecurigaan tidak lain sebagai Deputy Sheriff di Asia Pasifik bagi kepentingan AS dan sekutunya dengan intensi khusus seperti dalam kasus kemerdekaan Timor Leste; kebijakan luar negeri hanya sebagai outlet masalah politik dalam negeri yaitu turunnya dukungan politik terkait penanganan COVID-19 di Australia, menciptakan ketegangan baru di kawasan terutama dengan New Zealand terkait pakta ANZUS yang sudah berjalan 70 tahun serta menimbulkan reaksi khusus China.
Dalam berbagai kesempatan setelah deklarasi AUKUS Australia menjelaskan posisinya baik terhadap pemerintah Indonesia, Perancis, ASEAN maupun publik Asia Pasifik dan dunia.
Seperti yang ditulis oleh duta besar Australia untuk Indonesia, Penny Williams PSM:
"... Tujuan kami adalah bekerja secara aktif dengan Indonesia untuk membentuk masa depan Indo-Pasifik sebagai kawasan terbuka, stabil, inklusif dengan ASEAN sebagai pusatnya. ...AUKUS akan meningkatkan kapasitas kami untuk mengembangkan dan berbagi berbagai kemampuan keamanan dan pertahanan baru ..
Hal ini akan memperkuat kemampuan kami untuk bekerja dengan mitra regional utama guna menjaga stabilitas dan keamanan, dan sistem internasional berbasis aturan di mana kemakmuran kita bersama dibangun.. Perjanjian baru ini akan meningkatkan kemampuan kami berkontribusi di kawasan Indo-Pasifik yang damai dan sejahtera yang berpusat pada ASEAN...".
Bagaiman respons China?
Tanggapan standar China tentu bisa ditebak. Sesuatu yang pasti bertolakbelakang dan memposisikan setiap narasi China secara diameteral berlawanan dengan barat khususnya terkait AS.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, mengatakan aliansi militer AUKUS 'sangat merusak perdamaian dan stabilitas regional, mengintensifkan perlombaan senjata, dan merusak Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir' (sumber).
Meskipun kita tahu secara realitas China selalu kontradiktif dengan terus hadir dan bermanuver di Laut China Selatan maupun Selat Taiwan.
Bagi Australia, tentu ancaman baru akan muncul. Setidaknya Australia akan diperlakukan sebagai sekutu AS dan tidak lagi negara non-nuklir. Perlakukan terhadap Australia oleh China maupun 'sekutu'nya Rusia bisa saja akan "sangat keras" dalam realisme politik regional.
Fenomena Multi Aliansi