Mohon tunggu...
Sindy Aritonang
Sindy Aritonang Mohon Tunggu... Penulis - Aku menulis, maka Aku ada

Enjoying writing stuffs in my Fortress of Solitude..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Adakah Ekstensi Pendidikan bagi Si Miskin?", Menyoal Problem Kesenjangan Pendidikan di Indonesia

29 April 2020   16:16 Diperbarui: 29 April 2020   17:59 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sesungguhnya, yang perlu pemerintah fokuskan kedepan pada problem timpangnya informasi distribusi beasiswa, adalah tentang bagaimana dana beasiswa pemerintah tersebut dapat dijangkau oleh anak-anak tak mampu, dan digunakan sebesar-besarnya demi kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Membela Kesempatan Bagi Si Miskin Memperluas Ilmu dan Memperdalam Bakat

Pemerintah dan konstitusinya menjamin terbukanya kesempatan bagi setiap anak Indonesia memperoleh akses pendidikan yang berkualitas. Merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945, tersebutkan dalam pasal 31 ayat 1 bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan dan pada ayat 2 disebutkan bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Dan dalam UU No. 20/2003 pasal 5, bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus, warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus, warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus serta setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.

Fokus perhatian sebagian besar pengamat pendidikan Indonesia, lagi-lagi masih terbatas pada pemerataan pendidikan formal wajib belajar 12 tahun. Padahal fokus pendidikan kita sangat berjejaring dan meliputi berbagai aspek mulai dari pendidikan formal, informal, nonformal, dan pendidikan dari ketiga jalur pendidikan tersebut, berlangsung sepanjang hidup.

Mengacu pada UU No. 20/ 2003 seperti yang telah disebutkan di atas, salah satu aspek yang luput dari perhatian kita ialah pengembangan potensi dan bakat, sebagai ekstensi (perluasan) dari pendidikan formal terutama bagi mereka yang berlatar belakang tidak mampu secara ekonomi. Potensi dan bakat tidak hanya dimiliki oleh mereka yang mampu finansialnya. Anak-anak tak mampu pun memilikinya, namun mereka terkendala biaya untuk mengeksplorasi minat dan potensinya.

Kita tentu bisa membayangkan betapa luasnya cakupan beban kerja pemerintah untuk menangani problem pendidikan di Indonesia.

Sebetulnya, mereka yang tidak bisa mendapatkan pendidikan formal dapat mengambil alternatif pendidikan nonformal dan informal, misalnya melalui lembaga-lembaga pendidikan/kursus. Sehingga, kendati anak-anak yang mengalami kendala finansial belum menjalani proses pendidikan formal, mereka dapat sembari mengasah kemampuan dan potensi sebagai bekal minimalnya mencari pekerjaan yang layak. Namun, nyatanya jarang sekali ada lembaga pendidikan kursus atau bimbingan belajar yang memberi bantuan sosial kepada anak-anak tak mampu untuk turut belajar atau memperluas ilmu yang telah didapatnya disekolah.

Lalu bagaimana peran lembaga-lembaga pendidikan kita mulai dari swasta dan masyarakat kita selama ini? Bagaimana dengan fenomena menjamurnya BimBel (Bimbingan Belajar) sebagai salah satu lembaga pendidikan di Indonesia, terutama di pusat-pusat kota seperti di Jakarta? Penting bagi kita mempertanyakan apa kontribusi pendidikan lembaga bimbel di tengah masyarakat. Hal ini cukup patut dikritisi mengingat hal-hal demikian nampak sepele, namun sebetulnya memiliki dampak yang cukup luas.

Apa kini pendidikan menjadi sesuatu yang dikapitalisasi dan hanya dapat di akses oleh segelintir orang yang memiliki modal untuk menambah ilmunya? Apa anak-anak tidak mampu secara ekonomi tidak bisa memiliki akses yang sama untuk memperoleh ekstensi pendidikan (perluasan aspek pendidikan selain pendidikan formal)? Mengingat selama ini, jarang sekali lembaga bimbingan belajar membuka kesempatan bagi anak-anak tidak mampu untuk menambah wawasan yang tidak di dapatnya di sekolah formal. Sehingga seringkali anak-anak tidak mampu, banyak mengalami ketertinggalan di bidang akademisnya.

Ada baiknya, lembaga-lembaga ini memiliki keterlibatan moral untuk bersama membangun ekosistem pendidikan yang kondusif. Baik pihak pemerintah, lembaga pendidikan asing-swasta-lokal, perlu bersinergi.

Jika pemerintah masih berfokus pada pemerataan pendidikan formal ke seluruh wilayah NKRI, maka lembaga pendidikan asing-swasta-lokal dapat membantu pada aspek lainnya misalnya melalui pendidikan informal-nonformal, mulai dari sekolah keterampilan gratis, hingga bimbingan belajar gratis bagi anak kurang mampu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun