Mohon tunggu...
Marcella Cindy
Marcella Cindy Mohon Tunggu... Siswa

Marcella Cindy, lahir di Cimahi pada 29 April 2008. Saya menyukai berbagai hal seperti film, humor, musik dan karya fiksi. Saya merupakan siswa kelas 10 di SMA Trinitas. Hobi saya adalah membaca, menulis, mendengarkan musik dan menari. Menulis untuk mengelola diri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen : Terlambat

7 Maret 2025   20:39 Diperbarui: 7 Maret 2025   20:39 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sinar surya membutakan mataku. Ku tapaki jalanan Bandung dengan mata yang sedikit mengantuk. Rasa lelah pagi itu menyelimutiku, namun di sisi lain aku sangat bersemangat. Netraku mulai menangkap sesuatu. Dio namanya, seorang pemuda yang selalu berhasil mengambil perhatianku, aku mengenalnya di sebuah organisasi katolik yang diadakan oleh sekolahku. Tanpa dapat ku kendalikan, tubuhku bergerak sendiri menghampirinya. Dengan senyuman di bibirku, ku panggil pemuda itu. Dia menoleh, melihatku dan tersenyum. Senyumannya itulah yang membuat jantungku rasanya seperti mau meledak. Mungkin sekarang mukaku sudah semerah tomat. Melihatku yang berjalan di sebelahnya, Dio memulai percakapan. Lelahku hilang, terganti dengan rasa senang yang amat sangat. Kami masuk bersama ke dalam gerbang biru yang akhir-akhir ini selalu aku lihat. 

Ini semua berawal ketika guruku menyuruhku mengikuti sebuah organisasi kepanitiaan gereja. Sebenarnya saat itu aku sangat sibuk, namun sebuah dorongan muncul, membuatku akhirnya ikut bergabung dalam organisasi ini. Aku tak pernah menganggap bahwa aku akan menemukan sebuah warna baru di sana, sebuah warna yang membuatku merasa lebih hidup. Aku bertemu banyak teman, dan yang paling penting aku bertemu Dio.  

Hari ini, organisasi gerejaku akan mengadakan malam keakraban. Setelah bertemu Dio di gerbang tadi, aku langsung menuju kamarku dan merapikan barang-barang. Saat sedang merapikan barang-barangku, suara ketukan pintu membuatku menoleh. Secercah harapan muncul di hati ku. Apa Dio ya?, pikirku dalam hati dengan jantung yang kembali berdegup.  Saat kubuka pintu itu, muka seorang laki-laki berwajah datar menyambutku. Dia menyerahkan selembar kertas padaku, berisi rundown acara hari ini. Aku menerima kertas itu, lalu mengucapkan terimakasih dan menutup pintu kamarku. Laki-laki itu adalah Rex, temanku sejak SMP. Dia adalah laki-laki rupawan dengan kepribadian yang pendiam. Sedari dulu dia hanya menampilkan wajah masam dan datarnya, membuat para perempuan yang menyukainya menyerah. 

Setelah membereskan semua barangku, aku melangkah keluar dan menuju tempat acara dilaksanakan. Acara pertama adalah permainan berpasangan. Saat aku sedang melihat sekitar, Dio menghampiriku. Dia mengulurkan tangan ke arahku dan tersenyum. Ah, dia sangat licik! Bagaimana ini? Jantungku berdebar sangat kencang, dia tahu bagaimana caranya menggunakan mukanya yang tampan itu. Ku terima ulurannya, dan kami pun memainkan permainan itu bersama.  

Usai memainkan permainan, kami menjadi semakin akrab. Dio menceritakan banyak hal, termasuk tentang sahabatnya yang telah meninggal karena suatu penyakit. Saat menceritakan itu, perlahan matanya terlihat menyeramkan. Dia marah. Namun sedetik kemudian, dia kembali tersenyum dan mulai bertanya tentang kehidupanku. Aku bercerita tentang mantanku, Samudra namanya. Dia adalah laki-laki yang memiliki sifat yang manis. Sampai-sampai manisnya laki-laki itu membuat semesta jatuh cinta dan mengambilnya dari pelukanku. Ketika mendengar cerita tentang Samudra, sekilas muka Dio terlihat terkejut. Tak lama kemudian, Dio pamit ke kamar dengan alasan sakit kepala. Aku hanya terdiam kebingungan, sambil menatap punggungnya yang perlahan menghilang dari hadapanku.   

Terlihat seorang wanita dengan balutan kain merah yang terpasang rapi di badannya. Aku bercermin dan merasa puas dengan penampilanku malam ini.  Acara malam ini adalah candle dinner. Makan malam berpasangan dengan lilin di tengah meja yang menambahkan kesan romantis. Setelah puas menatap diriku di cermin, aku melangkah keluar.  PRANGG!!! Suara benda pecah membuatku terkejut. Suara itu berasal dari lantai bawah. Tanpa menunggu lama aku turun kebawah dan melihat Rex yang sedang memukuli Dio. Rasa terkejut menyergapku. Dengan marah, aku menghampiri mereka berdua dan berteriak ke arah Rex, menyuruhnya untuk berhenti. Mendengar suaraku tangan Rex terhenti. Dia menatapku dengan pandangan yang tidak bisa ku mengerti.  

"Gue harap lo lebih berhati-hati sama cowok brengsek kaya dia." Setelah mengucapkan itu, Rex melepaskan Dio dan pergi meninggalkan kami berdua. 

Tanda tanya yang sangat besar tercipta di kepalaku. Namun saat ini prioritasku adalah Dio, kusingkirkan semua pikiran burukku, dan kurengkuh Dio yang sudah terbaring lemah di lantai villa. 

Dengan heran aku menatap laki-laki di hadapanku. Aneh pikirku. Kini muka tampan nya dihiasi oleh memar-memar biru dan ungu, namun dia tetap terlihat tampan. Setelah kejadian tadi, aku langsung mengobati Dio. Aku sangat khawatir padanya, sampai-sampai aku hampir menangis di depannya. Namun seakan mengetahui kekhawatiranku, dia menenangkan ku dan memelukku. Dia berkata bahwa badannya tidak sakit sama sekali. Walau aku tahu itu adalah kebohongan, namun pelukan dan suaranya yang berat itu berhasil menenangkanku. Kini kami sedang duduk di sebuah meja makan dengan lilin di tengah-tengahnya, menunggu makanan kami tiba. Dio menjadi partner candle dinner ku. Seharusnya aku merasa senang, namun ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Demi menjawab semua pertanyaan di kepalaku. Kuberanikan diri bertanya pada Dio, apa yang sebenarnya terjadi. Jawaban tak terduga keluar dari mulutnya. Dio bilang, Rex menyukaiku. 

Di tengah-tengah percakapan kami, panitia yang bertugas sebagai pelayan mengantarkan makanan kami. Semua rasa terkejutku hilang seketika saat melihat makananku datang. Baunya saja sudah sangat enak, apa lagi rasanya. Tanpa menunggu lama ku raih sendok yang ada di sebelah piringku, dan mulai memakan makananku. Namun belum sempat sendok mencapai mulutku, seorang pria mengambil paksa sendok yang kupegang. Dia mengambil piringku, lalu pergi menuju tempat sampah yang tak jauh dari tempat aku dan Dio duduk. Melihat itu, aku mengerutkan kening, perasaan marah datang menghampiriku. Apa lagi ini? pikirku sambil menghampiri pria kurang ajar yang telah membuang makananku. Emosiku semakin memuncak ketika aku menyadari pria itu adalah Rex. Tanpa bisa kukendalikan, aku melayangkan tangan ku pada pipinya. Aku menatapnya marah, lalu pergi meninggalkan ruang makan. 

BRAKK! Suara dobrakan pintu membangunkanku. Setelah meninggalkan ruang makan tadi, aku menuju kamarku. Aku sempat menangis karena kesal, sekaligus bingung mengapa ini semua harus terjadi satu waktu. Lalu karena kelelahan menangis, akhirnya aku tertidur. Lalu sekarang, lihat siapa yang mendobrak kamarku. Lagi dan lagi Rex. Aku tidak mengerti mengapa dia terus menggangguku hari ini.Rasa marah ku mereda ketika melihatnya terengah-engah. Dia panik? Belum sempat aku bertanya, Rex memelukku, lalu menatapku dari atas sampai bawah, seakan-akan memeriksa kondisiku. Setelah itu dia menggenggam tanganku, dan menarikku untuk keluar dari kamar. Dengan rasa  bingung aku melepaskan genggaman tangannya, dan menatapnya. Meminta penjelasan. Dengan sedikit gemetar dia berkata bahwa semua orang di villa sudah pergi, dan kita juga harus pergi. Lalu tanpa menunggu jawabanku, dia menarikku pergi menuju pintu keluar villa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun