Analisa terhadap kelima skenario yang ada untuk mengatasi defisit pembangkit non-BBM di bali dilakukan menggunakan software EnergyPLAN dengan Alur dan Bauran energy sustainability seperti gambar dibawah ini.
Kesimpulan
Potensi terjadinya defisit pembangkit non-BBM di tahun 2019-2023 sangat besar karena tingginya tingkat pertumbuhan tanpa dibarengi dengan penambahan supply yang memadai dan ramah lingkungan. Untuk mengatasi potensi defisit penulis menawarkan skenario yang paling layak berdasarkan analisa dan evaluasi yang penulis lakukan yaitu skenario 4 dengan melakukan Gasifikasi PLTG 1-2 Pesanggaran tahun 2019, penetrasi pembangkit renewable dimana trend energi dunia yang sudah mengarah kearah renewable energy akibat adanya bahaya global warming menjadi pertimbangan dalam membangun pembangkit listrik di Bali, pengembangan pembangkit EBT pada skenario 4 ini meliputi PLTS, PLTP, PLTMh, PLTBm serta dengan penambahan kapasitas supply Kabel laut, selain EBT pada skenario 4 ini juga dikembangkan program terobosan yaitu pembangkit ORC (Organic Rankine Cycle) di PLTDG Pesanggaran dengan memanfaatkan buang untuk membangkitkan listrik tanpa bahan bakar serta dengan pengembangan District Heating untuk heater atau cooling dengan teknologi heat absorption chiller yang disupply ke kawasan hotel disekitar pembangkit. Upaya dengan scenario 4Â ini diharapkan mampu mengatasi defisit pembangkit Non-BBM di Bali tahun 2019-2023 dengan biaya anual cost dan biaya emisi C02 terendah. Upaya mengatasi defisit ini periode nya 5 tahun sampai dengan tahun 2023 hal ini karena jika mengacu pada RUPTL PT PLN (Persero) 2019-2023 di sistem kelistrikan bali pada tahun 2024 akan masuk Bali Crossing 500 KV yang memiliki kapasitas hingga 2000 MW, sehingga akan mampu mengatasi defisit di Sistem Bali hingga 10 tahun kedepan.
Oleh : Sinanuri Surawijaya, I Gusti Ngurah Mahendrayana, Teguh Kurniawan, Yuana Putra Adianto , Martua Mario Gultom
(Mahasiswa Pascasarjana Teknik Elektro - ITB)