Jadi harus pilih instrumen apa dong, bukannya investasi terbaik itu saham dan properti?
Oke dari 2 cerita diatas kita mendapat pemahaman baru mengenai toleransi resiko / selera resiko
Toleransi / selera resiko
Bertahun-tahun hidup dilingkungan korporat, membuat saya mempelajari Enterprise Risk Management (ERM). Risk Management ini sangat krusial bagi para direksi dan top leader.Â
Kita wajib menentukan selera resiko dan memilih resiko terberat yang siap kita tanggung. Apabila resiko itu terjadi.. kita tidak kaget dan tetap merasa nyaman hidup didalamnya.
Kebanyakan investor (apalagi pemula) tidak pernah menetapkan besar resiko yang bisa mereka toleransi. Dipikiran mereka hanya  untung-untung dan untung. Mereka tidak berpikir seberapa besar kerugian yang siap mereka terima.Â
Misalnya saham deh. Saham tidak mengenal istilah batas atas dan batas bawah kerugian. Uang kita bisa benar-benar lenyap 100%.
Memang Bursa Efek memberlakukan ARB dan ARA, sayangnya pada saat pembukaan market keesokan harinya.. penurunan masih bisa terus berlanjut. Hingga akhirnya perdagangan saham tersebut di suspend. Nah trader saham sama sekali tidak memiliki kendali atas resiko penurunan harga yang terjadi.
Pandemi mengajarkan saya betapa pentingnya mengelola resiko
Sejak terjadi pandemi saya semakin mengenal ada begitu banyak kelebihan terpendam dari emas. Salah satunya kita bisa mengelola resiko dan menetapkan toleransi resiko.
Berbeda dengan properti dan saham penurunan harganya tidak bisa diprediksi. Harga properti yang satu dengan properti yang lain berbeda. Harga saham yang satu dan saham yang lain juga berbeda. Tidak ada standar harganya.
Artinya kita bisa salah dalam memilih properti/saham mana yang menguntungkan. Sedangkan emas harganya lebih stabil karena sudah ada standar harganya dan berlaku diseluruh dunia.