"Akhirnya aku bekerja juga," bisik lirih Tuanku samar kudengar. Aku manggut-manggut mendengarnya. Kembaranku menyenggol.
"Maksud ia, apaah sih?" tanyanya
Aku tidak langsung menjawab. Pikiranku menerawang mengingat dan mengaitkan berbagai peristiwa.
"Kalau dibilangnya akhirnya bekerja juga, kelihatannya sih tentang pengalaman dia lalu-lalu."
 "Memangnya kenapa?" sergah kembaranku.
 "Ingat tidak sesudah Tuan kita bertemu sponsor studinya? Ia berucap akan berusaha cari kerja. Kalau-kalau sponsorshipnya berhenti karena nilainya jeblok, dia masih bisa biayai sendiri studinya."
"Ya..ya..ya, aku ingat."
"Nah, masa sih kamu lupa Tuanku mencari-cari kerjaan setelahnya."
"Baru aku mau bilang. Yang di toko buku itu kan?"
Aku mengangguk. Terbayang ketika aku dan kembaranku menapaki anak tangga ke lantai 2 toko buku ternama di Kota Bandung. Semula aku tidak ngeh tujuan Tuanku karena kudapati kembaran-kembaran lainnya dalam setelan baju dan sepatu rapi. Baru dari mereka, aku tahu bahwa kami berada di ruang seleksi pegawai baru toko buku. Ah, Tuanku. Ternyata engkau tidak main-main dengan tugasmu. Di sela-sela kuliah engkau meniatkan diri untuk mencari pekerjaan sampingan. Dan kesempatan itu datang dari iklan di koran, lowongan untuk SPB toko buku. Toko yang juga menorehkan sejarah hidupmu.
Aku jadi ingat tiga tahun yang lalu aku selalu menopang Tuanku untuk menaiki eskalator atau tangga menuju lantai 2 toko tersebut. Memanfaatkan kebijakan toko yang membolehkan pengunjung baca buku di tempat, Tuanku menyerap dan mempelajari soal-soal pembahasan ujian masuk perguruan tinggi negeri. Usaha nan cerdas karena tidak perlu keluar kocek. Setiap hari, selama sebulan, segera setelah tugas tukangmu mengampelas tuntas engkau bergegas mendorong aku dan kembaranku menyusuri Jalan Sultan Agung menuju Jalan Merdeka. Hasilnya, engkau lebih siap mengikuti seleksi. Dan lolos.